DELAPAN

212 10 0
                                    

Gia menunggu di ruang tunggu klinik dengan pikiran kosong. Dia ikut menemani Pras memeriksakan luka-lukanya. Gia khawatir dengan kondisi Pras, apalagi setelah 'menggendongnya' seperti itu di kamar mandi. Tapi sebenarnya, Gia lebih merasa kalut. Apalagi sebabnya kalau bukan foto tadi. Gia tidak tahu apakah ia boleh cemburu.

"Namanya Ryanna," ujar Pras "mantan tunangan gue."

Gia memejamkan matanya. Bahkan orang yang tidak mau terikat secara emosional seperti Pras memiliki tunangan. Dulu. Gia mengingat lagi percakapan setelahnya.

"Oh, lalu---ehm... Kenapa kalian nggak jadi tunangan?" Gia tidak tahu apakah pertanyaannya termasuk kurang ajar atau tidak, tapi dia hanya ingin bersikap biasa. Bertanya hal tersebut seperti menanyakan cuaca.

Pandangan Pras menerawang "karena dia udah meninggal. Lima tahun lalu."

Gia menghela nafas dan menghembuskannya lagi. Jika memang Gia cemburu, dia cemburu pada wanita yang sudah tidak ada. Apakah itu... Sia-sia? Gia tercekat oleh pikirannya sendiri. Gia ingat tattoo Pras. Ada huruf PR. Pras dan Ryanna.

Gia paham.Gia tidak perlu bertanya posisi Gia dan wanita itu dalam diri Pras. Kenyataannya, Gia kalah dengan wanita yang sudah nggak ada tersebut. Kalah telak malah. Gia mendekap dirinya. Berusaha mengenyahkan rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan.

"Nih." Gia mendongak, menatap teh botol dingin yang disodorkan untuknya. Oleh Danny. Dari sekian banyak orang Pras di sana, Pras malah memilih Danny untuk mengantar mereka ke klinik. Gia menerima dengan enggan. Bagaimanapun dia masih tidak suka orang itu akibat kekurang ajarannya waktu itu. Tapi bagi Gia, tata krama tetap harus ada.

"Makasih" gumam Gia pelan. Danny meminum air mineral di samping Gia. Gia berusaha membuat jarak.

"Tumben banget Pras mau diajak ke klinik. Biasanya nunggu dia pingsan atau luka hebat dulu," ujar Danny. "lalu pemeriksaan bulanan. Hebat juga kamu bisa bujuk Pras."

Gia tidak menjawab. Danny tidak merasa Gia tidak ingin ngobrol. Gia ingin mengabaikan pria itu tapi dia penasaran.

"Pras suka kesini rutin buat apa?" tanya Gia akhirnya.

"Pras nggak cerita?" Danny terkejut "wah berarti kamu nggak seistimewa itu ya."

"Maksudmu apa sih?" Gia tersinggung. Apa masalah Danny sebenarnya?

"Ups sorry, sorry... Kebiasaan nge-roasting orang." Danny tergelak, tapi Gia tidak menemukan hal lucu. Danny mengedikkan bahu.

"Pras itu pernah gagal ginjal. Lalu dapet transplasi ginjal. Makanya dia harus kontrol terus." Gia terkejut. Ini benar-benar baru bagi Gia. Gia tidak tahu bahwa dibalik Pras yang kuat, dia pernah operasi ginjal.

"Pras punya kelainan ginjal sejak kecil. Ditambah lagi gaya hidup preman sejak muda. Untungnya ada ginjal yang cocok buat dia. Tapi dia harus rutin ke klinik."

"Pras punya saudara?" tanya Gia. Selama ini Gia tidak tahu keluarga Pras.

"Kenapa emangnya?" tanya Danny.

"Bukannya kalau donor ginjal harus punya hubungan darah?" Gia balas bertanya.

"Nggak. Dia dapat dari orang lain. Setahuku nggak harus sedarah. Hanya harus cocok dan golongan darah yang sama" Danny meneguk air putihnya lagi "dia yatim piatu sejak kecil. Dulu diasuh paman-bibinya. Karena nggak betah dia kabur ke jalanan jadi preman."

Kesamaan Pras dan Gia adalah mereka lari dari tempat yang seharusnya menaungi mereka.

"Siapa donor Pras? Apa kamu tahu?"

"Namanya Ryanna." Danny memandang Gia. Gia terkejut. Gia tidak tahu sudah berapa kali hatinya diremas seharian ini. Gia meminum hampir habis teh nya.

"Dari wajahmu," Danny tersenyum mengejek "kayaknya kamu udah tahu Ryanna itu siapa. Orang yang dicintai Pras. Ah mungkin hanya dia yang dicintai Pras, setahuku."

Vices's TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang