HANDARA : 00

779 64 4
                                    

Brakkk!!!

Pintu itu dibanting dengan keras oleh seorang wanita cantik berusia dua puluh tahunan. Wanita itu menatap nyalang pada seorang laki-laki yang sepertinya sudah menunggunya sejak tadi. Sang laki-laki nampak santai sembari duduk di sofa dengan tangan bersidekap dada. Sementara sang wanita terlihat menaik-turunkan dadanya, menahan emosi.

"Aku gak perduli, aku akan tetap membuang bayi ini!" ujar wanita itu seraya menunjuk kearah perutnya yang besar. Usia kandungannya sudah sembilan bulan dan hanya tinggal menghitung hari untuk bayi itu dilahirkan.

Laki-laki itu berdecak malas. "Terserah. Aku gak akan ikut campur kok. Aku cuma ingin bilang, kalau anak itu dibuang terus ditemukan warga, bisa saja kamu akan dilaporkan ke polisi. Kamu akan dipenjara," jelasnya.

Wanita itu melotot, seperti ketakutan. "Terus aku harus bagaimana? Mana mungkin aku merawat bayi ini! Kamu tahu aku sudah bersembunyi dari awak media selama lima bulan! Aku tidak sanggup lagi!"

"Kamu rawatlah bayi itu secara sembunyi-sembunyi, orang-orang gak bakal tahu kok."

"Kamu gila! Kalau ketahuan bagaimana! Karirku bisa hancur!" Wanita itu menjerit frustasi.

Akhirnya laki-laki itu bangkit dari duduknya, menghampiri si wanita dan berdiri dengan jarak cukup dekat, lalu...

Plak!

Satu tamparan dilayangkan laki-laki itu kepada wanita tersebut, membuat wanita itu membeku seketika.

"Berani sekali kamu mengataiku gila? Bukannya kamu yang gila karena berhubungan badan dengan si sutradara bajingan itu, hah?" ucap sang laki-laki, wajahnya tegas dan matanya menyorot tajam.

Kaki wanita itu gemetar, tangannya berkeringat, ia sampai tidak sanggup mengangkat kepala sebab apa yang menejernya katakan itu memang benar. Ia sendiri yang sudah menghancurkan hidupnya, ia sendiri yang telah menghadirkan janin itu, ia sendiri yang membuat malapetaka.

"Kalau kamu berani melakukannya, maka kamu harus bertanggung jawab," tekan laki-laki itu.

"Aku... Aku tidak mau anak ini lahir, Orang-orang akan menghinaku..." lirih wanita itu, air matanya mulai menetes.

"Kalau begitu jangan sampai orang lain tahu."

Wanita itu tiba-tiba mendongak. "Aku tahu!" cetusnya, "aku akan menitipkan anak ini di panti asuhan," putusnya.

Laki-laki itu terdiam berpikir. Mungkin ini ide yang bagus agar karir mereka berdua tetap aman tanpa harus melakukan hal yang keji pada bayi itu.

"Baiklah. Kamu sudah mau mengandungnya saja sudah bagus. Jadi setelah ini biarkan dia hidup di panti asuhan," kata laki-laki itu, menyetujui usulan sang wanita.

***

Malam hari pada tanggal tujuh September, saat hujan deras mengguyur daratan bumi, bersamaan dengan suara petir yang saling bersahutan dari langit, seorang laki-laki menggunakan tuxedo mahal memberhentikan mobilnya di depan sebuah panti asuhan bernamakan YUDISTIRA. Laki-laki itupun keluar dari mobilnya tanpa perduli jika tubuhnya basah kuyup. Ia membuka pintu belakang mobil untuk mengambil sebuah keranjang bayi.

Laki-laki itu berlari menuju gerbang panti asuhan sambil membopong keranjang bayi itu di depan dadanya. Ia membuka gerbang itu lalu mendekati pintu utama panti. "Maafkan Om. Kamu harus tinggal disini agar semuanya selamat," tutur laki-laki itu setelah meletakan keranjang bayi tersebut di depan pintu.

Bayi di dalam keranjang itu tak terusik, ia tertidur pulas setelah diberi beberapa botol susu. Bahkan kulitnya masih kemerah-merahan sebab ia baru dilahirkan delapan jam yang lalu.

"Kamu bahkan belum sempat mencicipi asi dari ibu kandungmu sendiri, Nak. Kasihan sekali, tapi tidak ada pilihan lain."

Laki-laki itu mengusap wajahnya yang bercucuran air mata. Ia menangis, tentu saja, memangnya siapa yang tidak sakit hati melihat seorang bayi tak berdaya harus ditinggal di sebuah panti asuhan? Padahal bayi itu masih memiliki ayah dan ibu.

"Selamat tinggal," ucap laki-laki itu untuk yang terakhir kalinya sebelum akhirnya ia benar-benar pergi meninggalkan bayi itu.

Selepas kepergian laki-laki tadi, sang bayi tiba-tiba menangis dengan kencang hingga mampu mengalahkan suara derasnya air hujan. Sampai isak tangisnya terdengar oleh seseorang di dalam rumah panti itu.

Pintu pun terbuka, menampakkan sesosok wanita muda yang usianya masih dua puluh lima tahun. Wanita itu tersentak kaget melihat seorang bayi terlantar di depan pintu rumahnya. Tanpa pikir lama wanita itu langsung membawa bayi itu kedalam.

"Ya Allah, Ya Tuhan... Ini kedua kalinya ada orang yang meninggalkan bayi disini. Kasihan sekali kamu," ucap wanita itu sambil menggendong bayi tersebut untuk menenangkannya.



[]


HANDARA YUDISTIRA07-09-2007Bandung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HANDARA YUDISTIRA
07-09-2007
Bandung

HANDARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang