ONE SIDE

143 21 3
                                    


Kirana turun dari motor Rui dengan hati-hati. Ia menggenggam erat kedua lengan tasnya sembari berbalik ke hadapan Rui.

"Makasih ya Rui," ucapnya gugup dengan kepala yang menunduk. Matanya menolah-noleh tak tenang ke sembarang arah, berusaha menghindari Rui yang bisa saja membuatnya semakin gelagapan nanti.

"Ya. Sama-sama," balas Rui begitu monoton.

Kirana menggigit bibir bawahnya cemas. Dia sengaja untuk tidak langsung masuk ke dalam rumah, soalnya ia ingin mengatakan sesuatu kepada cowok ini. Tetapi harus mulai darimana ya? Kirana ini bukan tipe orang yang pintar berkata-kata.

"Eum, anu.." Lirih Kirana ragu-ragu.

"Kenapa? Soal yang tadi lo udah ada jawabannya?" Rui membuka kaca helmnya, dan memperlihatkan matanya yang memandangi Kirana dengan penuh pertanyaan. Cowok itu menyandarkan kedua tangannya pada stang motornya, terlihat sedikit lebih tertarik untuk mendengarkan Kirana.

Kirana sedikit tersentak, "Iya—"

"Lo terima?"

Lagi-lagi Kirana tersentak, dia lantas menggeleng kuat. Cowok ini belum apa-apa sudah memotong kalimatnya saja.

"B-bukan itu," Sanggah Kirana semakin kalut dalam kegugupannya, apalagi saat menyadari bahwa Rui tampak semakin tak sabaran menunggu jawaban darinya, rasanya dia mau hilang saja dan pergi dari topik yang canggung ini.

"Berarti lo nolak gue?" Mendengar itu Kirana langsung menggeleng lagi.

"Bukan!""

"Berarti lo nerima gue dong?"

"Engga juga!"

"Terus?"

"Tolong kasih waktu buat mikirinnya, boleh?"

"Gaboleh."

"Boleh!"

Keadaan seketika menjadi hening saat Kirana mengeraskan suaranya. Baik Kirana maupun Rui, keduanya sama-sama tertegun sendiri dengan pertengkaran kecil mereka.

Rui lalu menggeleng, tampak mendengus dan terkekeh. Kirana bisa melihat bahwa Rui kemudian menunduk untuk menyembunyikan tawanya. Rui juga, tidak tega rasanya bila harus membiarkan cewek itu tertekan seperti ini.

"Yaudah boleh, sampe nanti malem," ujar Rui yang sontak membuat mata Kirana membulat sempurna. Nanti malam? Bukankah itu terlalu cepat untuk Kirana yang pastinya harus mikir seratus kali dulu?

"Tapi Rui, nanti malem terlalu mendadak. Lusa aja boleh?" Tawar Kirana kembali, dan Rui menggeleng.

"Gaboleh."

"Pas masuk sekolah loh, beneran gaboleh?"

"Gak. Gue maunya nanti malem."

"Yaudah, besok aja gimana?"

"Nanti malem."

"Besok, ya??"

"Nanti malem atau gue paksa buat jawab sekarang?"

Kirana bergeming di tempatnya. Hey! Itu pemaksaan namanya! Cowok ini ngebet banget sih minta jawaban darinya. Dia menembak Kirana pun begitu mendadak, Kirana juga pada dasarnya tidak begitu kenal dengan Rui, jadi bagaimana bisa dia menerimanya begitu saja?

Sementara dari balik helmnya, cowok itu tersenyum puas. Kirana berhasil dibuat bungkam dengan desakan yang dia berikan barusan, baguslah, lagipula Rui tidak suka menunggu. Yang dia inginkan hanyalah kepastian. Jika iya maka jawab iya, sekalipun tidak maka jawab tidak.

"Lo diem berarti iya. Pilih, mau sekarang apa nanti malem?"

Kirana menggeleng kuat guna menolak itu mentah mentah, "Oke! Nanti malem!" Finalnya dengan pasti, dan Rui hanya memperhatikan cewek itu dengan datar.

RUINDRA | GOU MINGRUITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang