Bab 17. Curiga

55 6 0
                                    

Hai, ada yang nungguin cerita Laksmi nggak? Buat yang menunggu, terima kasih sudah setia membaca cerita thriller tipis-tipis ini. Oya, Minggu lalu aku membuat janji untuk melanjutkan kisah ini sampai tamat. Target sih bulan November 2023, semoga beneran bisa kelar. Mohon doanya🙏🙏🙏

Hari ini, aku meyakinkan diri untuk menulis lagi kisah ini. Selamat membaca 👇👇

----------------------

"Nduk, kamu ada masalah dengan suamimu?" tanya Kartini ketika mereka hanya berdua di belakang rumah. Ini hari kedua Laksmi menginap di rumah orangtuanya tanpa Laksana.

Kartini bukan tidak suka Laksmi ada di rumahnya, hanya merasa janggal suami anak keduanya itu membiarkan sang istri menginap tanpa dia. Laksmi jarang berkunjung apalagi menginap. Anak kesayangannya itu sesekali datang, tidak lama hanya beberapa jam Laksana sudah menjemput. Kalau menginap laki-laki yang mulai dipertanyakan kesetiaannya itu selalu ikut. Menurut Kartini, Laksana terlalu posesif, terlalu menguasai Laksmi.

Kartini tahu, setelah menikah seorang istri menjadi hak suaminya, tetapi bukan berarti menguasai penuh hanya untuk dirinya sendiri. Suaminya tidak pernah berlaku begitu. Dia masih boleh berkunjung ke rumah orangtuanya, bahkan sang suami selalu ikut untuk menyenangkannya. Sikap Laksana Itu membuat Kartini curiga. Kecurigaannya semakin menebal dua hari terakhir, tidak mungkin seseorang berubah secepat itu kalau tidak sedang bermasalah.

"Ibu nggak suka Laksmi di sini?" Laksmi balik bertanya pura-pura merajuk. Tangannya berhenti melipat baju yang baru saja diangkat dari jemuran. Baju itu dipegang dengan satu tangan, matanya berkedip menggoda ibunya.

Laksmi tahu ibunya tidak mungkin mempunyai perasaan seperti itu. Perempuan paruh baya itu yang mati-matian membelanya ketika Laksana mengabaikannya waktu itu. Ibunya jelas tidak suka, Laksana membiarkan dirinya sendirian di dalam hutan. Perempuan itu juga berulang kali mengajaknya pulang, meninggalkan suaminya yang kata sang ibu seperti bapak. Laksmi kurang paham pada bagian ini, di mata Laksmi bapak laki-laki penyayang dan bertanggung jawab. Bapak melindungi keluarga dan menyayangi anak istrinya. Itu yang Laksmi tahu. Setelah ucapan ibunya, Laksmi sempat berpikir bapaknya pernah melakukan kesalahan besar yang membuat perempuan yang dicintainya tersakiti. Sayang, Laksmi belum sempat mencari tahu kesalahan apa itu.

Tidak mendapat tanggapan yang diharapkan dari ibunya, Laksmi memasang wajah  cemberut, sengaja menarik perhatian sang Ibu. Sejak menikah, Laksmi menjadi sering mendambakan pelukan ibunya. Laksmi sangat merindukan sang ibu, terlebih sejak Kartini membiarkan dirinya kehilangan kesabaran terhadap Laksana. Pembelaan Kartini membuat Laksmi merasa sangat dicintai, meski dari dulu dia pun tahu fakta itu. Seorang ibu yang benar akan selalu mencintai  anak-anak yang dilahirkannya dan Kartini salah satu ibu yang benar itu.

Kartini menatap wajah cantik anaknya dengan dahi berkerut, ada banyak tanya melintas di kepalanya. Ada apa dengan Laksmi? Laksmi tidak biasa bersikap manja. Merajuk tidak pernah ada dalam daftar kesehariannya sejak kecil. Anak keduanya itu paling mandiri dibandingkan kedua saudaranya, sejak masih sangat kecil.

Mungkin benar kata orang, anak nomor dua selalu lebih mandiri dibandingkan yang lain. Mereka dituntut situasi bahkan sejak lahir. Anak kedua tidak lagi mendapat perhatian ekstra, karena orang tuanya sudah pernah mempunyai anak pertama yang hampir selalu ditunggu kehadirannya.

Kartini yakin, terjadi sesuatu dalam rumah tangga anaknya itu. Mereka sedang tidak baik-baik saja, penolakan Laksmi waktu diajak Laksana pulang adalah bukti. Kartini tidak sengaja mendengar sendiri penolakan itu, ketika dia mau keluar rumah untuk membeli sabun.

Mendengar obrolan tidak biasa pasangan suami istri muda itu, memaksa Kartini berhenti di balik pintu, mengurungkan niatnya melanjutkan langkah. Apakah ketidakharmonisan pasangan muda itu ada sangkut pautnya dengan amarahnya waktu itu? Kartini merasa perlu mencari tahu kecurigaannya, tanpa berniat memaksa sang putri.

"Kalau ibu nggak suka, memangnya kamu mau balik ke Tambak Sari sekarang?" Kartini balik bertanya, sengaja memancing respon Laksmi. Mendapat pertanyaan balik Laksmi terdiam, alih-alih menjawab perempuan muda itu malah menunduk. Baju yang tadi hanya dipegang dipindahkan ke keranjang, lalu mengambil baju yang lain.

Laksmi pura-pura sibuk melipat lagi, sebuah kamuflase yang tidak berhasil menipu mata jeli sang ibu. Kartini tahu Laksmi hanya pura-pura, tangan yang sibuk itu terlihat bergetar. Kartini semakin yakin, anaknya sedang tertekan.

Kartini mendekati sang putri, lalu duduk di sebelahnya. Perempuan berdaster coklat itu memeluk tubuh anaknya terlihat ringkih, mengabaikan keberadaan baju-baju di antara di tengah mereka. Mendapatkan perlakuan lembut ibunya, Laksmi tidak mampu lagi membendung air matanya. Perempuan muda itu melepas topengnya, dia menangis tersedu dalam pelukan hangat ibunya.

Kartini mengelus punggung Laksmi lembut, berusaha memberi putrinya kekuatan meski tanpa kata. Sejak kedatangannya waktu itu, Kartini sudah menaruh curiga kepada menantunya. Dada Kartini sesak, membayangkan anaknya mengalami hal serupa dengan dirinya. Air mata Laksmi seolah menjawab kecurigaannya selama ini. Kalau benar Laksana mencurangi Laksmi, Kartini bertekad tidak akan diam saja.

Laksmi masih menangis beberapa saat lamanya, sampai akhirnya menarik diri dari pelukan ibunya. Kartini menatap lekat sang putri masih dengan menyimpan sesak dalam dada.

"Laksmi cengeng, ya, Bu?" tanya Laksmi sambil menyeka sisa air mata dan ingusnya. Kartini tersenyum sambil menggeleng.

"Menangis tidak selalu karena cengeng, terkadang air mata membantu kita melegakan sumbatan yang ada di sini," kata Kartini sambil menyentuh dadanya. Seulas senyum perempuan yang dicintainya membuat Laksmi sedikit lebih tenang.

"Laksmi bereskan ini dulu, Bu." Kata Laksmi minta izin. Kartini mengangguk. Tangan Laksmi dengan sigap memasukkan baju-baju yang belum selesai dilipat ke dalam keranjang, lalu memindahkan agak jauh dari kursi.

Sekarang, mereka duduk berdampingan tanpa penghalang. Kartini menggenggam tangan Laksmi. Laksmi menatap kedua tangannya yang berada dalam genggaman ibunya. Dadanya menghangat, saat-saat seperti ini yang dirindukannya. Laksmi menghela napas panjang, membuat sang ibu sontak menoleh.

"Berat banget, ya?" tanya Kartini lirih. Laksmi tidak menjawab, matanya menatap lurus ke depan, seperti ingin menembus pagar bambu yang memisahkan halaman rumah mereka dengan rumah tetangga.

Kartini mengurai pegangannya. Tangan Laksmi yang sudah bebas terkepal di atas pangkuannya. Kartini melirik tangan Laksmi yang memutih karena digenggam terlalu kuat.  Dada Kartini mendadak sesak, sikap anaknya membuat hatinya sakit.

"Nduk, Ibu tidak mau ikut campur, tetapi kalau kamu butuh teman berbicara, ibu siap menjadi temanmu." Kartini menepuk lembut tangan Laksmi yang masih terkepal.

"Laksmi tidak apa-apa, Bu. Hanya sedang jengkel saja dengan mas Laksana, sekarang dia sibuk banget. Laksmi sering ditinggal pergi sampai berhari-hari seperti waktu itu. Ini sengaja Laksmi nginap di sini, biar mas merasakan nggak enaknya ditinggal sendirian," jawab Laksmi setelah bungkam sekian lama.

Laksmi memutuskan untuk menyimpan sakit hatinya sendirian. Orang tuanya tidak boleh tahu masalahnya. Masalah dengan Laksana menjadi tanggung jawabnya sendiri. Dia yang memilih Laksana, dia juga yang harus menerima konsekuensinya. Laksmi mengulas senyuman, berusaha meyakinkan sang ibu kalau  kondisinya baik-baik saja.

Kartini ikut tersenyum. Dia tahu Laksmi bohong, tetapi Kartini tidak mau memaksa. Laksmi berhak menyimpan rahasianya, seperti yang dilakukannya selama ini. Kartini memutuskan akan menunggu, sambil terus mengawasi tingkah laku menantunya yang tidak lagi dipercayainya.

KRL, Klender, 9 Oktober 2023

Akhirnya bisa update lagi... Nulis satu part ini lama banget! Tiap pagi nulis di KRL, sempat Miss di beberapa bagian. Jadi nggak nyambung gitu! Semoga tidak ada yang aneh dari part ini🙏🙏

Salam literasi

Dendam LaksmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang