"Gue bakalan jagain lo dan ... anak lo."
"Ngga bisa."
"Percaya sama gue, Sanemi ga bakalan balik ke lo."
Giyu mengerutkan keningnya, meminta Sabito untuk menjelaskan lebih lanjut tentang kalimat yang diucapkannya."Dua bulan ini dia ga balik kan? Apa lo percaya dia bisa jaga lo?"
"Aku janji untuk ga ninggalin dia."
•••••••••
Tiba-tiba saja badan ringkih bernyawa dua dihadapannya ini pingsan, untung sabito sigap menangkap badan Giyu yang hanya besar diperut. Sabito langsung membawa Giyu kerumah sakit dan melakukan pemeriksaan.
Selama pengecekan yang dilakukannya mandiri, kandungan Giyu maupun Giyu sendiri melemah. Ini tinggal dua bulan lagi sebelum kelahiran tapi kondisinya begini. Bangsat, celetuk sabito.
Tak habis pikir, Sabito tak pernah menduga akan seerti ini. Sanemi? Apa yang merubahnya menjadi seperti ini?
Sabito menatap mata Giyu yang terpejam rapat itu dengan penuh keinginan "Lo kerumah gua, dengan atau tanpa penolakan, Yu."
••••••••••
Sanemi megusap peluh yang mengalir dari dahinya, bahkan ruangan yang ber AC tak cukup kuat mengalahkan keringat paniknya. Usaha dan kerja kerasnya hingga saat ini sedang berada di ujung tanduk. Emosinya tak terkontrol.
Ia mencampakan semua berkasnya ke lantai, beranjak pergi dari kantornya. Hingga akhirnya matanya tak sengaja melihat foto di atas meja. Foto dirinya bersama dengan Giyu yang tersenyum manis.
Tangannya mencengkram erat knop pintu yang dipegang, urat urat tangannya terbentuk jelas di balik kulit. "Bajingan" pikirnya.
••••••••••
"Aku dimana?!" Giyu terbangun di ruangan lebar bercorak abu-abu netral. Giyu terduduk perlahan, karena perutnya yang mulai membesar menyusahkan dirinya untuk bergerak. Tiba-tiba Sabito masuk membawa nampan yang berusi sup jagung ayam, kesukaan Giyu.
"Di rumah gua." Sabito menutup pintu dengan kakinya, lalu berjalan ke arah Giyu yang terlihat pucat.
Ia mengusap dahinya, kepalanya terasa sangat berat. Sabito datang ke arah Giyu dan meletakan nampannya dimeja samping tempat tidur Giyu lalu membantu Giyu agar duduk lebih nyaman dengan menaruh bantal dibelakang kepalanya.
"Kenapa dirumah kamu?" Kening Giyu berkerut menatap Sabito. Yang ditanya menghela nafas berat, lalu mengambil mangkok berisi sup yang telah dimasakny tadi pagi.
Ia menatap mangkok yang baru saja ia ambil, lalu duduk dikasur, tepat disamping Giyu. "Apa lo ga peduli keadaan kandungan lo? Ini udah tahap-tahap mau melahirkan Giyu.."
Giyu yang tadinya keheranan langsung terdiam, mengalihkan pandangannya yang penuh rasa pertanyaan menjadi pandangan yang merasa risih. Sabito menghela nafasnya untuk yang kesekian kali di hari ini.
"Apa Sanemi ngelakuin hal yang sama dengan apa yang lo perbuat?"
Sungguh, demi apapun. Giyu tak bermaksud, Giyu tak mengerti mengapa matanya mengeluarkan air mata secara tiba tiba. Hatinya berdenyut nyeri kala kata-kata Sabito mulai memenuhi kepalanya. Tangan kekar itu melingkari tubuh Giyu, terasa hangat walau perut besar itu mengganjal.
"Kamu jelek banget ngomongnya.." isak Giyu, tangan kecil itu meremas baju putih yang digunakan oleh Sabito. Sang korban hanya bisa memeluk, mendekap kepala itu dalam dalam didekat dada bidangnya. Menghirup aroma khas Giyu yang sedari dulu tak berubah. "Im sorry.. i didn't meant to, Giyu"
••••••••
Sabito melempar handphonenya kasar, mengabaikan kondisi handphonenya yang entah masih layak pakai atau tidak. Nomor yang sedaritadi dihubungnya tak kunjung menjawab teleponnya.
"Sanemi bangsat.." mulutnya memaki pelan, ia mengusap dahinya tanda lelah.Tiba tiba suara ketukan terdengar dari arah luar ruang kerjanya, badannya seketika menjadi tegap. "Masuk" ucapnya pelan. Dibalik pintu itu terlihat Giyu yang menggunakan piama miliknya. Lucu, pikirnya sekilas. Perut besar itu mengembung keluar, seandainya saja dia punya hak menjadi orang yang mengisi perut itu. Sabito menggelengkan kepalanya, gila. Apa yang baru saja ia pikirkan?"
"Bito, aku laper.." mulutnya mengerucut kecil, ia mengusap matanya pelan. Mata sembab itu semakin tebal saja kala ia terbangun dari tidurnya. Sabito tersenyum kecil dari meja kerjanya.
"Emang mau makan apa?"
"Ice cream segentong.. rasa blueberry campur vanilla campur coklat.." tubuh kecil itu berdiri disamping pintu ruang kerja, masih dengan bibirnya yang mengerucut lucu.
"Emang ada yang kecampur gitu? Atau mau varian rasanya kepisah?""Dicampur, Bi."
"Kan gaada, Yuu? Kalau kamu mau mah ya campur sendiri" detik itu juga wajah Giyu menjadi sedih, Sabito yang melihatnya langsung panik dan mendatangi Giyu."Iya iya! Kita beli ya?? Beli nih, jangan sedih dulu tapi" Giyu langsung tersenyum lebar melihat respon Sabito.
Mereka berdua langsung pergi tanpa berganti pakaian terlebih dahulu. Keduanya mengitari kota, ditemani dengan bulan dan bintang di sepanjang jalan. Giyu sibuk memandangi kota dari jendela disebelahnya, terakhir kali dirinya melakukan kegiatan seperti ini hanyalan bersama Sanemi, itupun sudah beberapa bulan lalu.
Saat sudah sampai di tempat tujuan, Giyu langsung turun terlebih dahulu, meninggalkan Sabito yang masih di mobil. Sabito menghela nafas sembari tersenyum, rasanya seperti ia dituntut untuk menjaga anak kecil dengan perut yang membuntal?? Entahlah, mungkin begitu.
Bel diatas pintu berdering kala Sabito membukanya. Tercium aroma aroma semerbak seperti vanilla atau bahkan blueberry yang menggugah selera. Mata Sabito menangkap lelaki dengan perut buntal itu sedang menatapi varian varian rasa ice cream di balik pendingin berlapis kaca. Kedua sudut bibirnya naik ke atas, memancarkan senyuman paling manis yang Sabito punya.
Giyu masih mencari-cari dimana ice cream dengan rasa yang ia inginkan. Sejujurnya ia sendiri belum pernah makan ice cream rasa blueberry, vanilla dan coklat dalam satu varian. Matanya melihat satu persatu jenis ice cream yang tertera, melupakan fakta bahwa sang penjaga kasir menatapnya aneh.
"Ada ga ice creamnya, Yu?" Pertanyaan Sabito dibalas dengan gelengan pelan dari Giyu.
"Mba, ice creamnya bisa dicampur ga ya?" Sabito bertanya pada sang penjual.
"Waduh ga bisa pak, tapi satu cup bisa milih 3 rasa ice cream kok" mendengar itu wajah Giyu langsung masam, ia berbalik badan sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dada.Sabito langsung berbicara dengan karyawan penjual ice cream tersebut menggunakan bahasa isyarat yang pastinya tidak mengeluarkan suara, hanya bahasa bibir diikuti dengan gerakannya yang terlihat aneh. Mengerti kode, sang penjual langsung ke bagian dapur dan mencampur ketiga varian tersebut.
Sabito tersenyum lega, Giyu lalu menatap Sabito sembari memiringkan kepalanya. Sang penjual kembali ketempat semulanya, tangannya yang nyaris terulur terhenti kala Giyu berkata...
"Mending kita ke toko pancake aja"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sanemi giyuu are terrible
Fantasysanemixgiyuu Giyu tersenyum kala melihat Sanemi, berharap bahwa suatu saat nanti akan ada kehadiran anak diantara mereka yang akan membuat rumah tangganya lebih hangat. Tapi sayang kepalang sayang, banyak kejadian menyedihkan yang harus ia lewati, m...