Chapter 17: Ungkapkan Rasa! Dan Siapa Itu Akhwan?

2 2 0
                                    

Kalian bisa tinggalkan jejak berupa voment ★💬 sebagai dukungan, terimakasih ....

Happy Reading^^

*****

Ririn dan Akhila langsung berlari untuk mengantre di wahana Rollercoaster. Mereka girang sekali, Dira yang tidak mau ketinggalan akhirnya mengejarnya, Gilang juga.

Mereka duduk di tempat tersedia secara berpasangan kemudian memakai pengaman. Akhila dengan Ririn dan Dira dengan Gilang.

Gilang terlihat diam saja, tapi si Dira pucat seperti mayat. Gilang meringis kesakitan saat Dira malah meremas tangannya. Jadinya seperti suami yang menemani istri saat proses persalinan, haha.

"Sakit woi! Lepasin," kesal Gilang padahal belum jalan lho keretanya.

"Gue takut Lang. Pokoknya gue kesel sama Akhila dan Ririn. Gue sumpahin Ririn berjodoh sama ketos," ujar Dira.

Gilang merasa heran dengan ucapan itu. "Gila lo? Itu sumpahan cakep Dir!"

"Enggak buat Ririn," jawab Dira sambil menyeringai.

"Jahat. Terus Akhila gak lo sumpahin?"

".... Gak ah, kasian, dia kan Gadis Cermin. Nanti dia balik nyumpahin gue gimana? Wah gawat," jawab Dira.

Gilang tak menanggapi ucapan Dira, dia hanya menatap Dira dari samping lekat-lekat. "Kenapa ya gue bisa suka sama cewek aneh kaya Dira? Selera lo bad banget sih," pikir Gilang.

"Dir, sebenernya gue suka sama lo," Gilang speak up soal perasaannya.

Detik itu Dira seketika membatu memandang Gilang dengan tatapan tak percaya.

"Ini jujur dari lubuk hati gue Dir. Gue suka sama lo, semua yang di lo itu gue suka. Gue pengin hubungan kita bukan sekedar temen aja. Gue pengin kita lebih deket satu sama lain Dir. Gue pengin semua orang tau Dira yang galak itu punya nya Gilang."

"Gilang?"

"Mau kan jadi pacar gue? Gue emang remaja labil, tapi perasaan gue ke lo bukan main-main."

Wajah Dira memerah, bibirnya masih terkantup. "Gue juga suka sama lo Lang."

Mendengar jawaban Dira, Gilang tampak tersenyum lebar, dia kelihatan sangat bahagia.

Sebuah pengumuman mengatakan bahwa kereta akan segera meluncur. Wahana Rollercoaster itu pun segera berjalan. Awalnya biasa saja, tapi setelah itu tidak jadi biasa.

"AAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!"

𖣀𖣀𖣀

Airin dan Fahmi sedang berziarah ke makam kedua orang tua Fahmi. Fahmi terlihat sangat serius membaca do'a.

Di sisi lain, keluarga Feno menghampiri seorang wanita yang sedang berjongkok di samping sebuah makam. Mereka tahu ibu di sana dari nenek.

"Assalamu'alaikum ibu," ujar mereka.

Ibu yang masih merenung di samping makam seketika mendongak dan sangat terkejut dengan kedatangan mereka. "Mas? Caca? Akhwan?" gumannya.

"Akhwan?" batin Caca melirik ke arah Feno.

Ibu langsung memeluk Ayah, kemudian Caca lalu Feno. Yang dipeluk paling lama ialah Feno, seakan Ibu sangat merindukannya, bahkan sampai menangis. Ayah paham dengan apa yang dirasakan oleh istrinya.

Setelah merasa puas mereka mulai berjongkok di samping makam seorang anak kecil bernama Akhwan.

Jadi, Akhwan dan Feno adalah kakak beradik. Mereka selisih 2 tahun, tapi Akhwan meninggal dunia di usianya yang masih sangat belia, yaitu 5 tahun, itu artinya Feno saat itu berumur 3 tahun, sementara saat itu Caca belum lahir.

Ibu jelas sangat menyanyangi Akhwan sampai-sampai dia tak percaya sampai sekarang bahwa Akhwan telah tiada. Melihat kemiripan Feno dengan Akhwan, Ibu mulai menganggap Feno adalah Akhwan padahal Akhwan telah tiada, dan Ibu seakan setengah sadar akan hal itu. Feno awalnya jelas tak suka dia panggil Akhwan, seakan Ibu tak pernah merasa memiliki anak bernama Feno.

Suatu hari saat usia Feno 7 tahun, Feno mengatakan bahwa dia bukan kak Akhwan melainkan Feno. Hal itu jelas membuat Ibu jadi stress. Ibu frustasi, dan Ayah bilang pada Feno bahwa dia harus menjadi Akhwan saat bersama Ibu. Tapi Feno tidak mau, karena saat Ibu memperlakukannya seperti Akhwan, maka Ibu selalu melarangnya bermain seperti anak laki-laki lain.

Ketahuilah, Akhwan punya penyakit dulunya. Mungkin itu sebabnya Ibu yang mengira Feno Akhwan melarangnya untuk bermain dan tetap ada di rumah bersamanya.

Melihat Ibu yang tampaknya sangat menyanyangi kakaknya membuat hati Feno merasa sedih. Tapi jika dia mengaku, Ibu akan stress Feno tak mau hal itu terjadi juga. Bahkan ya, sejujurnya Ibu mengiranya Feno yang telah tiada, dan berniat mengganti patok kuburan. Itu sungguh menyedihkan bagi Feno, padahal dia masih hidup lho!

Akhirnya dia memilih untuk menjalani apa yang sudah ditakdirkan untuknya dan membiarkan waktu yang perlahan membuka rahasia.

Dan soal Airin, Feno bertemu dengannya di Jakarta, dan menjadi sahabat. Awalnya Feno ingin memberitahukan nama aslinya, tapi Ibu terus-terusan memanggilnya Akhwan. Alhasil Airin tahunya yang jadi sahabatnya itu Akhwan.

Dan saat awal SMP Feno pindah karena harus ikut Ibu tinggal di tempat asalnya karena kakek sakit. Itu yang membuat Airin dan Feno berpisah. Tapi meskipun begitu, Feno janji padanya untuk kembali, dan sepertinya Airin percaya akan hal itu, tapi memang benar sih Feno menepatinya, tapi bukan sebagai Akhwan.

Hanya beberapa bulan Feno bersekolah di sana sebelum kakeknya meninggal dunia. Setelah itu, dia kembali ke Jakarta, dan Ibu tetap tinggal untuk menjaga ibunya. Pindah ke Jakarta, Feno tidak sekolah di SMP yang sama seperti sebelumnya. Saat itulah, Feno merubah dirinya, dari Akhwan kw menjadi Feno. Hal yang dia suka, mulai dari gaya pakaian, rambut dan nada bicara.

Feno adalah pribadi yang bertolak belakang dengan Akhwan yang lembut dan friendly, serta sopan. Dan tampaknya hal itu membuat Airin tak sadar bahwa pemuda yang selalu bertemu dengannya itu adalah sahabatnya.

Ibu melepaskan pelukannya. "Ibu seneng banget liat kalian, lebih-lebih kamu Akhwan."

"Iya Akhwan juga seneng, kangen deh."

"Bisa aja Akhwan ...."

Di sisi lain Airin dan Fahmi sudah selesai berziarah ke makam orang tua Fahmi. Mereka pun beranjak pergi, Airin tampak berjalan mengikuti sepupu tirinya itu, karena jujur saja dia lupa jalan keluar dari pemakaman.

Oh ya, jangan tanya bang Zidan me mana, dia sibuk sekali sehingga tidak bisa ikut berziarah.

"Fahmi kita langsung pulang atau mampir dulu gitu ke warung. Ula laper banget tau," keluh Airin.

Fahmi hanya diam saja tak menjawab perkataan Airin. Airin menghela napas berat menanggapi sikap cuek Fahmi yang sepertinya abadi.

Tiba-tiba tatapan Airin tertuju pada beberapa orang yang juga sedang berziarah. "Feno?"

Bugh!

Airin menabrak punggung Fahmi karena pemuda itu tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Aduh ... Fahmi? Kenapa."

".... Kunci motor," ujar Fahri langsung kembali ke makam orang tuanya.

"Kenapa? Ketinggalan ya? Huh, dasar ceroboh," kesal Airin, dia kembali mengarahkan pandangannya ke beberapa orang itu. "Iya itu Feno deh? Ah, tapi masa dia di sini? Aneh deh? Gak mungkin ah. Eh! Tapi kalo diliat-liat itu emang Feno. Dan ibu itu kaya gak asing?" batin Airin.

Beberapa orang itu pergi. Airin yang kepo berat mendekat. "Kalo bener itu Feno harusnya makam ini ada nama turunan ayahnya Feno. Kalo gak salah sih Aziz," gumam Airin mengingat-ingat. Dia melihat ke patok kuburannya. Mata Airin tiba-tiba terbelalak melihat tulisan di patok tersebut.

"Akhwan?"

*****

Kasian banget gak sih si Feno?! Kayanya dia rumit dan penuh rahasia banget deh.

Terimakasih sudah datang berkunjung. Jangan lupa vote dan komennya ya^^

To Be Continued ....

𝐑𝐄-𝐌𝐀𝐉𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang