Chapter 18: Fakta Tentang Feno

5 3 0
                                    

Kalian bisa tinggalkan jejak berupa voment ★💬 sebagai dukungan, terimakasih ....

Happy Reading^^

*****

Hari Senin, seusai upacara bendera Airin langsung menyerahkan buku Kimia yang sudah dijanjikan Airin akan dikembalikan pada Feno.

Feno merasa heran dengan wajah Airin yang sembap seperti habis menangis. "Heh, lo kenapa hah?"

Dira sedang berbunga-bunga karena baru jadian dengan Gilang kemarin. Rasanya hidupnya lebih semangat, entah kenapa? Dira sampai melupakan hal-hal di sekitarnya. Pokoknya dia bodoamat yang penting saat ini dia sedang senang. Gilang itu istimewa bagi Dira dan selalu memperhatikannya.

"Feno, kamu kemaren kemana?" tanya Airin.

Feno mengernyitkan alisnya, heran dengan pertanyaan Airin. Sejak kapan dia jadi kepo soal kehidupannya? Tapi apa ruginya dia memberitahu. "Gue kemaren ke rumah nenek. Kenap–"

"Terus?"

"Terus? Oh, ziarah ke makam abang gue."

"ABANG SIAPA?!" sergah Airin sambil mengebrak meja Dira. Dira sampai kaget dan alhasil kebahagiaannya kabur entah kemana digantikan kekesalan pada Airin.

".... Woi Ula! Bikin kaget aja lo!"

"UDAH KAMU DIEM AJA BISA GAK SIH!!!" bentak Airin pada Dira.

Dira bungkam dengan sikap Airin kali ini. Sepertinya dia sedang sangat marah atau ... sesuatu yang lebih keingintahuan tetap tidak mau disela.

"Abang Feno siapa? Kasih tau ula sekarang."

Feno bergeming sebentar. ".... Namanya Akhwan."

Bahu tegang Airin tiba-tiba menurun. Dia menatap langit-langit, mencoba mengambil napas lewat mulutnya. "Apa ini abang kamu?" tanya Airin sambil menunjukkan foto di galerinya yang dia ambil dari buku kenangannya di rumah.

"Dia Akhwan kw."

"Hah?"

"Emang ada–" sahut Dira.

"KAMU DIEM AJA DIRA!!!" bentak Airin pada Dira. Kok dia galak sih sekarang, serem juga dia.

"Abang gue udah meninggal 13 tahun yang lalu pas dia umur lima tahun."

"Maksudnya gimana Feno?! Jelas-jelas ula pisah sama dia pas SMP kelas satu!!! Kalo bener dia meninggal pas umur 5 tahun, harusnya saat ini dia kelas 12 SMA, tapi kenapa waktu SMP dia sekelas sama ula?! Emang siapa yang jadi Akhwan kw itu hah?"

Feno menghela napas panjang. Dia menyandarkan punggungnya di punggung bangkunya. Feno menyeringai melihat Airin bingung dan sudah menangis begitu. Bahkan semua teman-teman sekelasnya merasa heran terutama Dira.

"Udah jelas jawabannya ada di depan mata lo Ula. Kenapa lo itu gak peka sih? Bahkan, pertama kali gue ketemu sama lo aja gue udah paham, itu sebabnya gue selalu liatin lo dari awal," ujar Feno.

Dira manggut-manggut, pantas dulu si Feno kepo sekali pada Airin, mungkin saat itu Feno ingin memastikan lebih dalam bahwa Airin itu orang yang sama atau tidak.

"T-tapi kenapa kamu pake nama Akhwan?!"

"Sebenernya gue gak mau Ula. Semenjak kepergian bang Akhwan, ibu selalu panggil gue Akhwan. Dia gak rela bang Akhwan meninggal, dan melihat kemiripan gue sama bang Akhwan itu ibu mulai menganggap bang Akhwan masih hidup dan Feno yang meninggal. Sejujurnya gue mau lo tau nama asli gue. Tapi kalo gue lakuin hal itu nanti ibu tau dan akhirnya stress."

"Oh ..." sahut mereka semua ber-oh mendengar penjelasan Feno. Padahal mereka tidak tahu apa-apa.

"Lah kenapa lo pada nguping hah?"

"Situnya aja koar-koar, gimana kita gak denger coba," sahut salah satunya.

"CIH!" respon Feno.

"Ula gak terima semua ini!!! Kamu pasti bo'ong. Akhwan dia itu baik gak kaya kamu!" ujar Airin tak terima, dia langsung pergi entah kemana, padahal jam KBM sebentar lagi dimulai.

Feno hanya diam saja. Hatinya merasa sedih, rasanya semua orang tak menginginkan sosok Feno. Ibu, Airin, dan ayah. Ya ayah, jika benar dia menghargai perasaan Feno, harusnya dia perlahan-lahan menjelaskan pada ibu. Tapi ayah malah menyuruhnya untuk terus berpura-pura di hadapan ibu, membohonginya agar dia senang.

Kenapa tak ada yang menginginkannya? Apa Feno setidak berharga itu di mata mereka? Feno juga manusia, meskipun sebagai laki-laki dia berusaha bersikap bodoamat dan acuh, tapi jika terus menerus di hantam, sakitnya akan terasa juga.

Dira menepuk bahu Feno. "Tenang aja ... musuh lo ini kali ini siap membantu lo. Pertama-tama, JANGAN SEDIH DULU!!!" teriak Dira di kuping Feno.

Feno mematung mendengar teriakan Dira yang super kencang itu.

"Iya tuh Fen!!! Lo jangan sedih dulu!!!" sahut lainnya. Satu persatu dari teman sekelasnya tiba-tiba menyemangati Feno yang sedang sedih itu. Rasanya aneh sekali, Feno merasa senang mereka menyemangatinya.

𖣀𖣀𖣀

"Hiks. Ula gak percaya Feno itu Akhwan. Mana mungkin dia Akhwan!" gumam Airin merasa kesal.

Seorang guru berjalan berlawanan arah dengannya. "Hei, kenapa kamu masih di sini. Ini sudah masuk jam KBM. Cepat kembali ke kelas kamu," ujar guru tersebut.

"Em. Iya Bu," ujar Airin kembali ke kelas. Di dalam kelasnya ternyata sudah ada guru yang mengajar. Airin pun dengan sopan masuk ke dalam, "Maaf Bu saya abis dari luar. Anu ... em–"

"Kamu saya hukum."

"Heh? Tapi kan–"

Feno masuk ke dalam kelas. Sebenarnya dia baru saja habis mencari Airin. Rasanya hati Feno kesal sekali Airin tak mau menerimanya sebagai Feno. "Maaf–"

"Kamu saya hukum juga!"

"He ... tapi kan–"

"Berdiri di luar kelas kalian berdua. Kalau perlu bersihkan depan kelas. Pokoknya! Saya ndak mau murid-murid saya telat mulai dari sekarang. Ngerti yo?!"

"Iya Bu ..." sahut semua murid.

Airin dan Feno pun keluar dengan perasaan kesal. Setelah 2 remaja itu keluar guru yang tadi menghukum mereka mengacungkan jempol pada murid-muridnya.

"Bu Heni aktingnya lumayan bagus Bu! Ikut main sinetron aja ..." ujar salah satunya.

"Wah, iso wae kamu. Saya tambahin nilai sikap kamu yo."

"Wah!!! Makasih Bu!!! Gak nyangka saya."

"Bu Heni ternyata baik!!!" seru mereka kompak.

"Saya tambahin nilai sikap kalian semua kalo gitu."

"HAH!!! BU HENI YANG TERBAIK!!!"

"A plus."

"WAH!!!"

Seisi kelas riuh karena bu Heni kalau dipuji menambahkan nilai. Sebagai murid baik yang berlomba-lomba mendapatkan banyak nilai, mereka sahut-sahutan memuji bu Heni, bu Heni cantik lah, baik lah, manis lah, "Bwaik tenan ah ...." Pokoknya BANYAK!!! Saking banyaknya bu Heni bingung dan malah mencoret semua nilai yang tadi dia tulis, alhasil tidak ada satupun yang dapat nilai tambahan. Kasihan ....

"Owalah ... Bu Heni jadi pusing. WOKE! BUKA BUKU FISIKA KALIAN! CAPCUS KE PAPAN TULIS DAN CATET SEMUA APA YANG IBU TULIS, ngerti yo!" teriak Bu Heni memulai KBM sambil beranjak berdiri di depan papan tulis.

*****

Kasian banget mereka, makanya jangan over!

Terimakasih sudah datang berkunjung. Jangan lupa vote dan komennya ya^^

To Be Continued ....

𝐑𝐄-𝐌𝐀𝐉𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang