Untuk yang kesekian kalinya Sabito menenangkan dirinya dari amarah yang bisa saja menyembur keluar. Dia lalu pergi keluar ruang, dan kembali setengah jam setelahnya. Di tangannya terdapat sebungkus obat-obatan yang telah diracik resep dan takarannya."Minum obatnya, makan yang bener, jaga kesehatan lo. Jangan sampe lo gue ambil dari Sanemi."
..........
"Habis dari mana?" Sanemi menatap sinis Giyu yang baru saja pulang dari konsultasinya. Matanya menyalak, layaknya orang yang muak pada lawan bicaranya.
Giyu hanya diam, menunduk kebawah, merasa bingung ingin menjawab bagaimana. Sanemi yang didiamkan malah semakin menyolot. "Bisa jawab ga?!" Tangan kekar itu meraih rahang Giyu dan mendongakkan wajah mungil itu ke atas secara paksa.
Kaki Giyu sedikit terangkat, tangannya memegang erat lengan Sanemi yang mengangkat rahangnya. "Sanem-HUFFPP" Sanemi melihat kebawah, menatap nyalang wajah mungil yang kesusahan bicara kala salah satu tangan kekarnya menerkam rahang Giyu.
"Dari mana?!" Sanemi berteriak, tepat di depan wajah Giyu. Membuat sang empunya muka menutup matanya rapat-rapat, antara takut dan kesakitan. Giyu terus berusaha mengeluarkan rahangnya dari terkaman Sanemi, tapi apalah dayanya jika dibanding dengan Sanemi?
Rahang itu dilepas mendadak, kaki Giyu yang tak siap langsung membuatnya terjatuh ke lantai, diikuti dengan isakan tangisnya yang memenuhi seisi ruangan. "Aku udah cape di kantor, datang ke rumah bukannya tenang malah makin emosi."
"Kamu kenapa sih?" Giyu terisak dalam tangisnya, ia mengeratkan kepalan tangannya sebagai penguat akan dirinya. "Aku bingung, San.. Kalo kamu ada masalah kan kamu bisa cerita ke aku.. kamu ga perlu gini!" Giyu menangis
"Udahlah Yu. Kamu ga bisa apa apa!"
Giyu terdiam, ia berhenti menangis. Ruangan luas itu hanya diisi dengan suara deru mesin AC. Giyu mencoba berdiri, memegang dinding sampingnya sebagai tumpuan untuk berdiri. Semua rasa sesak di hatinya mendadak hilang, digantikan dengan rasa kosong yang tiba-tiba memenuhi dirinya.
"Aku nyesal pernah kenal kamu."
.............
Lantas, dari segala hal yng telah kita lalui, apa yang telah membuat mu berubah sedrastis itu? berubah secepat membalikan telapak tangan. Dari semua janji yang kamu ucapkan, yang kamu janjikan, dimana letak kepastiannya? apa semua hanya sekedar kata? sekedar penenang belaka?
Termenung diriku meratapi bulan purnama, dingin angin melingkupi seluruh tubuhku, jika dahulu kamu datang dan mengkhawatirkanku, lantas mengapa semuanya berubah?
..........
Semenjak kejadian itu Sanemi jarang pulang kerumah. Rumah yang seharusnya hangat, penuh tawa kini hilang menjadi redup. Semua hal bahagia yang telah dibayangkan Giyu mendadak terhapus begitu saja.
Hanya menyisakan Giyu dan harapan-harapannya yang telah pupus. Ia berhenti konsultasi pada Sabito semenjak kejadian itu, ia lebih memilih makan dan minum obat yang diberikan walau sedikit.
Ia mengelus perutnya pelan, menimang-nimang bagaimana kehidupan anaknya nanti. ini sudah bulan ke 5, perut itu sudah menggembung sempurna, tak bisa disembunyikan sebagaimana ia melakukannya dulu.
Kalau dulu ia berharap Sanemi tersenyum bahagia sambil menggendong anak dikandungannya, sekarang harapannya musnah. Hanya tergambar ia dan anaknya yang hidup tanpa seorang "Sanemi."
BRAKKKKK..!!
Giyu yang tadinya tiduran dikasur mendadak terduduk kaget mendengar suara pintu rumah depan yang di dobrak. Langkah kaki berat dengan sepatu pantofel berjalan menyusuri dimana letak Giyu berada.
Giyu hanya terduduk dikasur dengan badannya yang ikut gemetar, terbayang-bayang akan kejadian yang Sanemi lakukan terakhir kali padanya. Apa lagi kali ini? Suara sepatu pantofel yang bersentuhan dengan lantai kian mendekat, membuat dirinya semakin berkeringat dingin, hingga akhirnya pintu kamarnya dibuka.
Seorang pria berjas putih lengkap dengan kacamatanya berlari ke arah Giyu. Ia memeluknya erat walau perut Giyu sedikit menghalangi pelukan yang diberikan oleh Sabito. "S..Sabito??"
Tangan kekar itu memeluk Giyu hangat nan erat, sedikit mengembalikan rindu Giyu pada perasaan hangat ketika Sanemi memeluknya dulu. "Kenapa ga konsul lagi, Yu..?" Tangannya mengelus punggung belakang Giyu.
"Udah dua bulan.. gue kira lo kenapa-kenapa.." Giyu hanya terdiam, entah mau memasang ekspresi terkejut atau sedih atau bahkan senang. Giyu memundurkan sedikit badannya lalu mendonggak keatas, seolah-olah meminta jawaban atas kedatangannya kemari.
"Gue khawatir, harusnya lo konsultasi ke gue.. kemana aja lo dua bulan ini?" Wajah Sabito menyelidik ekspresi bingung Giyu. Lelaki pendek dibawahnya ini malah terlihat lebih kurus dari pertemuan terakhir mereka.
"Lo.. udah makan? minum obat?" Mata Sabito melihat keadaan tubuh Giyu, benar-benar hanya seperti tubuh ringkih dengan perut yang membesar.
Sabito menghela nafas lalu membuka isi tasnya yang terdapat sebuah bungkusan makanan."Lo makan ya?"
"Ngga.. Aku ga niat makan."
"Makan." Mata Sabito menuntut, menuntut agar Giyu memakan makanan yang telah disiapkan olehnya.
"Aku kenya-PUFF" Sesendok nasi dengan daging dan sayur masuk ke dalam mulut Giyu, diiringi dengan tawa kecil Sabito kala ia melihat wajah bingung yang penuh sesendok makanan.
"Makan. Supaya lo dan ehm.." Mata Sabito melirik kebawah, tepat di perut giyu yang membengkak.
"Anu... sehat." Matanya kembali melihat kearah lain, menghindari kontak mata dengan Giyu.Sedetik setelahnya ia menggelengkan kepalanya cepat lalu melihat ke mahluk mungil yang lebih pendek darinya. "Kunyah, jangan cuma di emut." Wajahnya kembali serius, layaknya Sabito dengan mode konsultasi.
Giyu mengunyah makanannya, dapat Sabito lihat bocah kecil ini memakan suapannya dengan lahap.
"Kamu masak sendiri?" Mata Giyu berbinar."Iya, enak?" Giyu tersenyum sambil mengangguk, seenggaknya beberapa suapan makanan telah memenuhi dirinya hari ini. Tawa kecil juga ia keluarkan kala Sabito-teman kecilnya ini melakukan hal-hal konyol.
"Kamu ga di rumah sakit?"
"Ngga, gue ambil absen buat liat lo dulu." Giyu memiringkan kepalanya. Sabito yang mengerti maksud dari gerakan bingung Giyu langsung menjawab "Gue heran aja kenapa lo ga konsul seama dua bulan, gue kira lo kenapa-napa."
"Kenapa lo berhenti konsul?" Sambung Sabito.
"Gapap-"
"Gaada yang gapapa. Sanemi lagi?"
"Ngga." Wajah Giyu memelas, merasa kesal karena pertanyaan Sabito langsung mengenai dirinya.
"Lo mau bohong dengan muka yang kayak gitu?" Sejak kapan Giyu bisa bohong? dari dulu kalau bohong, bocah kecil ini langsung merasa kesal dan sok membela diri. Sangat klasik.
Giyu langsung diam, menatap kesal wajah Sanemi. "Yaudah, sekarang emang bisa apa?" Giyu melihat kearah lain, merasa malas diikuti dengan perasaan sedih akan Sanemi.
"Ikut sama gue ya?"
"Ngga, gabisa."
"Ikut kerumah gue, Yu. Gue bakalan jaga lo dan..." Susah bagi Sabito untuk mengatakannya jika ia sedang berada diluar pekerjaannya. Ia menghela nafas panjang.
"Gue bakalan jagain lo dan ... anak lo."
"Ngga bisa."
"Percaya sama gue, Sanemi ga bakalan balik ke lo."
Giyu mengerutkan keningnya, meminta Sabito untuk menjelaskan lebih lanjut tentang kalimat yang diucapkannya."Dua bulan ini dia ga balik kan? Apa lo percaya dia bisa jaga lo?"
"Aku janji untuk ga ninggalin dia."

KAMU SEDANG MEMBACA
Sanemi giyuu are terrible
Fantasysanemixgiyuu Giyu tersenyum kala melihat Sanemi, berharap bahwa suatu saat nanti akan ada kehadiran anak diantara mereka yang akan membuat rumah tangganya lebih hangat. Tapi sayang kepalang sayang, banyak kejadian menyedihkan yang harus ia lewati, m...