#7 The Mysterious Man

474 22 2
                                    

"Semua orang istimewa menurut jalannya masing-masing, jadi jangan salahkan ketika kamu tidak melihat keistimewaan diri sendiri sementara kamu sibuk berada di jalan orang lain."

***

Kamis pagi, Hanin sudah mengenakan seragam batik identitas kelas sepuluh dengan bawahan rok rimpel hitam panjang. Rambutnya ia biarkan terurai begitu saja. Ia mengenakan tas ransel biru tua kesukaannya. Penampilannya benar-benar berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Kini ia sudah nampak seperti siswi baru SMA sesungguhnya.

Jalanan SMA Putra Bangsa pagi itu masih terlihat sepi. Hanya segelintir orang yang dia lihat tengah bersantai di depan kelas. Nampaknya Hanin tiba di sekolah lebih pagi dari hari-hari sebelumnya. Memang, karena mulai hari ini ia sudah menggunakan angkutan umum sebagaimana biasa. Jika tidak ingin terlambat dan berdesak-desakan dengan ibu-ibu yang hendak ke pasar, lebih baik ia menaiki angkutan umum pada jam yang paling awal sekalian, kan?

Setelah sedikit berjalan sampailah ia di depan sebuah gedung berlantai dua. Gedung itu adalah gedung khusus bagi kelas sepuluh. Lokasinya berada paling dekat dengan pintu gerbang utama sekolah. Matanya mencari-cari papan nama ruangan yang menunjukkan kelas 10 IPA 2—kelasnya. Akhirnya langkahnya terhenti ketika sampai di depan pintu salah satu ruang kelas di lantai satu. Ia langsung mengetuk pintu dan memasukki kelas tersebut. Baru terlihat sekitar lima anak yang datang. Hanin lantas menyapa dan saling berkenalan satu sama lain. Tak lama setelah Hanin tiba di kelas, tibalah Fani yang seketika menghampirinya.

"Pagi, Hanin," sapa Fani sambil berjabat tangan.

"Pagi, Fan."

"Udah di sini aja, pagi banget pasti dari rumahnya, ya?" tanya Fani penasaran.

Hanin lantas mengedikkan bahu, "Enggak juga, sih. Jarak rumah gue ke sini paling cuma satu setengah kiloan. Sepuluh menit nyampe."

"Iya juga, sih. Tapi biasanya kalau yang paling dekat itu justru yang paling sering terlambat masuk kelas, loh."

Hanin tertawa, "Gue nggak gitu, tuh!"

"Itu artinya lo anaknya disiplin, Hanin. Lanjutkan," Fani berkata sambil mengacungkan jempolnya, "emm, gue duduk sama lo nggak apa-apa?" lanjutnya.

Hanin lantas menggeser posisi duduknya, "Tentu aja, sini."

Beberapa saat setelah itu, satu per satu siswa berdatangan. Kursi-kursi yang sebelumnya masih kosong pun akhirnya telah terisi penuh. Hanin dan Fani mengambil posisi duduk di deretan kedua bagian tengah. Sekitar pukul 07.00 WIB suasana ricuh siswa terhenti ketika terlihat seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kelas. Ia menenteng beberapa buku di tangan kanannya.

"Selamat pagi, Anak-anak," sapa wanita tadi setelah duduk di kursi guru.

"Selamat pagi, Bu," jawab seisi kelas kompak.

"Baiklah, perkenalkan nama saya Retno Gunawan. Saya adalah wali kelas 10 IPA 2. Sebelum kita mulai pelajaran. Silakan dibentuk susunan pengurus kelas terlebih dahulu," kata Bu Retno.

Setelah itu dibentuklah susunan kepengurusan kelas 10 IPA 2. Siapa sangka Raka terpilih sebagai ketua kelas. Akhirnya dia pun berhak memilih anggota-anggota lain di bawahnya.

Beberapa saat setelah pelajaran baru saja dimulai sekitar lima belas menit, bel istirahat berbunyi menandakan berakhirnya kelas. Berbondong-bondong siswa pun keluar dari kelas. Sebagian masih tetap berada di kelas. Hanin hendak pergi menemui Novi, tetapi baru saja dia bangkit dari duduknya seketika Bu Retno yang sedang memberikan briefing kepada Raka menanyainya.

"Kamu, tadi yang ditunjuk jadi sekretaris, kan?" tanyanya.

Hanin dengan ragu mengangguk, "I-iya, Bu."

The Missing LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang