Teng! Teng! Teng!
"Anak-anak, waktunya makan," teriak Miranda, sang pengurus panti asuhan yang berusia 32 tahun. Wanita itu berkeliling di sekitar panti seraya membunyikan lonceng yang ia genggam ditangannya.
"Asiikkk." Beberapa anak yang tengah bermain di teras panti bergegas pergi ke ruang makan, mereka bersorak senang.
Sedangkan di sudut teras panti ada anak yang masih duduk termenung sambil menatap kosong ke arah jalanan. Anak itu mencuri perhatian Miranda.
"Handara? Kenapa masih disini?" Miranda menghampiri anak bernama Handara itu.
Handara menggeleng. "Han gak lapar, Bu," jawabnya lesu.
"Memangnya kamu sudah makan?"
"Belum."
Miranda menghela napas panjang. "Handara harus makan, biar kuat seperti anak yang lain. Kamu juga harus minum obat."
Handara menggeleng kuat. Itulah, obat itulah yang tidak ingin ia makan. Handara bukannya tidak lapar, hanya saja ia malas karena akan dipaksa memakan obat jika sudah makan.
Miranda berjongkok guna mensejajarkan tubuhnya dengan Handara. "Handara anak baik, anak kesayangan ibu, anak yang selalu nurut sama ibu kan?" tanya Miranda dengan lemah lembut.
Handara menatap Miranda sayu, kemudian menganggukkan kepalanya.
"Ibu sedih kalau Handara gak mau makan."
"Jangan sedih, Ibu. Maafin Handara," jawab Handara cepat. Ia tidak ingin membuat Miranda menangis lagi.
"Kalau gitu kamu makan biar ibu gak sedih."
"Iya. Han mau makan." Handara mengangguk mantap, membuat Miranda tersenyum lega.
Kemudian Miranda meraih tangan kecil Handara dan menuntunnya masuk kedalam panti. Miranda sangat menyayangi anak-anak panti asuhan, terutama Handara. Bagi Miranda, Handara adalah anak spesial yang harus ia jaga dengan ekstra.
***
Handara sedang mengantri makanan bersama anak-anak yang lain. Ia berada paling belakang sebab terlambat datang. Di depan Handara ada anak yang tidak mau diam. Perawakannya gendut dan tinggi, berbanding terbalik dengan Handara yang kecil dan kurus. Saat anak gendut itu melompat-lompat, Handara langsung mundur karena takut terinjak.
Jujur Handara tidak tahu siapa nama anak itu. Kebetulan Handara tidak punya banyak kenalan di panti ini. Selain suka menyendiri, Handara juga tidak diperbolehkan untuk bermain oleh Miranda. Handara tidak tahu kenapa, tapi Miranda bilang ini demi kebaikannya.
Kini giliran Handara mengambil nampan. Ia menyendok nasi, telur dadar, sayur-sayuran, dan Handara berhenti di depan wajan berisi ayam goreng. Matanya berbinar melihat sepotong sayap ayam disana. Selama ini Handara jarang sekali memakan ayam, sebab ia selalu kehabisan. Tapi mungkin hari ini adalah keberuntungan Handara.
Saat Handara hendak mengambil ayam itu, tiba-tiba sebuah tangan bantet menyomot ayam itu lebih dulu, Handara langsung menoleh padanya, dan ternyata itu adalah anak gendut yang tadi mengantri didepan Handara.
"Ini punya aku, tadi ketinggalan," kata anak gendut laki-laki itu. Ia menyimpan sayap ayam tersebut ke nampannya.
Handara diam, lalu berlalu pergi dengan wajah masam. Ia kesal karena tidak jadi memakan ayam. Namun siapa sangka, anak gendut itu mengikuti Handara. Sampai akhirnya Handara duduk di pojok ruangan, anak itu menghampiri Handara.
"Kamu mau? Yaudah bagi dua ya," tutur anak gendut itu sembari mematahkan sayap ayam itu menjadi dua bagian, "Nih." Ia menyodorkan potongan sayapnya pada Handara.

KAMU SEDANG MEMBACA
HANDARA
Teen FictionHandara Yudistira tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Ia tidak pernah meminta permintaan maaf dari siapapun, tidak pernah memohon belas kasih dari manapun. Yang ia inginkan hanyalah hidup normal. **** Artis terkenal melahirkan seorang anak secar...