Nara sedang membuka laci lemari miliknya untuk mencari baju yang sempat dia beli beberapa waktu yang lalu, namun matanya tak sengaja menangkap bingkai foto kecil yang terselip di dalam lemari.
Dahi Nara lantas mengerut, dia meraihnya untuk melihat foto itu. Detik berikutnya Nara tersenyum getir sembari memandang sebuah bingkai foto yang memotret tiga remaja. Dia berada di tengah di antara Elan dan Vio.
Foto itu di ambil ketika Nara dan Elan sudah berpacaran. Nara dan Elan kompak mentlaktir Vio untuk merayakan bahwa keduanya telah menjadi sepasang kekasih.
"Hati gue sangat sakit apabila gue teringat betapa indahnya kelas sepuluh gue dulu." Lirihnya.
Wajar saja, mengingat bahwa Nara mempunyai masa lalu yang kelam. Di khianati oleh pacar dan sahabat sekaligus itu lebih menyakitkan dari apapun.
Harusnya foto itu sudah tidak ada di dalam rumahnya, namun Nara belum tega untuk membuang kenangan yang telah terjadi di antara mereka.
Sayangnya Nara tidak bisa mengubah takdir yang telah terjadi. Bagaimanapun juga dia tidak bisa menyalahkan takdirnya yang menyakitkan.
Pernah suatu hari...
Nara sedang duduk dikursi panjang yang letaknya di taman besar yang berada dibelakang sekolah SMP-nya.
Tadi seorang cowok menghubunginya untuk mengajaknya bertemu di taman saat bel istirahat telah tiba.
Sejujurnya Nara sangat bahagia saat di ajak ketemuan oleh cowok yang menjadi cinta pertamanya. Wajahnya juga tampak berbinar. Sungguh, dia tak sabar akan bertemu Elan.
"Elan ngajak gue ketemuan dibelakang sekolah ada apa ya?" Nara bertanya lirih.
Tiba-tiba seorang remaja laki-laki sudah berada tepat di belakang Nara. Dia datang ke taman ini dengan diam-diam sembari tersenyum manis saat melihat pujaan hatinya.
Dengan cepat dia langsung menutup kedua mata Nara dengan kedua telapak tangannya untuk memberikan remaja cewek itu kejutan.
Nara sedikit terperanjat karena terkejut, tetapi dia sudah tahu kalau itu adalah Elan—cinta pertamanya. Jantungnya sekarang sudah berpacu dua kali lebih cepat dari sebelumnya.
Rasanya Nara ingin pergi dari sini saja, sungguh dia tidak sanggup saat berada didekat Elan. "Elan, lepasin tangan lo, ih!"
Elan hanya tertawa kecil saat mendengar Nara merengek karenanya sembari melepaskan tangannya. "Iya Nara cantik."
Elan segera berjalan menghampiri Nara, lalu dia berjongkok tepat di hadapannya Nara yang masih setia duduk dikursi panjang itu.
Elan tersenyum manis sambil menatap wajah Nara yang cantik nan manis. "Nara... lo mau nggak jadi pacar gue?
Kalo iya terima bunga ini, tapi kalau lo nolak, buang aja bunga ini, gue nggak bakalan maksa. Kalau lo nolak, ya udah nggak apa-apa." Elan berbicara sungguh-sungguh sembari menyodorkan setangkai bunga mawar yang menawan nan harum yang sengaja dia simpan dibalik punggungnya tadi.Nara membulatkan mata karena tak percaya. Ingin rasanya berteriak sekeras-kerasnya, tetapi dia mengurungkan niatnya itu. Mengingat bahwa saat ini dia masih berada di sekolah.
Hari ini gue bahagia banget sumpah, mimpi apa gue semalam?
Bisa-bisa nya gue ditembak oleh Elan cowok yang gue sukai dari dulu, gue kira Elan tidak suka sama gue, ternyata gue salah. Batin Nara dalam hati.Tanpa berpikir panjang, Nara segera menerima setangkai bunga mawar merah itu lalu menciumnya sembari memejamkan matanya untuk sesaat.
Ini mawar wangi banget. kata itulah yang terbesit dipikirannya.
"Jadi lo mau jadi pacar gue, Ra?"
Nara mengangguk malu-malu sebagai responnya.
*
Nara berlari menuju kelasnya. Setibanya di kelas, dia langsung menghampiri sahabatnya yang bernama Vio.
"Gue seneng banget, Vi!" Nara memekik senang, wajahnya terlihat begitu berbinar, lalu dia berhambur ke pelukan sahabatnya.
"Kenapa lo?
Kelihatannya bahagia banget?" Via bertanya antusias, dia masih fokus terhadap sahabatnya yang menurutnya super-duper bawel."Masa Rey tadi nembak gue, Vi? Gue seneng banget tau nggak!" Nara menyahut heboh sekaligus bahagia.
Seketika Vio langsung memasang raut wajah tak suka. Dia sakit hati saat mendengar penjelasan yang membuat Nara bahagia seperti ini.
Gimana tidak sakit coba? Pasalnya Vio sudah menyukai Elan dari kelas tujuh SMP.
Tetapi sayangnya Rey menyukai Nara dan bukan dirinya. Jelas Vio tidak terima karena merasa tersaingi, Vio tersenyum jahat dibelakang Nara.
Nara ditembak oleh Elan? Apa-apaan tuh si Nara, enak aja Nara ngomong kayak gitu, nggak tahu apa hati gue sakit. Elan itu punya gue, nggak boleh ada orang yang bisa dapetin dia kecuali gue, nggak peduli sahabat gue atau bukan, yang bisa dapetin Elan, siap-siap aja. Hidup lo nggak bakalan bahagia. Gue bakal rebut Elan dari lo dari belakang, Ra. Batin Vio dalam hati.
Gue egois? Bodoamat!
Gue fakefriend? Memang betul!
Mau hujat gue? Silahkan gue enggak peduli!
"What?" Vio membeo, pura-pura terkejut, meski dalam hati dia merasa jengkel setengah mati.
Nara segera melepaskan pelukannya, lalu dia tersenyum ceria. "Iya, Vi. Masa lo nggak percaya sama gue sih?"
"Iya, iya gue percaya kok." Vio menjawab sembari tersenyum palsu di hadapannya Nara.
Gue seneng banget punya sahabat yang baik seperti Vio. Vio sudah gue anggap seperti saudara gue sendiri layaknya seperti kembaran gue. Sekarang hidup gue jadi lebih berwarna karna cowok yang gue cintai akhirnya nembak gue. Semoga keduanya tidak mengecewakan gue. Batin Nara dalam hati.
"Udah nggak heran lagi sih gue. Menurut gue Elan suka sama lo udah lama deh..." Vio memaksakan agar tetap tersenyum.
Pasalnya selama ini Vio selalu memperhatikan Elan dari kejauhan. Elan selalu memperhatikan Nara secara diam-diam dan tidak pernah sekalipun menoleh ke arahnya, maka dari itu Vio menyimpulkan bahwa Elan memang sudah menyukai Nara sejak lama.
"Gue kira cuman gue doang yang suka sama Elan ... Eh, ternyata dia juga suka sama gue. Hoki banget gue, Vi!" Nara memekik kegirangan.
"Mungkin Elan udah berani nembak lo karena ngerasa hari ini cocok kali ya?" Vio tertawa palsu.
Tentu Vio tidak tinggal diam dan membiarkan Elan menjadi milik Nara seterusnya, jelas dia akan segera merebut Elan.
Sebenarnya Vio membenci Nara, namun dia memilih untuk memendam kebenciannya untuk bisa berteman dengan Nara.
Mengingat bahwa Nara terlahir dari keluarga yang berada tentu membuat Via berpura-pura baik untuk memanfaatkan kebaikan yang Nara miliki.
Sayangnya Nara baru sadar ketika sudah lulus dari SMP. Pikirannya terbuka ketika dia sudah dikhianati oleh kedua orang yang menurutnya sangat berharga.
Selama ini Nara selalu mentlaktir dirinya, selalu membantunya jika dia membutuhkan uang, maka dari itu Vio memilih diam ketika Elan mengutarakan perasaannya terhadap Nara.
Vio hanya membutuhkan waktu yang tepat saja untuk merebut pujaan hatinya dari Nara.
*
TBC!