4/. Kenyataan Pahit

333 17 0
                                    

Derap suara langkah kaki yang terburu-buru terdengar nyaring di sepanjang koridor Rumah Sakit. Aliza berlari tanpa memperhatikan sekitar. Menabrak siapa saja yang ia temui. Air mata mengalir deras dari matanya.

Langkahnya lemah dan gampang goyah. Seperti saat ini, Aliza menabrak seseorang hingga kehilangan keseimbangan dan nyaris jatuh jika saja Adnan tidak sigap menahan tubuhnya.

"Mama," lirihnya terus berlari. Langkahnya memelan saat matanya melihat Hafsyah yang tengah termenung dalam dekapan Fahri didepan salah satu ruang rawat.

"Mama?"

"Aliza?"

Hafsyah langsung berjalan mendekati Aliza yang terdiam di tempat. Memeluk gadis itu dengan erat. "Kamu yang tenang ya, Sayang?" Ucapnya lembut berusaha menahan tangis sekuat mungkin.

"Mama dimana?" Tanya Aliza setelah lama terdiam. Pancaran matanya terlihat redup. Seolah cahayanya telah padam.

"Mama kamu lagi di periksa sama Dokter. Kita berdoa aja yang terbaik ya, Sayang." Katanya mencoba menenangkan. Padahal, dirinya sudah mendengar langsung dari sang Dokter tentang kondisi Sarah. Tapi dia tidak bisa membuat Aliza semakin hancur saat tahu apa yang terjadi sebenarnya.

Tak lama setelahnya, seorang pria dengan jas putih yang melekat pada tubuhnya keluar dari ruang rawat Sarah.

"Dok, bagaimana keadaan pasien?" Tanya Fahri penuh wibawa.

Terlihat Dokter itu menghela nafas lelah. Seketika Aliza merasakan feeling buruk tentang itu. Dengan tubuh gemetar, gadis itu memberanikan diri mendekati pria itu.

"Dok, Mama saya baik-baik aja, kan? Mama saya pasti cuman kecapekan aja kan, Dok?" Tanyanya penuh harap.

"Aliza? Kamu Aliza?" Tanya Dokter itu balik.

Aliza menganggukkan kepalanya ragu. Bagaimana Dokter itu bisa tahu namanya?

"Ah, ternyata memang benar kamu. Mama kamu sering sekali meneritakan tentang kamu." Katanya.

"Dok, tolong jawab. Mama saya gak papa, kan?" Desak Aliza lagi.

Hafsyah menatap iba pada gadis itu. Sedangkan Adnan hanya diam menyimak. Namun matanya tak bisa berbohong, laki-laki itu juga terlihat menghawatirkan keadaan Aliza.

"Sebenarnya Mama kamu melarang saya untuk mengatakan ini kepada kamu. Tapi saya rasa, ini adalah kesempatan terakhir sebelum semuanya terlambat." Ujarnya yang langsung membuat Aliza meremang.

Dengan nafas memburu, Aliza menuntut jawaban. "M-maksud Dokter?"

"Aliza, Mama kamu mengidap kanker otak." Jawabnya yang langsung membuat Aliza kehilangan detak jantungnga sesaat.

"Dan saat ini, kondisinya sudah memasuki stadium empat atau akhir. Kemungkinan untuknya bertahan sangatlah kecil. Dan satu-satunya usaha yang bisa kita lakukan adalah melakukan operasi. Tapi, Mama kamu menolaknya." Lanjut Dokter itu bagai petir disiang bolong bagi Aliza.

Hafsyah langsung membekap mulutnya dengan tangannya sendiri. Fahri yang peka langsung mendekap sang istri menenangkan.

"Enggak, ini gak mungkin. Semua ini pasti bohong. Mama saya sehat-sehat aja kok, Dok. Dokter pasti salah." Lirihnya.

"Saya berbicara yang sebenarnya Aliza. Waktu Mama kamu tidak akan lama lagi, Aliza. Satu-satunya cara adalah melakukan operasi sesegera mungkin." Katanya menjelaskan.

"Gak, gak mungkin." Racaunya. Tubuhnya langsung meluruh di lantai. Hafsyah dengan cepat langsung memeluknya dengan erat.

"Kendalikan diri kamu, Aliza." Ucap Hafsyah.

The Perfect Husband For AlizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang