Setelah teror kematian beberapa warga yang dipercaya disebabkan oleh serangan monyet, Kampung Pasir Maung semakin mencekam. Menjelang petang, sudah tak ada lagi aktivitas warga, anak-anak yang biasanya mengaji di mushola pun kini meliburkan diri.
Tak ada ibu-ibu yang menghabiskan waktu bercengkrama di teras rumah. Suasananya persis seperti zaman peperangan. Kali ini bedanya lawan mereka adalah binatang. Siapa yang dirugikan? Jelas Semesta, Bilal dan Marni, mereka dianggap melakukan pesugihan monyet.
Namun, suasana mencekam itu tidak menyurutkan Semesta dan Galih dengan rencana mereka untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.
"Bah Rus udah jelas kehabisan banyak darah karena kakinya kena kapak, Lih. Tapi pernahkah kamu tahu ada luka lain di tubuhnya?"
Galih memalingkan wajah, bukan untuk menghindari pertanyaan semesta melainkan lelaki itu tengah berpikir. Sepertinya salah satu petugas yang memandikan jenazah bah Rus memang menemukan ada luka di perutnya. Luka yang sama seperti yang ada pada luka Pak Jajang tetapi tidak separah itu.
"Iya memang ada seperti tertusuk sesuatu tetapi tidak tajam, jadi tusukannya itu seperti koyak. Tapi yang lebih parah bukan itu sih, lukanya persis seperti tertusuk oleh taring. Wajar saja sih jika warga mengira kalau itu bekas gigitan monyet."
"Aku kenal Loli dari dia bayi, dan kamu bisa bandingkan dengan melihat taring Lili sekarang, taring sekecil itu mana mungkin bisa membuat korbannya mati, lihat ini." Semesta menunjukkan tangan yang sempat tergigit oleh Loli beberapa waktu yang lalu. Lukanya memang kecil, bekas gigitan monyet kesayangannya.
"Coba kita periksa CCTV, kita lihat bagaimana Loli kabur dari kandang sementara kandang itu terkunci."
Semesta bersemangat entah mengapa pikirannya buntu sampai tidak kepikiran untuk mengecek CCTV. Padahal alat itu dipasang untuk memantau kejadian-kejadian aneh yang terjadi di sekitar Vila seperti adanya bangkai ayam ketika pertama kali semesta datang ke tempat itu.
Keduanya buru-buru memeriksa melalui laptop yang Semesta bawa dari kota.
Semuanya kejadian yang tertangkap CCTV sama sekali tak terlihat ada keanehan di sana, hanya kegiatan Bilal yang membersihkan sekitar Villa, semesta yang bolak-balik mengurusi kedua hewan peliharaannya. Juga sesekali orang yang lewat ke sekitar Vila.
Semesta penasaran dengan rekaman terakhir ketika dirinya sudah berada di depan rumah Galih. Dari rekaman itu semesta berjalan tanpa ragu melintasi kebun jeruk lalu menghilang di antara tanaman jeruk yang ada di sana. Tidak ada Neneng sinden yang mengajaknya untuk terus berjalan.
Makhluk itu memang tak kasat mata dan tidak bisa terlihat sekalipun oleh kamera.
"Sampai tadi malam Loli memang ada di tempatnya. Lih, tau nggak sih, saat aku lewat depan rumah Bu RT tadi, Mereka lagi bisik-bisik kayaknya lagi ngomongin aku." Semesta merasa tak nyaman, jadi pusat perhatian dan bahan gibahan para tetangga.
"Dari mana kamu tahu bahwa mereka ngomongin kamu?" tanya Galih, dia memiringkan wajahnya menatap Semesta.
"Soalnya pas aku mendekat mereka Langsung diam, ada beberapa anak kecil yang ikutan ngobrol di sana mereka tanpa ketakutan ketika melihatku."
Semesta menghela napasnya, kejadian itu memang membuatnya terasa sesak. Rasanya menyedihkan memang dikucilkan hanya karena memiliki hewan peliharaan yang diduga menyerang warga-warga.
"Kamu pernah bilang kan mereka dipindah ke sini karena di sana juga sering kabur?"
"Iya memang, nyerang, sih, nggak tapi lebih ke nakut-nakutin. Jadinya warga pada resah juga takut. Aku pikir di sini nggak sama kayak di Jakarta nyatanya sama aja, punya peliharaan seperti monyet itu dianggap sesuatu yang salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
TANAH WAKAF [Terbit]
Mystery / ThrillerInfo pemesanan silakan DM :) Kampung Pasir Maung menjadi tempat pelarian Semesta dari kekecewaan atas kandasnya hubungan dengan sang kekasih. Dia ingin mencari ketenangan di sana, tetapi justru ketegangan yang didapatkannya. Sejak malam perdana Seme...