Bab 16. Menjauh

59 6 2
                                    

Desember 1991

"Dik, kenapa tidak menunggu Mas menjemput?" tanya Laksana setelah sang istri duduk menemaninya di ruang tamu. Laksmi tidak merasa aneh mendengar pertanyaan tak biasa dari suaminya. Dalam keadaan normal, Laksana tidak akan mengucapkan pertanyaan posesif itu. Tabu buat Laksana memperlihatkan perhatian atau kekuatiran nya.

Hari ini, Laksana terpaksa melakukannya setelah membaca situasi yang tidak menguntungkan dirinya. Laksana harus bisa mendapatkan hati Laksmi kembali yang berani meninggalkan kantor tanpa seizinnya.

Dari kantor Laksana, Laksmi pulang ke rumah orangtuanya, sengaja tidak menunggu laki-laki pengkhianat itu. Laksmi sudah bertekad bulat tidak akan pulang ke Tambak Sari lagi. Rumah tangganya sudah hancur dan dia tidak ingin mempertahankannya. Buat apa hidup dengan monster macam Laksana. Laksmi memilih menjadi janda daripada harus kembali pada orang yang tidak mencintainya, yang rela mengambil kebebasannya untuk membayar utang. Laksana harus diberi pelajaran.

Laksmi menatap suaminya datar. Mulutnya bungkam, sama sekali tidak ingin bersuara.

"Kamu marah mas tinggal pergi?" Laksmi tersenyum sinis, sudah biasa, katanya dalam hati.

"Maaf, mas tadi ada tugas mendadak dari Pak Mantri. Mas harus ke Kabupaten, ada yang harus diurus. Mas tidak bisa menolak permintaan Pak Herjuno, dia atasanku." Laksmi ingin tertawa sekaligus mual mendengar suara khawatir suaminya.

Lucu, untuk pertama kalinya setelah beberapa bulan, Laksana meminta maaf hanya karena pergi meninggalkannya. Benar-benar lucu Bukankah Laksana sudah biasa melakukan itu? Laksana bisa pergi berhari-hari, membiarkan dirinya hidup sendiri di tengah hutan, sementara dia bersenang-senang dengan istri mudanya.

Hanya Jalu yang setia menemaninya setiap hari. Jalu seperti mengerti, setiap Laksana tidak pulang, burung nocturnal itu tidak pergi jauh. Laksmi tahu karena nyanyian Jalu pada malam hari, seperti sengaja menjaganya sepanjang malam. Menyadari keberadaan sang sahabat membuat Laksmi lebih tenang. Jalu akan bernyanyi lebih keras ketika ada bahaya yang mengancam keselamatan Laksmi. Jalu yang melindunginya, bukan suami yang pernah berjanji selalu menjaganya.

"Dik, pulang yuk!" ajak Laksana minta atensi istrinya. Laksmi bergeming, sedikit pun dia tidak menanggapi omongan Laksana, sejak laki-laki itu datang beberapa menit yang lalu.

Laksmi hanya memandang datar wajah munafik itu. Tidak mau usahanya sia-sia, laki-laki yang merasa terpojok itu menggeser duduknya agar bisa lebih dekat dengan sang istri. Tangannya terulur hendak memegang jemari perempuan cantik yang sejak tadi hanya menatapnya datar. Uluran tangannya ditolak Laksmi dengan tegas. Laksana melonjak kaget, tidak menyangka Laksmi akan menolaknya.

Laksana tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di ruangan mandor Herjuno, atasannya itu tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya bilang, Laksmi istrinya sudah pulang. Wajah mandor Herjuno tidak memperlihatkan ekspresi apa pun, yang bisa dibacanya. Melihat gelagat Istrinya, Laksana tahu usahanya gagal atau setidaknya Laksmi sudah tahu rencananya. Kalau belum, Laksmi tidak akan berlaku kasar seperti ini.

Ketika datang Laksana langsung masuk ke ruangan mandor Herjuno, dia tidak menemukan Laksmi di sana. Begitu Mandiri Herjuno bilang istrinya sudah pulang, Laksana langsung keluar. Di luar ruangan, matanya menangkap pandangan aneh teman-temannya, termasuk sekertaris sang bisa.

"Mas pulang sendiri saja, aku masih ingin di sini." Laksmi menolak ajakannya. Meski sudah menduga Laksana tetap kaget mendengar penolakan istrinya. Rasanya ada yang menonjok dada lelakinya. Sepanjang pernikahan mereka, Laksmi tidak pernah menolaknya. Laksmi selalu sendiko dawuh, menempatkan diri sebagai istri yang manut, nurut.

Laksana tidak suka Laksmi menanggalkan itu, tetapi dia tidak tahu bagaimana harus menyeret istrinya kembali pada hakikatnya sebagai istri. Laksana menatap istrinya lembut, mencoba menurunkan ego yang selama ini bertengger tinggi di atas kepalanya. Ego yang membuatnya mengambil langkah nekat menikahi perempuan lain yang sebenarnya tidak lebih baik dari Laksmi.

"Makan itu ego!" Laksana mengumpat dalam hati. Untuk pertama kalinya, Laksana menyadari kesalahannya.  Akankah Laksana akan mengalah dan memperbaiki kesalahannya?

Tentu saja tidak semudah itu! Bukan Laksana kalau melangkah mundur, darah ningrat yang mengalir dalam tubuhnya melarang laki-laki itu mengalah dengan mudah. Otak cerdas sekaligus liciknya berpikir cepat, mencari cara menaklukkan hati satu-satunya perempuan yang bisa menyelamatkan hidupnya.

Mandor Herjuno tidak akan melepaskannya kalau keinginan laki-laki tua itu tidak tercapai. Laksana muak dengan laki-laki itu tetapi tidak bisa melepaskan diri dari jerat yang telanjur mengikat. Laksana mencintai Laksmi tetapi buta dan bodoh dengan keinginan tidak wajar seorang laki-laki.

Apa memang begitu kodrat laki-laki? Harus selalu berada di atas, berkuasa, menjadi raja dalam rumah tangganya? Tidak cukup satu satu perempuan yang mengabdi sebagai seorang permaisuri, seperti Romo yang memiliki beberapa selir yang menyakiti hati ibunya. Bodohnya perempuan yang melahirkannya itu menurut saja menerima nasib, tidak bisa menyuarakan teriakan hatinya. Laksana sebagai anak kebanggaan sang ibu malah mengikuti kebodohan itu. Laksana terjebak, dia mendapat keinginan bodohnya, tetapi kehilangan permaisuri sang kekasih hati.

Meski berat, Laksana harus merelakan Laksmi, demi nyawanya! Kebahagiaan sesaat berhasil menghancurkan mahligai rumah tangga nya bersama Laksmi.

Laksana mendesah pasrah. Laksana masih ingin egois, harapan pulang berdua ke rumah di tengah hutan tempatnya menguasai Laksmi sirna. Perempuan cantik itu menolaknya bahkan terang-terangan mengusirnya. Otak bebal Laksana masih sempat memupuk hasrat mereguk setetes madu miliknya meski sesaat, sampai sang empunya kendali atas dirinya mengambil alih kepemilikan atas Laksmi.

"Dik, kita pulang, ya? Maaf Mas sudah mengecewakan mu," rayu Laksana mencoba keberuntungan. Permintaan maaf yang bersifat ambigu, tergantung dari sudut pandang siapa. Buat Laksmi mengecewakan berhubungan dengan tindakan pengkhianatan Laksana. Sementara buat Laksana hanya sekedar isapan jempol, agar Laksmi memaafkan kebodohannya.

Seulas senyum dipaksa menghiasi wajah tampannya. Laksmi bergeming, senyum itu terlihat aneh di matanya. Banyak rahasia tersembunyi dibalik senyum paksa itu.

"Mas pulang saja, aku mau istirahat. Capek!" Alih-alih menurut, Laksmi malah terang-terangan mengusir suaminya.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Laksmi langsung berdiri. Tubuh Laksana menegang. Harga diri Laksana terkoyak, tangan yang tersembunyi di bawah meja mengepal. Wajahnya mengeras. Sekuat tenaga, laki-laki berdarah biru itu menahan diri untuk tidak menarik perempuan yang bergerak menjauh meninggalkannya sendirian di ruang tamu.

"Argh!" Laksana meraup wajahnya kasar. Tangannya merangkum wajahnya sendiri dengan kepala tertunduk. Laksana merasa kalah, terhempas dari semua mimpi yang ingin diraihnya bersama sang kekasih hati. Keserakahan  membuatnya kehilangan kebahagiaan bersama Laksmi yang telah diusahakan selama ini.

Apa yang kurang dari Laksmi? Perempuan cantik yang berhasil membuatnya keluar dari ketakutan berhubungan dengan lawan jenis itu bahkan menerima perilaku anehnya tanpa mengeluh. Sekasar apa pun dia memperlakukan Laksmi saat bercinta, perempuan itu hanya diam. Laksmi menerimanya tanpa protes. Laksana bukan tidak tahu istrinya kesakitan, juga ketakutan berhadapan dengannya setiap malam. Laksana tahu, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa, selain memeluk sang kekasih hati sepanjang malam sebagai permintaan maaf tanpa kata.

Laksana mencintai perempuan berhati mulia itu. Perempuan yang menyimpan rapat rasa sakitnya dari semua orang, termasuk kedua orang tuanya. Buktinya, kedua mertuanya tidak pernah mempertanyakan perilaku anehnya. Mertuanya selalu bersikap baik kepadanya kecuali saat ibu Laksmi marah besar waktu itu. Ledakan emosi yang tidak membuat Laksana sadar dan memperbaiki kesalahan. Sekarang keadaan semakin memburuk dan Laksana kehilangan kecerdasannya. Otaknya menjadi tumpul seketika. 

Stasiun Matraman, 11 September 2023

Update gaes, setelah sekian purnama hahaha... Semoga suka ya😀😀😀

Dendam LaksmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang