Bab 6. Burung Hantu VS Ayam Bangkok

41 8 4
                                    


”Apa-apaan ini! Untuk apa burung hantu itu ada di dalam rumah!”Satu teriakan keras membuat Laksmi melonjak kaget. Tubuh kecilnya terjengkak ke depan. ”Aduh!” Laksmi mengaduh ketika tangannya menyentuh lantai kayu seperti terdorong, padahal tidak ada yang mendorong. Kaget dengan kehadiran seseorang dan gerakan refleks Laksmi, Jalu mengepakkan sayapnya yang tidak sakit. Kepakannya mengenai tangan Laksmi. Perempuan itu meringis menahan sakit. Dia menahan diri untuk tidak bersuara.

Laksmi menarik tangan lalu tubuhnya agar kembali ke posisi yang lebih baik. Laksmi terpaksa duduk di lantai kayu, kepalanya sedikit pusing. Sejak pagi, dia belum sempat makan. Begitu Laksana pergi, Laksmi memilih mengerjakan rencanakan menanam bibit. Dari ekor matanya, Laksmi melihat kaki seseorang dengan sepatu bot hitam. Tanpa melihat pun, Laksmi tahu pemilik kaki itu. Laksmi menggelengkan kepalanya beberapa kali, mencoba mengusir pusingnya. Merasa sudah lebih baik, Laksmi tengadah.

Laksana yang tadi pagi pamit bekerja berdiri tegak di depannya dengan wajah merah padam. Matanya menatap Laksmi tajam. Hati Laksmi mencelos, tanpa sadar tubuh kecilnya mengkerut. Laksmi ketakutan, dia belum pernah melihat wajah Laksana segalak itu. Laksmi tidak tahu apa yang salah.

Jalu. Ya, Laksana tadi meneriakkan keberadaan burung hantu malang itu. Laksmi melirik Jalu yang juga sudah mundur seperti dirinya. Sepertinya Jalu menyadari kondisinya. Dia tidak punya kekuatan untuk melawan seandainya Laksana menyakitinya. Melihat ekspresi laki-laki di depannya, Laksmi juga tidak bisa membantu. Jangankan membantu Jalu, membantu diri sendiri saja Laksmi tidak mampu.

Dada Laksmi terasa sesak, bukan keadaan seperti ini yang diharapkan setelah menikah dengan Laksana. Laksmi ingin bahagia, disayangi seperti kata-kata Laksna ketika memintanya menjadi pacar, lalu menjadi istri. Laksana bahkan tidak menolongnya ketika Laksmi terjerembab karena kaget.

Tenggorokan Laksmi tercekat. Laksmi susah payah menahan air matanya yang mendesak ingin keluar. Laksmi tidak mau mengeluarkan sisi melankolisnya yang selama ini mampu ditutupi di depan Laksana. Sejak awal mereka bertemu, Laksana mengenalnya sebagai gadis mandiri yang tidak manja. Kata Laksana, sifat itu yang membuat Laksana jatuh cinta dan buru-buru menikahinya. Alasan itu juga yang mendasari Laksana membawanya ke tengah hutan. Laksmi perempuan mandiri dan berani, dia bisa menjaga diri.

Sebelum menikah, Laksmi bangga dengan diri sendiri yang berani memutuskan keluar dari desa, hidup mandiri di kota. Laksmi bisa menjaga diri dari laki-laki yang mendekati. Laksmi hebat, tapi itu dulu. Pernikahan ini bahkan belum seumur Jagung, tetapi sudah membuat Laksmi kehilangan kepercayaan diri. Laksmi mulai meragukan suaminya. Cintakah yang diberikan laki-laki yang berdiri tegak di depannya dengan wajah penuh amarah itu? .

Sesaat Laksmi hanya diam, tenggelam dalam pikirannya yang penuh dengan penyesalan. Laksmi lupa akan keberadaan Laksana, sampai suara berisik menyadarkannya. ”Ayam?” Laksmi tersentak, ada makhluk lain di sini selain Jalu, Laksana dan dirinya. Dari mana ada ayam? Laksmi menurunkan pandangannya, memastikan makhluk keempat yang dimaksudnya benar-benar ayam.

Dugaan Laksmi benar, Laksana menenteng dua ekor ayam di dalam kiso (tas untuk ayam yang terbuat dari anyaman rotan) dengan ke dua tangannya. Keduanya ayam berjengger merah itu mengeluarkan suara berisik sekali. Tangan Laksana juga bergoyang-goyang karena ayam-ayam itu bergerak liar seperti ingin keluar.

Keduanya menampilkan ekspresi siap berperang dengan Jalu yang terlihat lemah dan sudah terpojok. Laksmi baru mengobati lukanya, belum sempat memberi makan. Kalau Jalu sudah terjebak sejak semalam, pasti dia kelaparan. Jalu mengepakkan sayapnya, berusaha bangkit dari keterpurukannya. Laksmi kasihan tetapi tidak bisa menolong. Mata Laksana melotot tajam seperti pisau yang baru diasah.  Laksmi tidak berdaya.

Seulas seringai licik muncul menghiasi wajah tampan Laksana. Laksmi merinding, jantungnya berdenyut semakin cepat. Tubuh kurusnya menciut. Ada apalagi ini? Laksmi  tidak berani membayangkan apa yang akan dilakukan Laksana setelah ini. Apakah dia harus menerima hukuman lagi, setelah beberapa hari sang suami berlaku normal?

Dendam LaksmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang