Tengah hari yang terik. Sabrina baru saja sampai di toko setelah semalaman menangis, tidur menjelang subuh, dan baru bangun saat posisi matahari sudah lebih dari empat puluh derajat.Singkat kata Sabrina kesiangan.
Bukan masalah besar sebenarnya mengingat Sabrina beraktivitas di toko miliknya sendiri. Tidak ada rentetan omelan dari bos yang harus didengar. Atau sindiran sesama pekerja yang berkata jika Sabrina keenakan bangun siang. Apa pun itu.
Kedatangan Sabrina disambut dengan tatapan terkejut Tiwi dan Agus. Sedikit banyak Sabrina sudah dapat menebak penyebabnya, tetapi tetap saja rasanya jengah diperhatikan sedemikian rupa.
"Matanya kenapa, Mbak? Kok bengkak gitu?" Agus tidak dapat menahan rem di mulutnya untuk mengajukan tanya.
Belum satu pertanyaan terjawab, sudah muncul yang lain.
"Terus juga tumben jam segini baru datang, Mbak? Apa ada masalah di rumah?"
"Enggak ada apa-apa. Udah sana kalian kembali bekerja," balas Sabrina ketus. Mengibaskan tangan agar kedua pegawainya segera enyah dari pandangan.
Sabrina menurunkan pantat di kursi kasir. Memijat kepalanya yang sedikit terasa pening. Mengompres mata selama hampir satu jam ternyata tidak menimbulkan perubahan signifikan. Mengingat Tiwi dan Agus masih bisa menyadari.
Tangannya merogoh tas dan mengeluarkan cermin kecil dari sana. Menatap pantulan wajahnya yang masih terlihat kacau.
"Bagaimana mau menemui pelanggan kalau begini bentuknya?" rutuk Sabrina. Menaruh kasar cermin ke atas meja.
Sepanjang hari itu, Sabrina berusaha untuk fokus mengurus toko sebagaimana biasa. Mengenyahkan nama Mahen yang terus bergaung dalam ingatan. Menyibukkan diri dengan apa saja yang bisa dilakukan demi melupakan unggahan di akun instagram Sasa semalam.
Hingga petang datang, Sabrina melanjutkan kegiatannya merangkai buket bunga yang harus selesai besok pagi. Berdasarkan informasi, bunga tersebut akan digunakan oleh pelanggan untuk melamar kekasihnya. Jelas Sabrina ingin yang terbaik untuk membuat sang pelanggan puas di hari bahagianya.
Sabrina meluruskan kaki di lantai. Sedikit pegal karena sedari tadi bertahan di posisi yang sama. Menjelang malam seperti ini, biasanya pelanggan yang datang langsung ke toko bisa dihitung jari.
"Mbak Sabrina, ada pelanggan yang datang."
Sabrina menengok dan melihat Tiwi berdiri tidak jauh darinya. Menunjuk ke arah pintu masuk.
Namun, Sabrina terlalu malas untuk beranjak. Lagipula, tempat Sabrina duduk melantai juga tertutup sehingga tidak dapat melihat siapa yang datang.
"Kamu sama Agus aja yang urus."
Tiwi menunjukkan raut bingung yang kentara. Semacam ingin berbicara sesuatu, tetapi ragu.
"Orangnya mau sama pemilik langsung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ngegebet Mantan (Lagi!)
ChickLitSabrina (27), wanita dewasa yang ternyata gagal move on dari sang mantan-Mahen (30). Walau kesibukannya sebagai florist menyita perhatiannya, nyatanya bayangan Mahen selalu memenuhi kepalanya. Bahkan ia lebih rajin memantau sosial media Mahen diband...