#18 Pieces of Memories

23 2 0
                                    


Segala hal yang telah terjadi; baik dan buruk. Peluklah keduanya.

***

"Hanin, sini! Keburu nutup lift-nya, loh," ajak Alvin pada Hanin yang mendadak tertunduk diam di tempatnya.

Que sera-sera. Yang terjadi terjadilah. Hanin yakin kali ini Rio sudah melihatnya dengan jelas. Ia lantas mendongakkan kepalanya dan melangkahkan kaki memasuki lift sesantai mungkin. Ia tidak menghiraukan tatapan tajam Rio padanya.

"Tumben banget liat lo di sini?" tanya Alvin pada Rio. Ia begitu leluasa mengganti cara bicaranya menjadi lo-gue.

"Nemenin Putri," jawab Rio singkat.

Alvin mengernyit heran, "Terus, orangnya mana?"

"Di bawah. Hapenya ketinggalan."

Alvin mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti. Ia memutuskan tidak bertanya lagi.

Hening. Entah kenapa, suasana di dalam lift itu terasa sangat awkward. Sialnya, hanya ada mereka bertiga di dalam bilik sempit itu. Sedari tadi Hanin sengaja berdiri dalam diam di belakang kedua kakak kelas yang akhir-akhir ini sering ia temui itu. Ia berkali-kali menggerak-gerakkan kakinya tanda tak tenang.

TING! Pintu lift terbuka. Alvin melangkah keluar lebih dulu. Entah kenapa Rio tidak langsung keluar seakan mempersilakan Hanin berjalan mendahuluinya. Tanpa pikir panjang Hanin buru-buru keluar menyusul Alvin. Bersamaan dengan itu, masuklah tiga orang dari arah berlawanan. Nyaris saja bahu Hanin menyerempet seorang pria bertubuh besar jika Rio tidak menarik tangannya untuk minggir. Mendadak otak Hanin serasa blank selama beberapa detik dan hanya menurut seperti anak ayam ketika Rio menggiringnya keluar.

"Nggak sabar banget jadi orang," sindir Rio begitu keduanya sempurna keluar dari lift.

Hanin tersadar kembali. Lantas ia hanya memutarkan kedua bola matanya malas menanggapi. Memangnya apa urusannya dengan Rio?

"Gimana, ketemu nggak?" tanya seorang gadis berjilbab yang tiba-tiba mendekat ke arah Rio dengan ekspresi cemas. Itu pasti Putri.

Rio menoleh dan mengeluarkan sebuah benda tipis dari saku celananya. Putri menerima dengan ekspresi penuh kelegaan.

"Lain kali jangan naruh hape sembarangan makanya," sindir Alvin yang memang belum beranjak dari sana.

Putri sedikit kaget dan baru menyadari kehadiran dua sosok yang ia kenal, "Eh, ada Alvin ternyata. Terus, ini Hanin bukan, sih?"

Hanin mendadak risih karena diperhatikan oleh Putri, "Emm, iya, Kak. Penampilanku aneh, ya?"

Dengan cepat Putri menggelengkan kepalanya, "Nggak. Kamu hari ini cantik banget! Aku sampai pangling, loh. Ini beneran Hanin bukan, sih?"

Putri menoleh pada Alvin seakan meminta jawaban. Senyum yang disunggingkan Alvin menyiratkan bahwa ucapannya tadi tidak salah.

"Ngomong-ngomong kalian lagi ngapain?" tanya Putri basa-basi.

Alvin lantas menjelaskan dengan cepat rencana aktivitasnya hari ini bersama Hanin.

"Wah, aku juga pernah beberapa kali ngadain kegiatan sosial di panti asuhan itu. Kalau kita berdua ikut ke sana boleh, nggak? Sekalian pengin silaturahmi juga," pinta Putri antusias.

Alvin menaikkan satu alisnya, "Boleh, kok. Silakan."

"Put, tapi aku masih harus ketemu Mas Ilham habis ini," Rio dengan cepat beralasan. Sebenarnya ia hanya malas untuk bergabung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Missing LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang