Gia pulang dari tempat kerja malam selanjutnya, ketika mendapati depan rumah Bu Sapto penuh orang dan suara bentakan. Gia buru-buru berlari, khawatir akan apa yang terjadi. Gia mendapati Bu Sapto memohon sambil merangkul kaki pimpinan preman yang bernama Gandot, yang selalu menagih keluarga Nanda.
"Jangan! Jangan! Nanda nggak ada!" Tangis Bu Sapto. Penampilannya berantakan.
"Kalau yang gede nggak ada, anak lo satunya harus ikut kita!"
"Satria juga nggak ada di sini! Bawa aku saja!"
"Cih, nenek reyot gini bisa apa? Malah nyusahin! Minggir! Gue mau cari di dalam!"
"Mereka nggak ada!" Seru Bu Sapto gusar.
"Lalu ke mana mereka?" Gandot bertanya gusar.
Bu Sapto hanya menangis tidak menjawab.
"Nangis mulu lo! Kalau nggak mau jawab, gue yang nyari sendiri! Pas anak lo pulang, yang mereka lihat nanti tinggal abu rumah lo aja!"
Gandot lalu menyuruh anak buahnya menuang bensin di sekeliling rumah.Gia menyeruak di antara para tetangga yang melihat iba dan ngeri. Kebanyakan dari mereka adalah orang tua lanjut usia dan masyarakat pinggiran. Preman macam Gandot itu adalah 'raja' mereka. Mereka tidak punya daya membela Bu Sapto.
"Hei, hentikan!" Gia berteriak memeluk Bu Sapto. Mereka berangkulan.
"Lo kan temennya Nanda?" tanya Gandot sinis.
"Iya, terus kenapa?" Tantang Gia, berpura tegar.
"Heh, ini bukan urusan lo! Jadi jangan ikut campur!"
"Sekarang aku keluarganya Nanda, jadi ini urusanku juga!"
Gandot memandang Gia ingin tahu "heh, lo tahu nggak jaminan Bapaknya Nanda?" tanya Gandot mencemooh. Gia hanya terdiam "dia ngejaminin anaknya sendiri."
Bu Sapto semakin terisak keras. Gia melongo. Anaknya? Maksudnya?
"Si Sapto gila itu ngejaminin anak perempuannya kalau gak bisa bayar utang waktu masih hidup, atau anak cowoknya yang bontot. Paham lo?"
"Dijaminin? Manusia buat jaminan?" gumam Gia tidak percaya. Praktek purbakala apalagi ini yang masih diterapkan? Mereka dari abad mana, sih? Pak Sapto juga gila! Anak sendiri dikorbankan. Gia teringat Ayahnya. Lebih memilih pacarnya daripada Gia, anaknya.
"Lo nggak usah syok gitu lah! Disini ini nggak kesentuh hukum! Banyak orang-orang ini dulunya nyerahin anaknya buat jadi jalang atau preman!" ujar Gandot "Nanda bakalan jadi wanitanya Bos preman sini, atau Satria jadi preman juga."
Gia terdiam saking terkejutnya. Jadi wanitanya preman? Jadi istrinya Gandot gitu? Gia tidak bisa membayangkan tubuh kecil Nanda bersanding dengan badan gempal dan garang Gandot. Apalagi membayangkan Satria yang polos itu jadi preman.
"A---aku akan cari uang buat ngelunasin!" Gia akhirnya menjawab. Mungkin sudah waktunya Gia mengaku kalah kepada Ayahnya, dicap anak manja hedon asalkan dia punya akses uang untuk membantu Nanda. Keluarga ini jangan sampai menderita lagi.
"Nggak, ini harus sekarang. Kalau nggak ada yang bersedia dijaminin berarti rumah mereka harus dibakar. Sebagai terror jangan macam-macam sama Serigala Selatan."
"Jangaaan!!" Bu Sapto berteriak, membuat hati Gia ngilu. Kemudian, entah dorongan darimana, mungkin dari tangisan sedu sedan Bu Sapto---atau sikap impulsif Gia--- tiba-tiba Gia berkata dengan lancar namun hampa.
"Aku, aku aja kalian bawa. Gimana?" Lalu semua hening. Memandang Gia seperti arus air.
"Gia, nggak!" Bu Sapto semakin meraung. Mengguncang tubuh Gia agar Gia sadar telah melakukan kesalahan. Gandot menimbang, ia lalu memanggil salah satu anak buahnya. Sedikit bercakap-cakap serius, lalu anak buahnya pergi sejenak, lalu kembali membisiki Gandot. Gia menunggu dengan perasaan tegang. Sementara Bu Sapto menangis di pelukan Gia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vices's Touch
RomanceGia harusnya paham bahwa egonya yang naif akan menyeretnya dalam bahaya. Dan bahaya itu bernama Pras; Sang pemimpin para preman di kota Metro Jayatri. Pria itu beringas dan punya kekuasaan di dunia kriminal. Dia lah penguasa para preman Selatan. Ia...