Rangkaian Upacara pemakaman militer telah di laksanakan. Setelah tembakan Salvo di lancar kan ke langit, sebagai penghormatan terakhir kepada sang perwira polisi.
Bersamaan dengan itu, peti jenazah di turunkan ke liang lahat. Dengan berlangitkan bendera negara di atas nya. Di iringi alunan lagu gugur bunga yang menyayat hati, untukelepas kepergian Sang abdi negara yang gugur dalam bertugas.
"Betapa hatiku takkan pilu
Telah gugur pahlawanku
Betapa hatiku takkan sedih
Hamba ditinggal sendiri
Siapakah kini pelipur lara
Nan setia dan perwira
Siapakah kini pahlawan hati
Pembela bangsa sejati
Telah gugur pahlawanku
Tunai sudah janji bakti
Gugur satu tumbuh seribu
Tanah air jaya sakti
Gugur bungaku di taman bakti
Di haribaan pertiwi
Harum semerbak menambahkan sari
Tanah air jaya sakti"Iya. Gadis itu pantas di sebut pahlawan.
Dia telah menyelamatkan banyak nyawa, bahkan mengorbankan nyawa nya sendiri. Demi terselamatkannya banyak jiwa. Bukan hanya di hari dia gugur, bahkan di hari hari sebelumnya.
Terlihat dari banyaknya Bunga dukacita, dan Isak tangis yang memenuhi area pemakaman bahkan sampai di luar sana. Para masyarakat yang nyawanya di selamat kan oleh Nana saat di stadion, dan para tunawisma yang pernah di ungsikan oleh gadis itu pun, datang untuk menghadiri prosesi pemakaman. Untuk mengirim kan doa pada Sang polwan.
"Lihatlah, Komandan. Banyak yang sayang kamu. Kamu bisa melihat nya kan? Kamu bisa mendengar tangis kami kan?" lirih Mika seraya mengusap nisan saudarinya.
Para anggota Brimob, rekan rekan seperjuangan Nana. Berdiri tegap di sisi pusara Sang gadis, dengan wajah sendu menahan tangis atas kepergian sahabat seperjuangan mereka. Teman terbaik dan sahabat paling setia yang pernah mereka kenal. Di tempa bersama, bahkan di hukum bersama dan sekarang mereka harus melepas nya pergi ke peristirahatan terakhir.
Bunda tak lagi meratapi kepergian anak nya, dia sudah ikhlas. Sang anak sudah pergi dengan tenang, dan bertemu dengan Ayah nya. Bunda sudah selesai menjaga Nana, dan sekarang dia menyerahkan anak gadisnya itu kembali pada Ayah nya yang sudah lebih dulu di surga.
"Nana udah ketemu ayah, nak? Bahagia di sana ya? Titip salam rindu bunda pada Ayah, ya?" Sayangnya, mata nya tak mampu berbohong. Masih ada siratan kesedihan dan rasa sakit di sana, tapi wanita itu berusaha menyembunyikan nya. Demi menguatkan anak anaknya yang lain.
Nova menabur kan bunga bunga perpisahan di atas makam yang masih basah itu. Di iringi tangis dari Mika, Vina dan Zia yang duduk mengelilingi makam saudari nya, sambil memegangi foto Sang kakak yang tidak bisa dia lihat lagi raga nya.
Dara, menatap kosong ke arah pusara Nana. Dia tidak menangis lagi sejak semalam, namun siapa yang tau isi hatinya? Berulang kali dia mencoba menyadarkan diri berharap ini hanyalah mimpi.
Berharap kakak nya itu kembali lagi, dan kembali memeluk nya erat serta mencium pipi. Dara bersumpah jika itu terjadi dia tidak akan Protes lagi, justru dia akan memeluk tubuh kakak nya erat tanpa melepaskannya, agar Nana tidak pergi jauh seperti ini.
Sedetik kemudian dia tersadar. Nana benar benar pergi meninggalkannya, Nana pergi selamanya. Dara hanya bisa tertunduk lesu, sambil meremat tanah yang menimbun Sang kakak, menyalurkan rasa pilu hati.
Satu persatu anggota kepolisian, dan para masyarakat beranjak meninggalkan area pemakaman. Dengan langkah berat, anggota keluarga Nana pun pergi meninggalkan makam nya.
Tinggal lah seorang pria, dalam balutan PDU kepolisian. Pria yang menjadi Pemimpin Upacara pemakaman tersebut.
Arkan sejak tadi diam di posisi nya, menatap nanar gundukan tanah dan Nisan yang bertuliskan Nama Sang kekasih. Nama yang sama yang terukir abadi dalam hatinya, dengan tinta darah dan air mata.
IPTU NACHITA YUANANDA
Lahir: 14 Februari 1995
Gugur: 27 Maret 2023Pria itu melepaskan pet di kepala, lalu menjatuhkan kedua lutut di samping pusara Sang kekasih. Tatapan nya tertuju pada nisan yang baru di tancap kan itu. Tangan kekarnya terulur mengusap nisan tersebut.
Wajah tampan itu begitu sendu. Arkan menarik nafas panjang, lalu menghembuskan nya ke udara. Berusaha menghilangkan sesak di dada, namun yang ada malah semakin menderita di rasa.
Mengingat tak akan ada lagi suara indah yang menghiasi hari nya. Tak akan ada lagi rengekan rindu di panggilan telepon. Tak ada lagi tingkah random yang membuat nya tertawa. Semuanya sirna, bersamaan dengan terbalut nya raga sempurna itu dengan tanah.
Saat itu juga tangis Arkan pecah. Dia tundukkan kepalanya dalam dalam. Isak nya terdengar pilu, seiring getar pada bahu. Menggambarkan betapa kuatnya tangis Sang perwira. "Jadi ini maksud dari chat kamu kemarin? Minta Mas datengin."
"Mas sudah dateng, tapi kenapa kamu malah pergi?" Rintihan pria itu terdengar pilu. Sangat menyakitkan, sebagai mana keadaan hati nya saat ini, seperti dihujam habis oleh belati sembilu.
"Mas harus apa sekarang, Na?" lirih Arkan dengan sedu sedan. "Kamu sudah pergi, lalu untuk siapa Mas bertahan di sini?"
Pertanyaan pertanyaan itu terlontar tanpa jawaban. Tidak ada seorangpun yang menjawab pertanyaan nya. Pertanyaan semu yang sejak semalam berputar di benak Arkan.
Dia masih tak percaya, Nana pergi meninggalkannya. Senyuman indah itu tak dia dapati lagi. Rengekan rindu dari gadis itu tak mampu dia dengar, Rayuan manja dan Suara indah nya lenyap dari pendengaran.
Rumah nya telah hancur. Rumah yang sempat menjadi sandaran nya. Tempat berbagi cerita dan keluh kesah nya, tempat dia beristirahat dari lelah nya dunia. Kini rumah itu telah pergi, lantas bagaimana Arkan sekarang?
Dia benar-benar hancur.
Arkan mengusap wajahnya pelan, lalu mengukir senyuman getir di bibirnya yang masih bergetar. "Tapi Mas ikhlas, Na.... " Dia menatap teduh pada nisan Sang gadis, lalu kembali menarik nafas panjang. "Mungkin bukan takdirnya kita bersama di dunia ini, karena itu... tunggu Mas di sana, ya?"
"Mentari mu ini, akan menyusul senja nya segera." Arkan kemudian mengalihkan pandangannya menatap langit mendung di atas sana. Seolah semesta ikut berduka atas kepergian Sang Perwira wanita. "Perihal rasa ini. Biar itu jadi resiko Mas sendiri. Kamu gam perlu khawatir."
Mata elang itu terpejam, namun dari balik kelopaknya merembes air mata yang kian deras. "Mas relakan kamu pergi, tapi biarkan cinta kita tetap tinggal di sini. Setidaknya sebelum Mas mati.... Mas ingin mati dalam keadaan masih mencintai kamu, sayang."
Kata kata itu keluar dari mulut Sang perwira, mewakili perasaan nya yang kini hampa. Tak ada lagi semangat untuk terus berpijak pada bumi.
Mengingat kasih nya telah pergi meninggalkan bumi ini, tapi dia tau. Gadis nya tidak akan suka jika dia terus bersedih dan menyakiti diri.
Maka dari itu, dia akan menunggu waktu. Dimana tuhan bersedia menjemput nya dan membawanya pada Sang kekasih. Sebelum waktu itu datang, dia akan hidup di bumi ini dengan membawa cinta mereka selama nya di dalam hati.
Arkan mengusap wajah nya. Menyerka air mata yang masih terus mengalir disana lalu berdiri. Memasang kembali pet kepolisian di kepala, lalu mengambil sikap sempurna.
Pria itu menarik tangan kanannya ke arah pelipis, membuat posisi hormat yang mengarah pada gundukan tanah di hadapannya, lalu setelah beberapa detik dia kembali menurun kan tangannya.
"Dengan ini, tugas kamu saya nyatakan selesai, Iptu Nachita Yuananda. Beristirahatlah dengan tenang senjaku. Namamu akan harum di kenang seluruh Negeri," cetus Arkan dengan lantang namun getar pada nada suaranya tak dapat di tutupi.
Dengan berat hati. Arkan memutar tubuhnya dan beranjak dari sana. Meninggalkan pusara sang kekasih membawa kehancuran hati. Memeluk erat kesedihan dan memupuk kerinduan di dalam sanubari.
Membiarkan gadis nya menyatu dengan tanah air yang dia jaga, yang dia lindungi dan yang dia cintai.
Senja nya telah pergi, namun entah kenapa sang mentari tetap di sini.
Senja pergi meninggalkan bumi, namun menorehkan luka bagi Mentari. Rona jingga nya tak lagi dapat di nikmati, dan hangat nya berganti dengan dingin yang menusuk sampai ke hati. Meninggalkan sepi hingga tiba pagi, yang memaksa mentari untuk terbit lagi. Dengan harapan bahwa dia bisa kembali menemui Senja nya lagi.
****
![](https://img.wattpad.com/cover/337290395-288-k915793.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNOYING KOMANDAN {END} ✓
Ficção Geral"Aiptu Nachita Yuananda." "Kamu tanggung jawab saya, mulai sekarang dan seterusnya." "Sampai ketemu besok atau di waktu tertentu. Kapanpun itu. Saya akan selalu menunggu saat kita ketemu lagi dengan Euforia yang sama." Kisah cinta sepasang Abdi nega...