64

581 54 6
                                    

Memasuki minggu ke 3.

Jaehyun kini sudah mulai membaik. Meski harus tetap berada diatas kasur, tapi ia sudah bisa diajak berbicara. Seperti sekarang ini, ia sedang bersenda gurau dengan sahabatnya. Doyoung menceritakan kesehariannya saat bekerja, saat bagaimana ia harus menghadapi senior dikantornya yang menyebalkan.

Tidak hanya itu, Doyoung juga menceritakan keseruan di sana. Berkumpul dengan orang-orang baru, saling membagi pengalaman dan lain sebagainya. Jaehyun nampak begitu antusias mendengarnya, ia tidak bosan mendengar Doyoung yang bercerita. Ingin rasanya Jaehyun segera sembuh dan menyusul kawannya.

"Senior ku benar-benar menyebalkan, kau tahu!" Kata Doyoung.

"Kebanyakan senior memang seperti itu kan?" Balasnya. Dan kembali tertawa. Doyoung akan melakukan apapun untuk membuat Jaehyun lupa dengan segala. Terlebih dengan dua janin juga dua adiknya.

Namun, ternyata hal itu tidak semudah yang Doyoung kira. "Ngomong ngomong, Doyoung. Kapan kau akan mengajak ku melihat bayi bayi ku?" Mendengar itu, Doyoung serasa seperti disambar ribuan petir. Jantungnya berhenti berdegup, desiran darahnya juga berhenti mengalir.

Dengan tenang dan terpaksa, Doyoung menarik kedua sudut bibirnya "nanti. Saat ini bayi bayi mu harus dirawat dengan intens. Kau ingin anak mu tumbuh sehat kan?" Jaehyun mengangguk dengan girangnya. "Kalau begitu, kau juga harus sehat kembali agar bisa bertemu dengan anak-anak mu." Lagi lagi Jaehyun mengangguk.

"Aku jadi tidak sabar untuk bertemu dengan mereka!" Ucapnya dengan perasaan penuh kesenangan.

Melihat Jaehyun yang tersenyum itu, membuat hati Doyoung kembali teriris. Sungguh sakit rasanya terus membohongi sahabatnya. "Bagaimana dengan Jaemin dan Jeno? Apa mereka tidak datang? Kemarin juga mereka tidak datang kan?"

Dan lagi. Tubuh Doyoung kembali terasa kaku lagi. "Mereka akan datang" jawabnya seadanya. "Tapi kapan?" Jaehyun membalas. "Entahlah"

Jaehyun mengerucutkan bibirnya. Ia mulai merasa kesal kepada dua adik kembar yang tidak berkunjung padanya. Padahal merekalah ayah dari kedua anak anaknya. "Cih! Dasar!" Gerutunya.

Doyoung hanya bisa menatap sendu ke arah kawannya yang sedang menggerutu, dan menyumpah serapahi kedua adik kembarnya. Sungguh, Doyoung sudah tidak tahan untuk terus seperti ini. "Jaehyun, aku mau keluar sebentar. Kau ingin titip sesuatu?"

Jaehyun memiringkan kepalanya, memikirkan tawaran Doyoung. "Aku ingin makan makanan pedas dengan cemilan manis, apa boleh?"

Doyoung mengulas senyumannya "tentu saja. Aku keluar sebentar ya?" Dan Jaehyun mengangguk, mempersilahkan sahabatnya itu untuk keluar dari kamarnya.

Setelah menutup pintu, Doyoung berjalan menjauh dari kamar Jaehyun. Dengan langkahnya yang lemas sambil meremas bajunya, di sana Doyoung mulai menitikkan air mata. Ia tak kuasa dengan nasib yang menimpa sahabatnya. Doyoung merasa dirinya adalah sahabat yang jahat karena telah membohongi Jaehyun. Dengan sekuat tenaga ia menahan suara tangisnya, ia berusaha untuk tetap terlihat kokoh dan kembali melangkah.




Setelah menghirup udara segar, Doyoung kembali ke kamarnya dengan membawa pesanan Jaehyun. Menggeser pintu, dan masuk kedalamnya "Jaehyun aku da-" ucapan Doyoung berhenti keluar dari mulutnya begitu mendapati ibu dari sahabatnya berada dikamar.

Boa berdiri dengan setelan serba hitam, tepat disamping Jaehyun dan membelakangi dirinya. Doyoung melihat Jaehyun menangis tersendu sendu, sedangkan Boa nampak begitu tenang. Doyoung tidak tahu apa yang terjadi, hingga Jaehyun menoleh ke arahnya.

Memperlihatkan wajah menangisnya. Segera Doyoung mendekat. Tidak peduli barang bawaan yang dijatuhkan. Doyoung langsung memeluk Jaehyun, yang semakin menangis kencang. Ingin ia bertanya kepada Boa, tapi wanita itu sudah melangkah pergi.

Jaehyun menangis sekencang kencangnya, membasahi baju sahabatnya. Doyoung tidak mempermasalahkan itu, ia ingin mengetahui apa yang terjadi. "Doyoung... Kenapa kau membohongi ku??" Jaehyun mulai bertanya di sela sela tangisnya. Doyoung terdiam, dan Jaehyun mulai melepaskan pelukan sahabatnya.

Menatap lekat mata Doyoung yang terlihat agak buram, sebab air matanya menghalangi pandangan. "Kenapa kau berbohong padaku?!!" Ujarnya lagi. Jaehyun mulai memukuli dada Doyoung. Tidak terasa sakit memang, tapi kini Doyoung mengerti penyebab Jaehyun menangis.

Ingin ia memeluk Jaehyun sekali lagi, tapi sahabatnya itu menolak. "Seharusnya kau bilang dari awal!! Seharusnya kau mengatakannya sejak awal!!" Jaehyun memegangi perutnya. Tangisnya semakin dikencangkan. "Apa karena aku terlalu lemah, sehingga tidak bisa mempertahankan kedua bayi ku?!!! Apa aku memang selemah itu?!!"

Mendengar itu, Doyoung langsung menggelengkan kepalanya, menyangkal semua ucapan sahabatnya. "Tidak! Ini bukan karena kau lemah! Ini bukan karena kau.." Doyoung sudah tidak bisa lagi mengeluarkan katanya. Ia sudah terlalu kalut dalam suasana seperti ini, sampai-sampai ia tidak bisa memikirkan cara untuk menenangkan Jaehyun.

Tangisnya tak kunjung reda. Perlahan Doyoung mendekat dan memeluk sahabatnya yang kini tidak ada penolakan. Kembali Jaehyun membasahi baju Doyoung dengan air matanya. Meredamkan suaranya di bahu sang sahabat. Dengan lembut, Doyoung mengusap punggung dan surai Jaehyun, berharap dapat membuat dia merasa tenang.

Sudah hampir dua jam Jaehyun menangis, kini pria Jung itu telah terlelap dalam tidur. Doyoung menatap sendu wajah sahabatnya yang terlihat damai dalam tidurnya, dan itu sukses membuat kedua matanya kembali menghangat dan meneteskan air mata. Sekuat tenaga Doyoung menahan suaranya agar tidak mengganggu tidur Jaehyun. Meremas tangan Jaehyun yang terasa begitu kecil dalam genggamannya.

"Maafkan aku Jaehyun... Maafkan aku" bisiknya.


Lima hari setelahnya. Jaehyun tidak terlihat seperti hari hari sebelumnya. Pria Jung itu menatap ke arah jendela dengan tatapan kosong, bibir mengering, dan wajahnya yang pucat. Sudah beberapa hari ini Jaehyun tidak mengisi perutnya, berkali kali Doyoung menyuapi sahabatnya, dia menolak. Tubuh Jaehyun semakin terlihat kurus.

Diam seperti boneka. Menatap ke arah jendela yang terkena rintikan hujan. "Jaehyun, makan ya biar kau bisa kembali sehat" kata Doyoung dengan lembutnya. "Apa dengan makan bisa membuat kedua anak ku hidup kembali?" Doyoung tercekat mendengarnya. Meski Jaehyun tidak menatapnya langsung, tapi kata katanya bagaikan bilah pedang yang menusuk kearahnya.

"Jaehyun, ku mohon jangan seperti ini"

"KALAU BEGITU BUAT ANAK ANAKKU HIDUP KEMBALI!!!"

Jaehyun melantangkan suaranya. Berhasil membuat sahabatnya itu terdiam, merapat kan mulutnya. Doyoung buntu. Doyoung tidak bisa memikirkan apapun untuk mengembalikan sahabatnya seperti dulu lagi.

Doyoung meletakkan nampan makanan itu di atas meja nakas. Berdiri dari duduknya dengan kepala menunduk "aku akan keluar sebentar" ujarnya dan langsung melangkah keluar. Kini Jaehyun sendiri di kamarnya. Mengangkat kedua lutut lalu memeluknya, menundukkan kepalanya dan kembali menangis di sana.

Ia tidak bermaksud membentak sahabatnya, hanya saja karena kesedihan yang begitu mendalam setelah mendengar berita bahwa kedua anaknya mati dalam kandungan membuatnya tidak bisa mengendalikan emosi. Jaehyun tahu, Doyoung berbohong untuk kebaikan dirinya, hanya saja ia tidak bisa mengontrol emosinya.

Begitu pun juga dengan Doyoung yang sedang duduk dilantai di koridor yang sepi dan cukup gelap. Ia meluapkan tangisnya di sana. Mengencangkan suaranya agar bisa melegakan hatinya. Walaupun tidak sepenuhnya, setidaknya dapat mengurangi.

Our Hyung (End)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang