Tiga hari berlalu semenjak Sasa datang ke The Bloom Room dan memberitahu hubungannya dengan Mahen. Semenjak itu pula Sabrina jadi jarang berada di toko. Setiap menjelang makan siang dan jam pulang kantor, Sabrina pasti akan pergi. Ke tempat mana saja secara acak sesuai pilihan hatinya demi menghindari Mahen yang mungkin saja datang.
Sabrina bangkit dari ranjang dengan malas-malasan. Rencananya, hari ini dia akan pergi menemui salah satu calon pegawai baru yang akan direkrut. Sekaligus mencari hiburan agar tidak terus kepikiran Mahen dan Sasa.
Masih dengan rambutnya yang berantakan, Sabrina turun ke lantai bawah. Dilihatnya Rossa sedang menata sarapan di atas meja.
"Kamu hari ini jadi pergi?" tanya Rossa. Mendengar suara langkah kaki sang putri.
"Jadi. Udah janjian sama yang mau diinterview nanti siang," balas Sabrina. Mencomot sepotong apel yang sudah dikupas dari piring.
"Makan nasi dulu, Bri. Itu apelnya buat pencuci mulut," tegur Rossa.
"Aku sarapannya nanti aja habis mandi. Oh, ya! Stok sampoku masih ada enggak? Yang di atas habis, aku lupa beli."
"Ada di lemari." Rossa menunjuk ke arah lemari yang berisi persedian peralatan pribadi.
Sabrina beralih menuju lemari dan menemukan sebotol sampo berwarna merah yang biasa dipakainya di sana. Tangannya yang hendak mengambil benda tersebut berhenti seiring pertanyaan yang muncul dari Rossa.
"Mahen, kok enggak pernah kelihatan lagi?"
Bergeming selama beberapa saat, Sabrina memaksa ekspresi wajahnya agar terlihat biasa saja.
"Aku mandi dulu ya, Bu. Udah kesiangan, nih!"
Sabrina berlari ke kamarnya. Mencegah Rossa untuk bertanya lebih jauh. Entah sampai kapan akan seperti ini, yang jelas mendengar pertanyaan tentang Mahen dari orang terdekat hanya membuat Sabrina semakin sakit.
Sabrina melewatkan sarapan. Seusai mandi, dia langsung berpamitan pada Rossa dan masuk ke dalam mobil. Sekali lagi tanpa membiarkan Rossa berbicara banyak. Setelah itu berkendara dalam kecepatan sedang menuju salah satu kafe tidak jauh dari rumah.
Kafe Juminten namanya. Mengusung konsep jadul dengan bangunan yang sebagian besar terbuat dari kayu jati. Terlihat nyaman dan membuat pengunjung betah berlama-lama. Setidaknya, itu kesan yang bisa Sabrina tangkap.
Begitu melangkahkan kaki ke dalam kafe, mata Sabrina langsung menangkap sosok gadis yang mirip di foto yang digunakan saat mendaftar. Terlihat masih muda dan yang paling penting tidak berdandan heboh seperti mau pergi dangdutan. Duduk di salah satu meja yang berisi dua kursi berhadapan.
"Rena, ya?" sapa Sabrina. Menyerukan nama gadis tersebut.
Gadis yang dipanggil segera bangkit dari duduknya. Membungkuk sopan sembari tersenyum tipis.
"Iya, Mbak. Anda Mbak Sabrina?"
Sabrina mengibaskan tangan sekilas. "Jangan terlalu formal begitu. Kamu cuma mau kerja di toko bunga, bukan di perusahaan besar," balas Sabrina. Menampilkan senyum ramah yang membuat Rena turut mengubah raut wajahnya dari tegang menjadi santai.
"Udah pesan?" tanya Sabrina sembari membuka buku menu. Meskipun kafe tersebut dekat dengan rumahnya, tetapi Sabrina hanya pernah beberapa kali datang. Itu pun saat masih bersekolah dan diajak Rossa. Belakangan tempat makannya tidak jauh-jauh dari sekitar The Bloom Room, kantor Lani, atau kantor Mahen.
"Belum, Mbak."
"Kamu mau pesan apa? Biar nanti saya pesanin sekalian."
Sabrina harap, dia cocok dengan Rena agar tidak keluar terlalu banyak uang untuk menraktir setiap calon pegawai baru yang akan direkrutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ngegebet Mantan (Lagi!)
ChickLitSabrina (27), wanita dewasa yang ternyata gagal move on dari sang mantan-Mahen (30). Walau kesibukannya sebagai florist menyita perhatiannya, nyatanya bayangan Mahen selalu memenuhi kepalanya. Bahkan ia lebih rajin memantau sosial media Mahen diband...