21/. Adnan, tolong.

252 11 0
                                    

"Perempuan itu, seperti tulang rusuk. Jika dipaksakan lurus, maka dia akan patah. Tapi jika dibiarkan saja, selamanya dia akan tetap bengkok."
















Aliza memperhatikan setiap gerak gerik Adnan dalam diam. Banyak pertanyaan yang saat ini mengusik kepalanya.

"Adnan?" Panggil Aliza pelan yang seketika membuat pergerakan Adnan yang sedang menyusun bantal di sofa terhenti.

"Iya, Al." Sahut Adnan. Laki-laki itu melangkah mendekati Aliza.

"Kenapa, hmm?" Tanyanya lembut saat melihat tatapan penuh keraguan di mata Aliza.

"Gue mau nanyak." Akhirnya setelah keterdiaman cukup lama, Aliza kembali membuka suaranya.

"Kamu mau nanya apa?" Adnan langsung memposisikan dirinya menghadap Aliza.

"Lo tau kan kalau nutup aurat itu wajib buat semua perempuan?"

Adnan menganggukkan kepalanya. "Iya."

"Di keluarga lo juga menjunjung tinggi nilai agama kan?"

Lagi lagi Adnan mengangguk.

"Terus kenapa lo gak maksa gue buat berhijab?" Cicitnya.

Adnan tersenyum tipis mendengarnya. Dengan lembut, laki-laki itu menggenggam kedua tangan Aliza.

"Aku bisa aja maksa kamu. Karena aku itu imam kamu, orang yang bertanggung jawab buat membimbing kamu. Bahkan, kalau sampai saat ini kamu berhijab, itu semua salah aku."

"Tapi, Al, aku tau kalau kamu belum terbiasa. Kamu belum siap dan aku gak akan maksa kamu. Aku setuju kalau terkadang sesuatu yang baik itu harus dipaksakan supaya terbiasa. Tapi aku gak mau bikin kamu tertekan. Jadi aku cukup membimbing kamu secara perlahan dan halus, selebihnya aku cuman bisa berdoa, semoga Allah mengetuk pintu hati kamu sehingga kamu dengan segala kesadaran penuh dan ketulusan hati bersedia menjalankan kewajiban kamu itu."

"Perempuan itu, ibaratkan tulang rusuk. Jika dipaksakan untuk lurus, dia akan patah, tapi jika dibiarkan, selamanya dia akan tetap bengkok."

Adnan menjeda sebentar perkataannya sebelum kembali melanjutkannya sambil menatap Aliza dengan sorot mata yang lembut dan tulus. Dan untuk sejenak, Aliza tenggelam ke dalam tatapan itu.

"Aku gak pengen kamu patah, tapi aku juga gak bisa biarin kamu selamanya bengkok. Maafin aku kalau aku belum bisa jadi imam yang baik buat kamu. Maafin aku kalau belum bisa bimbing kamu dengan baik. Satu yang aku inginkan, aku ingin kamu berubah dan memenuhi semua kewajiban kamu sebagai seorang hamba dan muslimah, tapi aku gak mau nyakitin ataupun bikin kamu tertekan."

"Kalau boleh jujur, aku marah, aku gak terima disaat laki-laki diluar sana ngeliat aurat istri aku. Aku laki-laki, Al, aku tau apa yang mereka fikirkan saat ngeliat perempuan yang kayak kamu. Aku tau. Makanya aku marah dan aku gak terima. Tapi aku juga gak bisa maksa kamu. Aku gak mau egois. Aku mikirin gimana rasanya di posisi kamu. Coba cari tau alasan kamu belum mau berhijab. Dan coba memberikan pemahaman selembut yang aku bisa."

Aliza menatap dalam mata Adnan. Lidahnya seakan kelu hanya untuk membalas satu kata saja. "Maafin aku, maafin aku belum bisa jadi suami yang baik buat kamu." Lirihnya sambil mengecup punggung tangan Aliza berulang kali. Aliza yang mendapat perlakuan seperti itu tentu saja terkejut.

Tanpa Aliza ketahui, setitik embun muncul di sudut mata Adnan. Namun buru-buru dihapus oleh sang empu. Jujur Adnan benar benar merasa berdosa karena belum bisa membimbing Aliza untuk berhijab. Tapi Adnan juga tau, bahwa Aliza itu keras. Semakin dipaksa, semakin kuat pula dinding yang menghalangi keduanya. Hingga hanya akan terjadi kehancuran nantinya. Baik dalam hubungannya, ataupun, perasaannya.

The Perfect Husband For AlizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang