Rekaman dari kamera pengawas sudah siap diputar. Namun sebelumnya Galih meminta semua orang yang berada di luar untuk melihat sendiri isi dari rekaman tersebut.
Dikhawatirkan menyebabkan kekacauan Marni hanya mengizinkan beberapa perwakilan saja termasuk RT RW serta salah satu perwakilan keluarga dari masing-masing anak.
Dengan cekatan tangan Galih membuka file yang ada di laptop itu, melihat rekaman sebagai bukti atas hilangnya anak-anak itu.
"Kenapa lama?" tanya Pak RW.
"Rekamannya kok gak ada?" balas Galih dengan pertanyaan yang penuh dengan kebingungan.
Mendengar perkataan dari Galih barusan, Semesta mendekat dan mengambil alih laptop miliknya untuk melihat dengan mata kepala sendiri rekaman itu.
Benar saja, rekaman terakhir adalah rekaman Semesta yang pergi ke Kebun Jeruk mengikuti Neneng Sinden sampai di kediaman Galih.
Rekaman bagian depan Villa pun masih menunjukkan adanya Loli. Kejadian kejadian setelah monyet itu tewas kini tidak ada lagi.
"Coba saya periksa dulu," Galih melihat CCTV yang terpasang di sana. Memastikan alat itu masih terpasang dengan baik dan berfungsi sebagai mana mestinya. Namun ternyata setelah dibantu beberapa pemuda untuk memanjat dan memastikan, CCTV itu sama sekali tidak berfungsi.
Kamera yang terpasang di beberapa tempat nyaris tidak ada satu pun yang merekam. Semua mati, seperti sengaja dimatikan agar tidak merekam kejadian demi kejadian di tempat itu.
"Tidak ada sama sekali. Semesta kamu apakan kamera pengawasnya?" selidik Galih.
"Perkataan mengatakan bahwa aku melakukan itu dengan sengaja," kesal Semesta atas tuduhan itu, dia menatap orang-orang yang ada di sana merasa risih dan tidak nyaman.
Semesta mengenali ekspresi itu, mengenali raut wajah penuh keraguan dari para warga. Dia terpojok dan tersudutkan.
"Tidak berfungsinya kamera pengawas ini bukanlah penyebab hilangnya mereka, bukan? Kalian jangan seolah-olah menyalahkan saya. Silakan lanjutkan pencarian saya tidak bisa bantu apa-apa, hanya bisa mendoakan semoga mereka segera ketemu."
Tanpa keraguan, Semesta berjalan menjauh meninggalkan kerumunan yang masih diam tanpa kata. Kemudian membuka pintu lebar-lebar pertanda bahwa kehadiran mereka semuanya sudah tidak dia kehendaki lagi.
"Semesta maaf, bukan itu maksudku." Galih berusaha menenangkan Semesta, meski dia tahu Semesta terlanjur kecewa.
"Apa untungnya buatku mematikan semua CCTV ini? Aku sengaja memasangnya demi keamanan diriku, harusnya kalian mikir ke situ."
Orang-orang sudah diluar, kecuali Galih yang terus meyakinkan Semesta, meminta maaf pada perempuan itu dan meyakinkan bahwa dirinya menyesal. Itulah kelemahan Semesta, mudah sekali luluh. Dia hanya mengangguk dan mengangkat sudut bibirnya sedikit.
Di tengah perbincangan Semesta melihat Marni yang kembali dengan langkah tergesa.
"Keluar dari sini," usir Marni. "Mang Bilal sudah kembali, jangan sampai dia marah melihatmu di sini."
"Gak apa-apalah, Bi. Galih gak ngapa-ngapain, Kok." Semesta menengahi, gak enak sama Galih kalo dia harus diusir tiba-tiba seperti sekarang ini.
"Gak apa-apa, saya mau lanjutin cari anak-anak bareng yang lain."
"Cobalah cari ke arah bukit itu, anak-anak biasanya jalan ke sana lihat kereta dari atas bukit. Siapa tahu tersesat dan gak bisa pulang. Kolam sudah diubek, dan gak ada sama sekali. Lagian nyari di kolam begini seakan kalian yakin kalo anak-anak udah gak ada nyawanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
TANAH WAKAF [Terbit]
Mistério / SuspenseInfo pemesanan silakan DM :) Kampung Pasir Maung menjadi tempat pelarian Semesta dari kekecewaan atas kandasnya hubungan dengan sang kekasih. Dia ingin mencari ketenangan di sana, tetapi justru ketegangan yang didapatkannya. Sejak malam perdana Seme...