SEPULUH

84 8 1
                                    

Promo akhir tahun, EBOOK/PDF Vices's Touch, dapatkan dengan harga paling murah, yaitu hanya Rp. 75.000. Promo terbatas, hanya sampai tanggal 31 Desember 2024.

***

Danny memberikan teh hangat kepada Gia. Gia menerima sembari mengucapkan terima kasih, tidak mengira Danny akan benar-benar datang untuknya. Sejam yang lalu, Danny berhasil menemukan gadis itu. Memeluk tubuhnya sendiri karena kedinginan, di dekat ruang pengatur air. Lalu membawa gadis itu ke apartemennya. Danny memandang gadis itu; penuh luka gores di tangan dan kaki. Wajah penuh peluh dan rambut acak-acakan. Pakaiannya kotor oleh tanah dan rumput. Begitu pula jaket kulit yang tampak besar di badannya. Tapi wajah cantik aristokrat gadis itu tetap terpancar.

Gadis ini memang bukan orang sembarangan, batin Danny sambil tersenyum kecut. Gia membersihkan diri dan berganti pakaian yang Danny siapkan (kaus Danny dan celana pendek), Danny menyiapkan tempat tidur dadakan buat Gia di depan ruang TV.

"Jadi," Danny berdiri di dekat jendela sambil bersedekap "gimana caranya kamu kabur?"

Gia meminum sebentar teh yang dibuatkan Danny. Tenggorokannya kering dan sakit. Teh lemon peppermint. Sesuatu yang dibutuhkan tenggorokannya saat ini.

Gia memandang Danny; Apartemen, baju bagus, punya kendaraan pribadi, meminum teh peppermint dan lebih tepat disebut pria berpenampilan baik-baik ketimbang berandalan. Gia mulai meragukan status Danny sebagai preman.

"Hmm aku manjat pohon dan lari..." Lalu Gia menceritakan lebih detail. Tidak ada perubahan dalam raut wajahnya ketika mendengar cerita Gia. Setelah Gia selesai bercerita, Danny menghampirinya. Ia meminta handphone Pras.

"Simpan. Siapa tahu dilacak," ujar Danny sambil menyerahkan handphone Pras yang sudah mati. Lalu Danny mengambil mug teh Gia yang kosong.

"Berarti kamu nggak tahu apa yang terjadi selanjutnya di sana?" tanya Danny. Gia menggeleng. Danny terkekeh geli "entah kamu ini nekat atau hebat, tapi tindakan kamu sudah benar," ujar Danny lalu meletakan gelas-gelas kosong di wastafel.

"Kamu tahu keadaan Pras?" tanya Gia. Danny memandang Gia, lalu menghela nafas.

"Mereka ditangkap. Pras, Zack, Gandot, dan beberapa orang. Beberapa yang lain menghadiri acara tujuh harinya Bendi. Mario ada tugas pengawalan proyek, aku—yah, memang nggak tinggal di sana, jadi lolos."

Gia menutup mulutnya ngeri "di---tangkap?" tanya Gia tidak percaya.

"Iya. Ditahan di kantor polisi. Polisi nemu sabu-sabu sama senjata api rakitan katanya."

Pikiran Gia kosong. Tiba-tiba Gia bangkit. Ia meraih jaket Pras yang disampirkan di sofa.

"Hei, mau ke mana?" Danny segera meraih lengan Gia.

"Aku---aku mau ketemu Pras. Nggak, nggak! Aku harus ke penjara buat bebasin Pras!" ujar Gia meracau, berusaha melepaskan diri. Ekspresi Danny berubah. Kini ekspresinya serius dan marah. Ekspresi yang tidak pernah ditunjukan sebelumnya.

"Goblok!" Bentak Danny "nggak ada yang bisa kamu perbuat!"

Gia memandang Danny tajam "Aku akan pulang! Aku mau minta uang ke Ayahku! Aku mau bebasin Pras!" Gia mendorong Danny kuat sampai Danny mundur. Gia berusaha meraih pintu. Danny berdecak kesal, lalu segera menerjang Gia. Mereka jatuh terjelembab di lantai berkarpet. Gia merasakan badannya sakit membentur lantai, tapi dia tetap berusaha bangkit.

Danny akhirnya menindihnya. Danny menciumnya. Gia terbelalak.

Apa yang dilakukan si Brengsek ini?! Batin Gia. Gia berusaha melepaskan diri, tapi ciuman Danny semakin dalam. Akal sehat Gia kembali. Gia mendorong Danny keras, Danny terjelembab jatuh. Keduanya mengatur nafas mereka yang memburu.Gia mengusap bibirnya kasar. Danny menatap Gia tajam.

Vices's TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang