Bab 4. Rumah di Tengah Hutan

66 9 2
                                    


Agustus 1990

“Apa? Kamu mau membawa Laksmi tinggal di tengah hutan? Apakah tidak lebih baik seperti sekarang saja?” Sulasno menatap nanar menantunya yang tiba-tiba minta izin membawa Laksmi dari rumah, dengan alasan menemaninya menjalankan tugas sebagai penjaga hutan.

Menurut laki-laki paruh baya itu keputusan Laksana tidak lazim. Sejak kecil dia tinggal di desa Candi Raga, Sulasno mengenal banyak mantri perhutani (pengawai kehutanan, di kampung orang menyebutnya begitu). Mereka hidup normal di tengah masyarakat bersama anak dan istrinya. Sesekali sang mantri hutan pergi bertugas, tidak pulang satu atau dua hari. Mereka tidak membawa istrinya ke hutan. Untuk apa Laksana membawa Laksmi ke hutan?

Sejak menikah Laksmi memang tidak pernah mengeluh. Namun, Laksmi tidak terlihat bahagia seperti Janti. Sulasno tidak buta, Laksmi hanya pura-pura terlihat bahagia. Dia juga sering melihat Laksmi meringis saat berjalan di pagi hari. Laksmi langsung berjalan gagah setiap ada yang melihat. Laksmi juga akan menjawab klise  pertanyaan bapak dan ibunya, tidak jarang bertanya balik” Laksmi nggak apa-apa. Memang kenapa?”

Laksmi memang sangat pengertian, tidak suka mengeluh. Sejak kecil, Laksmi tidak suka menyusahkan orang lain dan paling mandiri dibandingkan kedua saudaranya. Sulasno sempat menyesal tidak bisa menyekolahkan anak gadisnya itu ke jenjang yang lebih tinggi. Laksmi memutuskan bekerja di kota Kabupaten menjadi penjaga toko setelah tamat sekolah menengah pertama. Beruntung, Laksmi mempunyai juragan yang baik. Setelah selesai bekerja, Laksmi diizinkan mengikuti kursus menjahit. ”Laksmi tidak mau selamanya ikut orang, Pak. Laksmi ingin bisa menjahit, supaya bisa mandiri kelak kemudian hari. Laksmi ingin membantu biasa sekolah Melati, biar bisa menjadi guru seperti impiannya.” Begitu kata Laksmi ketika Sulasno mempertanyakan alasannya ikut kursus.

Sulasno mencelos mendengar niat mulia putri keduanya. Dadanya sesak,merasa bersalah. Dia gagal menjadi orang tua yang baik. Seharusnya menyekolahkan anak-anaknya adalah tugasnya sebagai seorang ayah. Permintaan Laksana kali ini membuat rasa bersalah Sulasno bertambah. Bagaimana mungkin dia merelakan anak kesayangannya hidup di tengah hutan?

”Laksmi tidak apa-apa, sudah tugas istri untuk ikut kemana pun suami pergi,” jawab Laksmi lugas ketika Sulasno meminta pendapatnya.

”Jadi kamu pergi karena sebuah kewajiban?” Laksmi mengangguk setuju. Sesaat kemudian Laksmi menyesali reaksinya. Sulasno terlihat tidak suka mendengar hal itu. Sulasno memang tidak suka, apalagi dia sempat melihat senyum miring laki-laki yang baru satu bulan menjadi menantunya itu. Sulasno menangkap ada yang tidak beres.  

”Iya, Laksmi belajar menjadi istri yang baik seperti Ibu. Mas Laksana sudah minta pendapat Laksmi sebelum memutuskan menerima tugas itu.” Laksana menatap istrinya kaget. Dia tidak percaya Laksmi akan membela dirinya yang sudah berlaku arogan sebagai laki-laki.

Dari sebelum menikah, Laksana yang selalu mengambil keputusan untuk mereka berdua. Istri hanya perlu mengikuti apa kata suami, sebagaimana peran istri sebagai konco wingking (teman di belakang) yang bertugas manak, masak, macak (mempunyai anak, memasak dan berdandan untuk suami). Kuno, tetapi itu yang tertatam dalam pikiran Laksana, yang belajar juga dari ayahnya. Laksana sangat beruntung mendapatkan istri senrimo dan manut (menerima apa adanya dan menurut) seperti Laksmi.

Dengan berat hati akhirnya Sulasno mengizinkan mereka pindah dengan syarat dia akan mengantar sampai ke tujuan. Sulasno menyewa mobil pick up untuk mengantar Laksmi sampai ke rumah dinas Laksana di tengah hutan jati di desa Tambak Sari. Laki-laki paruh baya itu hampir saja mengubah keputusannya begitu mendapati kenyataan yang disembunyikan Laksana.

Di tengah hutan itu, ada dua rumah kayu berwarna putih kombinasi hijau di beberapa bagian berjarak hanya beberapa meter. Mungkin sengaja dibuat begitu agar keluarga yang tinggal di sana bisa saling menguatkan. Sulasno tidak melihat rumah di sebelah berpenghuni, sepi. Sulasno menahan diri untuk bertanya keberadaan teman yang lain itu.

Dendam LaksmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang