HANDARA : 11

448 47 11
                                    

Bugh!

Kansas meringis melihat Micki yang baru saja menonjok wajah seorang murid laki-laki yang katanya masih kelas 10 itu. Tidak hanya sekali, Micki menghajarnya berkali-kali hingga murid kelas 10 itu babak belur. Selagi Kankas asik menonton kegiatan Micki sambil duduk di sofa tua yang ada di rooftop itu, Roy dan Leo malah sibuk berebut camilan yang diberikan oleh fans Kankas.

"Lo gak guna!"

Bug!

"Tolol!"

Bughh!

"Ngapain lo nyebutin nama gue, anjing!"

Dengan emosi yang membuncah Micki terus memukuli perut laki-laki itu, tak perduli jika laki-laki itu sudah muntah darah. Gara-gara laki-laki ini, yang aslinya bernama Dias itu Micki jadi terancam dikeluarkan dari sekolah.

"Mati aja lo!"

Bug!

"Stop." Kansas bangkit dari sofa lalu mendekati Micki dan Dias.

"Dia bisa mati," ucap Kansas, ia sedikit prihatin dengan kondisi Dias yang begitu mengenaskan.

"Emang itu tujuan gue," ketus Micki.

"Udahlah, lepasin dia." 

Micki mendongak melihat Kansas dengan raut tak terima. "Gue belum puas."

"Lagian lo gak jadi dikeluarin kan?"

Micki terdiam, ia memang tidak jadi dikeluarkan. Tapi ia masih kesal dengan pecundang seperti Dias. "Orang kayak dia harus dikasih pelajaran."

"Terserah kalau lo keras kepala, yang jelas gue gak bisa bantuin lo kalau sampe bocah itu mati," kata Kansas, membuat Micki tercenung di tempatnya.

Kansas mengambil tasnya di sofa, kemudian berjalan menuju tangga rooftop.

"Mau kemana lo, Kansas?!" teriak Leo yang tak sengaja melihat Kansas pergi.

Kansas menoleh ke belakang, "Gue mau balik," jawabnya lalu melanjutkan langkahnya, menuruni tangga.

"Fuck!" Micki mengerang kesal sambil menghempaskan kerah Dias dengan kasar. Ia bangkit berdiri dan sama-sama pergi dari sana.

"Loh, loh, mereka kenapa sih?" heran Roy.

Leo menggaruk kepalanya bingung, ia pun mendekati Dias yang sudah terbujur lemas. Sesekali Dias merintih memegangi perutnya.

"Kak... Tolong..." lirih Dias, memohon pertolongan pada Leo.

Leo menatap Dias dengan datar. "Sorry, gue bukan malaikat penolong."

***

Jam pulang sekolah sudah dibunyikan sepuluh menit yang lalu, namun Handara dan Naki masih diam di dalam kelas. Mereka disuruh membersihkan kelas sebagai bentuk hukuman karena mereka berkelahi tadi pagi.

Naki menyapu lantai dengan mata yang terus mengawasi Handara dengan sorot mematikan. Setelah ini Naki akan membuat perhitungan dengan Handara. Bisa-bisanya anak itu menuduh Naki tanpa bukti. Naki tidak akan memaafkannya.

Hingga ketika Handara selesai dengan hukumannya, Naki segera melempar sapu di tangannya ke sembarang arah lalu berjalan mendekati Handara.

Naki menarik kerah Handara agar anak itu menghadapnya. "Urusan kita belum selesai," desis Naki dengan sorot mata tajamnya.

Handara menatap Naki dengan wajah malas. Ia menghempaskan tangan Naki di lehernya tapi lagi lagi Naki menariknya, bahkan kali ini semakin kuat.

"Ikut gue!" Naki menyeret Handara keluar dari kelas.

HANDARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang