11. Ketahuan Bohong

81 8 0
                                    

Rasanya baru sebentar Sabrina terpejam, matahari sudah menyapa dari balik jendela yang dibuka Rossa. Wanita yang sudah melahirkannya itu tersenyum hangat.

"Selamat pagi, Sayang."

Sabrina membalas senyuman tersebut tanpa tenaga. Matanya masih berat karena semalam begadang membuat tiga buket bunga sekaligus. Namun, Sabrina juga tahu sekarang bukanlah saat yang tepat untuk bermalas-malasan.

"Katanya mau beli meja. Itu Agus udah nunggu di depan."

Rossa menghampiri kasur tempat Sabrina berbaring memeluk bantal guling. Tangannya menarik lembut selimut yang melingkari tubuh sang putri. Memintanya untuk segera beranjak.

"Emang sekarang jam berapa, Bu? Perasaan masih pagi," tanya Sabrina heran. Tatapannya mengedar dan baru sadar jika suasana sudah terang benderang.

"Jam 10.00, memangnya kamu bilang Agus suruh datang jam berapa?"

"Jam 10.00. Aku mandi dulu, deh."

Ibu keluar dari kamar Sabrina, membiarkan putrinya mempersiapkan diri. Sabrina berguling dari ranjang lantas bangkit berdiri. Merapikan tempat tidur seadanya dan bergegas ke kamar mandi.

Pilihan busana Sabrina jatuh pada rok berbahan jeans selutut dan juga kaos santai bergambar bintang tepat di bagian dada. Sepatu converse putih melekat pas di kakinya. Ditambah tas selempang berwarna senada. Wajahnya dipoles riasan tipis tanpa menunjukkan kesan berlebihan.

Setelah siap, Sabrina pun keluar dari kamar. Menghampiri Rossa yang tengah menyiapkan sarapan.

"Agus mana, Ma?" tanya Sabrina.

"Di depan. Disuruh sarapan sekalian enggak mau."

"Ya udahlah biarin aja. Paling dia udah makan tadi di rumah," balas Sabrina.

Duduk tepat di depan sang ibu, Sabrina mengambil roti tawar yang sudah diberi telur mata sapi beserta selada dan saos sambal. Salah satu menu sarapan favoritnya.

Sabrina makan dengan lahap. Enggan menyia-nyiakan sedikit pun makanan lezat yang dibuat Rossa.

"Mahen masih sering ketemu kamu?"

Kunyahan di mulut Sabrina seketika terhenti. Pertanyaan dari Rossa menyentuh gendang telinga dan teringat kejadian tempo hari.

Semenjak seminggu lalu, tepat setelah Mahen membawa Sasa ke tokonya, mereka tidak pernah bertemu lagi. Tidak pula ada pesan yang datang sekadar menanyakan kabar atau berbasa-basi. Dan Sabrina tidak ingin menjadi seseorang yang memulai semua itu.

Mengetahui putrinya yang kembali murung, Rossa merasa Sabrina sedang merasakan sesuatu. Sebagai seorang ibu, dia cukup tahu untuk tidak terlalu ikut campur urusan sang putri. Akan tetapi, ada waktu di mana dia ingin tahu apa yang terjadi. Sekadar untuk memastikan bahwa  putrinya baik-baik saja.

"Aku udah selesai makan. Berangkat dulu ya, Bu."

"Kalau memang masih cinta Mahen, kejar, dong. Jangan gegara gengsi, malah menyesal nantinya," celetuk sang ibu, karena tidak mendapati jawaban dari sang putri.

Sabrina lekas bangkit dan menyalami tangan Rossa tanpa membiarkannya bertanya lebih jauh.
Perihal Mahen, segala tentangnya masih membuat Sabrina acapkali merasa gamang.

Sabrina keluar rumah tergesa, mengagetkan Agus yang kala itu tengah duduk santai di teras sembari merokok. Mengetahui bosnya sudah siap pergi, Agus segera beranjak.

"Mau nyari meja di mana, Mbak?" tanya Agus. Menyalakan mesin mobil milik Sabrina.

Tadi begitu sampai di toko, Agus terpaksa menyimpan sepeda motornya dan datang ke rumah Sabrina menggunakan angkutan umum. Setelah dikabari oleh Tiwi jika Sabrina ingin membeli meja dan meminta Agus menemani sekaligus membantu membawakannya nanti.

Ngegebet Mantan (Lagi!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang