41. About Us

958 95 33
                                    


" Setiap hal dibumi itu cepat atau lambat pasti akan kembali pulang ke asalnya. Ara gak pernah berharap untuk pulang lebih awal, tapi jika memang seperti itu Tuhan juga pasti punya alasannya. Ara percaya kalau segala yang ditakdirkan Tuhan itu yang terbaik. "









*
*
*
*
*










Chika tampak tergesa-gesa berlari begitu cepat hendak ingin menaiki tangga menuju atap. Sesekali ia tak sengaja hampir saja terpleset karena langkahnya yang terlalu cepat saat menaiki tangga yang sekiranya lumayan licin. Pandangannya tidak dapat fokus usai membaca sebuah pesan singkat yang dikirimkan oleh Ara kepadanya.

Chika sayang.. Kalau cari Ara, Ara ada diatap ya.

Chika agak membungkuk dan mulai mengatur nafasnya yang terengah-engah. Akhirnya ia berhasil sampai di atap. Sepasang mata gadis itu terhenti dan langsung saja terpusat ketika menemukan Ara yang sedang duduk santai dengan posisinya yang membelakangi dirinya.

Kekasihnya itu tengah termenung dengan pandangannya yang tak lepas dari langit-langit membiru, yang kelihatan amat cerah dan menyejukkan pada sore ini. Menyadari hal itu, perlahan Chika memutuskan untuk berjalan pelan menghampiri Ara.

" Cepat banget sampainya, Chik. " Celetuk Ara tanpa menolehkan kepalanya.

" Kok tau ini aku? " Tanya Chika penasaran, ia ikut duduk disamping kekasihnya.

Kedua sudut bibir Ara pun melengkung, ia mulai tersenyum tipis. " Apa sih yang nggak Ara tahu soal kamu? "

Chika lantas menggelengkan kepalanya. Bukan untuk percakapan seperti ini tujuan Chika cepat-cepat pergi menyusul Ara ke atap. " Ini bukan waktu yang tepat buat bercanda, Ara. Tadi aku kaget banget pas baca chat kamu. "

" Jadi itu sebabnya kamu lari buru-buru sampai ngos-ngosan ke sini? "

" Aku khawatir banget sama kamu, Ra. " Balas Chika menatap Ara serius.

Kepala Ara berputar, mata hitamnya mulai bertemu dengan tatapan penuh kecemasan yang Chika perlihatkan. " Maaf, Chik. Tapi Ara cuma ingin lihat langit hari ini. " Ucapnya pelan.

Mendengar jawaban Ara, Chika terdiam paham tanpa perlu Ara jelaskan lebih lanjut. Dia mengerti jika Ara pastinya sangat bosan berada dikamarnya dan cuma ingin pergi mencari suasana lain yang berbeda. Pasalnya, ini sudah tepat sebulan penuh Ara terkurung didalam Ruangannya.

" Chika marah ya? " Tanya Ara berhati-hati.

Apakah Chika marah? Jelas, tapi memangnya Chika mampu untuk memarahi kekasih lugunya yang sekarang ini memasang raut wajah sedihnya, bak seperti seorang anak kecil yang takut dimarahi oleh orangtuanya karena tak sengaja memakan buah cherry diatas cake sebelum waktunya.

" Nggak kok. Aku cuma cemas aja, Ra. " Balasnya lembut.

Ara tersenyum merasa cukup lega. " Ayo, kita lihat sama-sama. " Pintanya kemudian menarik tangan kekasihnya untuk duduk bersamanya ditempat yang tadi ia duduki.

Biasanya Chika selalu menyukai langit, tak ada hal yang lebih ia sukai dan dapat merebut perhatiannya apabila sudah berhubungan dengan langit-langit. Rasanya ada sebuah ketenangan tersendiri yang sulit untuk dijelaskan Chika setiap kali ia memandangnya.

Kisah Untuk Zahra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang