12. The Blue's Butterfly

58 23 1
                                    

12. The Blue's Butterfly

Gaayra tak tega membiarkan Ovie pergi menyusul Sameer dan Aina Kaca sendiri. Bukan apa-apa, Gaayra hanya takut Ovie berbuat macam-macam tanpa sepengetahuannya. Akhirnya, Gaayra menemani Ovie kemanapun pria itu pergi.

Ovie tidak tahu dia berjalan ke arah mana, dia hanya ingin berjalan menghindari Gaayra yang terus membuntutinya. Kalau diingat-ingat lagi, ini adalah pertama kalinya Ovie diikuti gadis cantik dalam sejarah hidupnya.

Dia jadi ingat pernyataannya pada Sameer saat masih di hutan. Saat itu dia bersumpah jika suatu saat akan ada gadis cantik yang mengejarnya. Rasanya seperti jadi nyata. Sayang sekali, Ovie tidak senang karena gadis yang mengejarnya bukan manusia.

Mereka tak bicara sepatah katapun, hanya berjalan diantara pohon-pohon tinggi yang dihiasi para kunang-kunang. Batu warna-warni yang Ovie injak menyala lebih terang di tengah kegelapan malam.

"Hmm.." Gaayra bersenandung.

Ovie merasa bulu kuduknya berdiri, badannya terasa dingin seperti terkena guyuran es seember. Tak lama Gaayra bersenandung, Ovie tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Gaayra berhenti bersuara, dia berjalan memutar hingga kini berhadapan dengan Ovie yang memandang kosong ke depan.

"Ikuti aku," kata Gaayra. Ajaibnya, Ovie langsung mengangguk dua kali dan segera mengikuti Gaayra dari belakang tanpa perlawanan.

Ya, suara Gaayra telah menghipnotis Ovie.

🌼🌼🌼

"PERHATIKAN BATASANMU, AINA KACA!"

Aina Kaca sontak menoleh ke atas, tepatnya ke arah sumber suara. Cahaya silver yang terpantul pada sayap dan baju J begitu silau di mata Aina Kaca.

Rahang yang mengeras, tatapan yang tajam serta suramnya cuaca malam ini telah menggambarkan kemarahan J. Tepat ketika kaki J mendarat bersamaan dengan sayap abu-abunya yang menghilang di balik punggungnya.

Saat itu pula, Aina Kaca menyadari jika hujan salju emas yang gemerlapan sudah tidak muncul lagi. Berganti rasa cemas yang luar biasa, lebih tepatnya takut.

"Mau mencetak sejarah baru?" J berkata dengan dingin.

Aina Kaca meneguk ludah dengan susah payah sembari menundukkan kepala, dia tak berani memandang mata J yang tengah berkobar.

Langkah demi langkah, J mendekati Aina Kaca yang semakin gemetaran.

"Tidak ada peri yang mencintai manusia, sampai hari ini!" J melanjutkan, "kau pasti tahu kalau aku tidak akan tinggal diam!"

Rasanya sakit sekali mendengar perkataan J. Aina Kaca merasa kisah cintanya berakhir sebelum dimulai. Dia tidak berani menjawab beberapa saat, hingga dia ingat kata Sameer tadi. Aina Kaca pun membalas dengan suara pelan, "bagaimana jika aku bukan peri?"

"Apa maksudmu?" J bertanya-tanya.

Aina Kaca memberanikan diri untuk mendongak dan membalas tatapan tajam J. Meski sulit sekali untuk menatapnya lama-lama.

"Aku tidak punya sayap, ataupun kekuatan," kata Aina Kaca. "Aku tidak terlahir seperti kalian, kemungkinan besar kalau aku memang bukan salah satu dari kalian."

AINA KACA (The Light's Stone)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang