HANDARA : 07

207 25 4
                                    

Plak!

Tamparan keras mendarat di wajah Micki hingga wajahnya berpaling ke samping. Di depannya Ferdian berdiri dengan mata melotot tajam. Tadi pagi saat Ferdian bekerja, pihak sekolah menghubunginya dan melaporkan kelakuan Micki di sekolah. Tentu saja Ferdian marah besar. Ia tidak bisa menahannya lagi sekarang.

"KETERLALUAN KAMU!" hardik Ferdian.

Micki meraba pipinya yang berdenyut nyeri.

"Berapa kali ayah bilang JANGAN PERNAH MENGGANGGU HANDARA!"

Micki masih diam dengan napas memburu. Ia baru pulang larut malam sehabis main di tongkrongannya. Dan begitu tiba di rumah Ia langsung dihadiahi tamparan dari ayahnya.

"Sekali lagi ayah melihat kamu melukai Handara, ayah akan menyita semua fasilitas kamu!" ancam Ferdian tak main-main.

Micki mendelik kaget. "Apaan sih, Yah?! Segitu pentingnya dia sampe ayah lebih perhatian sama dia dibanding Micki?!" ujar Micki yang sudah tidak bisa menahan diri.

"Diam kamu!"

"Yang anak kandung ayah disini Micki atau dia?!"

Plak!

"MAS! ADA APA INI?!" teriak Anna histeris. Anna baru tiba di rumah setelah sibuk bekerja sebagai model. Ia terkejut melihat Suaminya yang baru saja menampar Micki.

Anna berlari menghampiri suami dan anaknya itu. Ia meringis melihat pipi Micki yang memar bekas tamparan. Ia hendak mengelus wajah Micki namun anak itu langsung menepis lengannya dengan kasar.

"Micki benci kalian!" teriak Micki sebelum akhirnya pergi meninggalkan Ayah dan Bundanya.

"Mas! Jelaskan ada apa sebenarnya!" Sekarang giliran Anna yang memarahi Ferdian.

Ferdian menghela napas panjang. Kepalanya terasa berat memikirkan sikap Micki yang sampai sekarang tidak bisa menerima kehadiran Handara.

Saat Ferdian menjelaskan apa yang terjadi kepada Anna, disisi lain Handara sedang terdiam sambil memperhatikan perdebatan keluarga ini dari kejauhan.

Handara merasa bersalah. Karena dirinya, keluarga ini menjadi berantakan. Apa Ia pulang saja ke panti asuhan?

***

Pagi harinya. Handara terlihat berjalan gontai menuruni tangga. Anna dan Ferdian yang sedang menunggunya di meja makan segera memanggil Handara.

"Sarapan dulu, Nak," seru Anna.

Handara tersenyum paksa, kemudian ikut sarapan disana.

"Handara, Om minta maaf atas perbuatan Micki kepada kamu kemarin," ucap Ferdian ditengah aktivitas sarapan mereka.

"Gak papa, Om."

"Om sudah memperingati Micki untuk tidak mengganggu kamu lagi."

"Terimakasih, Om." Handara tersenyum lega. Meski sebenarnya Ia tidak benar-benar lega. Handara tidak yakin kalau Micki akan berhenti mengusiknya.

"Handara, maafin Micki ya?" pinta Anna sambil menatap Handara dengan sendu. Ia sangat tidak enak atas kelakuan anaknya sendiri setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Iya, Tante."

Anna pun memeluk Handara sambil mengelus kepalanya dengan lembut. "Kamu anak baik, Micki gak pantes memperlakukan kamu seperti itu," tuturnya.

Handara hanya diam tanpa mengatakan apapun lagi. Ia akan berusaha menerima apapun yang akan terjadi padanya nanti. Lagipula Ia tidak berani pulang ke panti asuhan, Ia tidak tahu harus menjawab apa jika ditanya oleh Miranda nanti.

HANDARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang