Chapter 14: D n G

5 2 0
                                    

Kalian bisa tinggalkan jejak berupa voment ★💬 sebagai dukungan, terimakasih ....

Happy Reading^^

*****

Tok, tok, tok.

"Fahmi ..." panggil Airin.

Kriet ....

Fahmi membuka pintu, sorot mata kosong, tajam dan dingin langsung diperlihatkannya. Wajah pucatnya menambah kesan mengintimidasi dari sosok Fahmi.

"Apa?"

"Em itu ... ula mau nanya, kamu liat buku tulis yang sampulnya warna biru nggak? Kata ibu semalem kamu mau pinjem buku ula, jadi siapa tau kamu liat."

Fahmi tak menjawab, hanya tatapan dingin yang dia berikan pada sepupu tirinya itu.

Airin menunduk, dia tahu apa maksudnya itu. "Yaudah deh kalo nggak liat, nggak pa-pa. Makasih," ujar Airin kemudian pergi.

Fahmi pun menutup pintu kamarnya kembali.

Airin mencari-cari lagi, kali ini dibantu ibunya. Tapi hasilnya tetap nihil, alhasil Airin pun menyerah dan memilih untuk bicara pada Feno.

"Feno," panggil Airin sambil mendekat.

Feno mengalihkan pandangannya dari jendela lantai 2 yang tadi menampakkan sosok pemuda berwajah pucat, "Eh Ula! Kok lo lama banget sih! Capek gue," sergah Feno merasa kesal.

"I-iya ... maaf ya sebelumnya, bukunya Feno ilang," ungkap Airin.

".... APA!!! Kok bisa ilang?! Pokoknya harus ganti itu buku gue dan jangan lupa tulis materi yang udah pernah dipelajarin di kelas, tugasnya juga jangan sampek lupa!"

"I-iya ... ula bakal tanggung jawab."

Setelah berkata demikian, Feno pun memutar gas motornya sehingga motor yang sedang dia naiki berjalan menjauhi rumah Airin.

Airin menghela napas. "Ha ... ula harusnya simpen buku itu baik-baik!!! Apes banget," batin Airin.

Motor butut peninggalan kakek memasuki halaman rumah Airin. Zidan turun dari motor butut tersebut setelah memarkirkannya dengan benar.

"Ula pulang sama siapa tadi huh? Bang Zidan cariin kemana-mana nggak ketemu! Ditelpon nggak diangkat! Kalo Ula ilang bisa rempong seisi rumah lho."

".... Iya maaf Bang Zidan. Tadi ula pulang sama temen."

"Huh ... bikin capek aja," ujar Zidan melangkah masuk ke dalam rumahnya.

𖣀𖣀𖣀

Dira dan Gilang sudah duduk di kursi masing-masing, menghadap meja di restoran yang tengah mereka singgahi. Dira hampir tak percaya Gilang akan membawanya ke sana. Dan tempat itu kesannya sangat mewah dan romantis, gara-gara hal itu Dira jadi kesal karena TAKUT BAPER.

"Lo dapet duit dari mana Lang? Tumben banget ngajak gue ke tempat mewah gini," ujar Dira terlihat menatap Gilang dengan tatapan curiga. Siapa tahu kan Gilang habis melakukan tindakan kriminal.

"Ehehehe ... bokap gue baru balik dari luar negeri, gue dikasih uang banyak. Jadi, gue ajak aja lo ke sini, nggak setiap hari juga."

Mendengar jawaban Gilang, Dira tampak sedikit lega, "Gitu ya, seneng gue dengernya," ujar Dira.

Seorang waiters mengantarkan pesanan mereka, dan menaruhnya di atas meja. "Silakan pesanannya."

"Terimakasih."

"Sama-sama, permisi."

Dira langsung hendak menyantap hidangan menggoda di depannya. Tiba-tiba, tangan Gilang menabok punggung tangan Dira. "Do'a dulu ya cantik."

𝐑𝐄-𝐌𝐀𝐉𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang