"Aria, bangun. Kita harus sekolah" Hara menggoyangkan bahu Aria dengan pelan, membangunkan laki-laki manis itu.
Aria mengernyit dalam tidurnya, lalu perlahan membuka kedua kelopak matanya. Menguceknya dengan malas.
"Eumhh, masi ngantuk" Aria menarik kembali selimut guna menutupi wajahnya.
"Ck, bangun Aria! Sekolah! Nanti telat! " Hara menepuk bahu Aria dengan kesal. "Heh! Kebo! Bangun gak lo?! "
Aria membuka matanya lebar, duduk dengan kesal. "Gue bukan kebo anjing! " Sanggahnya dengan emosi.
Hara menyeringai. "Nah, bangun juga kan lo akhirnya. Sekarang mandi, gue gak mau telat ya Aria"
Aria mengomel, menggerutu dalam setiap langkahnya menuju kamar mandi yang ada di kamar Hara itu. Sedangkan Hara hanya menyeringai puas, memang jalan paling tepat untuk membuat Aria menurut adalah mengejek atau menantangnya.
Setelah mengenal Aria dalam tiga bulan terakhir ini, Hara sadar akan satu hal. Aria itu, Ular. Dia punya banyak topeng yang menutupi karakter aslinya. Apalagi pembawaannya yang dingin di sekolah, kadang membuat Hara ingin terbahak saja. Di mata Hara sendiri, Aria tidak berbeda jauh dengan anak TK yang haus validasi.
Sekali lagi, Aria itu Ular. Dia pandai memikat dan berpura-pura. Aria itu jelas sadar akan beauty privilege yang ia punya dan Aria tahu betul bagaimana cara menggunakannya.
Contohnya saja minggu lalu, pada saat upacara. Laki-laki itu tidak membawa dasinya, membuat dia terancam dihukum di tengah terik. Awalnya dia meminta dasi Hara, namun mana mungkin Hara mau?. Hara itu benci atensi, dihukum di tengah terik itu sama saja menarik perhatian orang. Ogah sekali Hara melakukannya. Aria akhirnya berakhir sedikit menggoda teman sekelasnya dengan iming-iming date sekali. Dan yah, siapa yang mampu menolak?.
Hara memukul pelan kepalanya saat mengingat kejadian itu, Aria itu tak mungkin bisa dikendalikan siapapun. Dia akan berbuat seenaknya.
Hara berjalan keluar kamar, duduk di lantai sembari memakai sepatunya. Ia memainkan ponselnya sembari menunggu Aria selesai bersiap-siap.
Langkah kaki terdengar, Hara menoleh mendapati Aria berjalan ke arahnya. Lagi-lagi, ia terpana. Aria itu kenapa ya terlihat indah sekali?.
Terlalu larut dalam mengagumi, Hara sampai baru kembali ke realita saat kepalanya ditepuk pelan oleh Aria. "Ayo berangkat"
Hara mengerjab pelan lalu mengangguk. Tanpa banyak bicara, ia meraih tangan Aria lalu melangkah keluar apartemennya.
Begitu sampai di parkiran basement apartemennya, Aria dibuat melongo.
"Naik motor? " Tanya Aria dengan ragu.
"Kenapa? Mau naik mobil aja? Princess lo? " Tanya Hara dengan mencemooh.
Aria menggeplak lengan Hara dengan kesal begitu Hara menaiki motor ducati-nya itu. "Nanya doang ya bangke!. Gue gak tau lo punya motor. Apalagi, ducati anjir? Ini ducati panigale kan? Bangsat Hara, lo dapet duit dari mana?! "
"Hah?. " Hara menoleh bingung.
"Lo dapet duit dari mana?!" Tanya Aria dengan penekanan di setiap kata.
"Ga dapet dari mana-mana. Kan ada di rekening gue. Udah ah, cepet naik lo. Apa mau gue tinggal? "
Aria tak bisa berkata-kata lagi, ia naik di boncengan motor Hara. Bahkan selama perjalanan pun, Aria berpikir sekaya apa Hara sebenarnya?. Sekarang semuanya tampak aneh di otaknya. Mobil yang biasanya dikendarai Hara itu adalah mobil BMW, Aria tak paham seri apa hanya saja dengan brand BMW itu sendiri bukannya sudah cukup mahal?. Lalu apartemen Hara yang walaupun tampak minimalis namun Aria bisa menebak kalau sewanya saja sebulan bisa lebih dari 8 juta. Dipikir lagi, Hara itu walau terkadang berpenampilan seperti gembel. Pakaiannya hanya kaos, celana pendek, jeans dan juga sandal buluknya itu namun Aria baru sadar juga setelah semalam menginap, itu semua adalah barang branded. Lagi-lagi kapasitas otak Aria seolah dipaksa menciut oleh kekayaan Hara yang tanpa sadar terlihat, motor ini. Motor ducati panigale ini bukannya punya harga lebih dari 700 juta ya?.
Terlalu fokus dalam pikirannya, Aria sampai tak sadar kalau mereka kini telah sampai di sekolah. Matanya mengerjab saat menyadari Hara tengah membantu melepas kaitan helm yang ia kenakan.
Aria seakan tersihir, mata Hara itu memang sangat mempesona ya?. Lalu, rahang tajam itu, sejak kapan itu ada di sana?. Dan bibir penuh itu, benarkah Aria pernah mencicipinya?. Kenapa Aria sama sekali tak ingat?. Harusnya Aria mengingat rasanya kan?. Apakah Aria harus mencobanya lagi?.
Plak!
"Bangsat" Umpat Aria saat Hara dengan sengaja memukul helm yang masih di kepalanya. "Gak usah dipukul!. "
Hara mengangkat bahu tak acuh, lalu melanjutkan melepaskan helm Aria dari kepalanya. "Jangan ngelamun, di belakang lo banyak yang lewat"
"Hah? Apa sih? Gak ada ora--" Kalimat Aria terputus saat ia menoleh ke belakang. Ada banyak hantu yang hilir mudik kesana-kemari di sekitarnya. "Anjing"
Hara terkekeh, lalu menarik lengan Aria menuju kelas mereka. "Kayaknya karena kemarin lu nemuin tulang-tulang mayat itu, jadi mereka makin tertarik sama lo. Hal-hal berbau mayat apalagi untuk sebagian yang ditemukan dan meninggal secara gak normal, biasanya membuat hantu-hantu itu jadi tertarik sama lo. Karena aura lo jadi lebih kelihatan di mata mereka."
Mendengarnya membuat Aria menggerutu tak jelas, kesal. Jujur saja, Aria memang tak masalah bertemu hantu ataupun berkomunikasi dengan mereka. Namun, sebisa mungkin Aria akan meminimalisirnya. Karena kenyataannya ia harus menjaga jarak dari mahluk-mahluk yang memang tak semestinya nampak di dunianya.
"Oh iya, kata ayah kemungkinan nanti sore hasil autopsinya udah keluar. Gue mau nyuri-nyuri kesempatan buat copy laporan hasil autopsinya" Ujar Aria.
"Heh?! Gila ya?! Buat apa?! "
"Ya penasaran aja, lagian salah siapa pembunuhnya naro tulang di kamar gue? "
Hara mendorong kepala Aria dengan kesal. "Gak gitu konsepnya goblok! "
"Jangan ditempeleng ya kepala gue! Ini mau buat nyelidikin kasus! "
"Ck. Bodo amat ya Aya. Gue gak mau ikut-ikutan"
"Dih kok gitu?! "
"Gak mau pokoknya gak mau Aya!. Itu ngelanggar aturan lo tau gak si?! Lagipula udah ada polisi! "
"Ih, Ara tau gak sih kalau polisi itu kebanyakan pada bego? Mereka jadi polisi karena orang dalam!. " Tanpa sadar, baik Aria maupun Hara memakai panggilan Aya-Ara yang sempat di hujat mentah-mentah oleh Aria selaku pencipta panggilan itu sendiri.
"Heh! Bapak lo bego juga berarti? " Tanya Hara dengan kesal. Mulut Aria ini memang harusnya disumpal saja. Hara mencemooh image dingin pemuda mungil yang sering dielu-elukan oleh anak-anak dari kelas lain. Dingin?. Cuih!.
"Ya ayah gue gak bego lah anjir. Tapi tetep, pinteran gue! "
Satu lagi fakta mengenai Aria, dia itu narcissistic. Walau bukan ditahap yang parah, namun self love Aria ini sangat tinggi. Dia menyadari betul segala kelebihan dan kekurangannya. Aria itu akan menonjolkan 10 kelebihan jika ia mempunyai 1 kekurangan. Sosok sempurna bagi siapapun.
Begitu mereka memasuki kelas, Aria langsung melepaskan genggaman Hara di lengannya. Ia langsung menuju tempat duduknya lalu menarik Anin mendekat, memperlihatkan sesuatu di ponselnya yang Hara tak tahu apa itu.
Hara menghela napas, kapan ya Aria bisa sedekat itu dengannya?.
Tbc.
Hai hai, aku balik hehehe...
Btw, love language mereka emang adu bacot. Jadi jangan kaget kalau mereka sering melempar umpatan satu sama lain...See you when i see you guys....
KAMU SEDANG MEMBACA
GHOST || HYUCKREN (DISCONTINUED)
ФанфикAria tidak pernah menyangka bahwa kehadiran Hara di hidupnya membawa berbagai macam kondisi aneh yang membuatnya hampir gila. Sebuah insiden yang ia alami karena kebodohannya yang mabuk malah membawanya menuju pandangan baru mengenai dunia lain yang...