1. Kehidupan baru

258 22 0
                                    

.
.
.
.
.

Pukul 01.00 malam, terdengar langkah kaki di sebuah gang kecil, dengan jalan yang tegesa-gesa pemililk surai merah bata dan mata turquoise itu mengambil ponselnya guna membaca pesan dari salah satu rekannya, "Bangsat." ucapan itu yang keluar dari tenggorokan pria tersebut. Itoshi Sae, mendecak sedikit kesal ketika dia baru saja selesai menjalankan misi nya dan mendapatkan kabar bahwa sang adik pundung akibat dirinya terlalu larut pulang.

Sae dengan cepat mengetik untuk membalas pesan kepada rekannya itu dan mengatakan kepada rekannya bahwa dirinya akan segera pulang, selepas menekan tombol kirim dengan cepat ia berlari menelusuri jalan dan kembali ke rumahnya dimana tempat adiknya berada.

Pukul 01.25, Sae tiba di sebuah rumah yang terbilang cukup besar untuk hanya di tempati dua orang, ia meneguk ludahnya sebentar sebelum kembali berjalan dan masuk ke dalam rumah tersebut, tangannya terulur untuk memegang kenop pintu dan dibuka "Abang pulang.." Ucapnya yang langsung di suguhi lemparan bantal sofa dari salah seorang pria yang memiliki rambut kehijau tuaan dan mata turquoise sama seperti milik Sae, bantal itu tepat mengenai wajah Sae dan terjatuh di lantai ketika terdengar suara tawa dari seseorang berkulit tan "Hahaha, headshoot." Sae yang mendengar itu mendengus kesal dan mengambil bantalnya "Diem shidou." "Upsie.."

Sae berjalan ke arah sofa dan meletakkan bantal itu lalu mengelus pundak sang adik "Rin." pria berambut kehijau tuaan itu melipat tangan di dadanya dan memalingkan wajah, mendengus dengan kesal "Apa?" "Rin, abang cuman terlambat sedikit" "Sedikit? oh." selepas mengucapkan kalimat terakhir, Rin bangun dari sofa dan berjalan ke arah kamarnya dengan muka kesal.

Helaan nafas terdengar dari sang kakak "Anak kecil.." "Setinggi itu anak kecil?" ucap Shidou pria berkulit tan sekaligus rekannya Itoshi Sae ini "Rin bener-bener ngambek, lo harus bujuk dia Sae." "Do gue tau gue salah, tapi ini beneran telat sedikit." terkekeh mendengar jawaban dari si surai merah bata, shidou pun meledek Sae "Semisal pala lo gue tonjok terus berdarah sampe sobek masih di bilang luka sedikit ga?" "anjing lo." "Bujuk, lagi pula dia ngambek bukan karna lo telat doang." Ucap Shidou dengan suara serius yang dapat di dengar oleh Sae bahwa memang terdapat sesuatu yang serius mengenai perasaan sang adik terhadap nya "Iya do thanks, balik sana."

Shidou mengangguk setelah mendengar perintah dari Sae, dia berjalan ke arah pintu dan menutupnya. Setelah kepulangan Shidou, Sae berjalan menaiki tangga untuk menuju ke kamar adiknya; Itoshi Rin. Tepat di depan pintu berwarna coklat, Sae mengetuk pintunya dan memanggil si pemilik kamar "Rin, Buka pintunya." tidak ada sahutan terdengar dari Rin, Sae menghela nafas lalu berbicara sekali lagi "Rin, abang telat karena misi nya berat jadi-" ucapannya terpotong ketika si pemilik kamar membuka pintu dan menerjang Sae, sontak sae terdorong dan menahan tubuh Rin lalu memeluknya ketika Rin menyelusupkan wajah nya di bahu sang kakak "Rin.. Maaf, abang janji ga pulang telat lagi." isak dari adiknya terdengar tepat di telinga Sae, dengan begitu Sae mengelus punggung Rin dengan lembut.

Abang di sini..

Rin ga akan kehilangan abang.

Abang bakal terus ada buat Rin.

"Abang.." Pemilik surai hijau tua itu pun akhirnya membuka mulutnya untuk berbicara "Ya? Maaf abang bakal pulang lebih awal jadi Rin-" "Abang dapet surat." "Huh?" "Rin ga ngambek karena abang telat tapi abang dapet surat." "Surat apa?" "dari agensi."

.
.
.
.
.
.
.
.


Di sini mereka berada di kamar Itoshi Sae, Rin memperlihatkan surat yang dia maksud kepada kakaknya, Sae membaca surat itu dengan teliti.

"Teruntuk Itoshi Sae,

ditugaskannya kau bekerja di agensi pusat dengan beberapa alasan di perlukannya keahlian yang kau miliki, kami dengan ini menyatakan untuk kau datang ke agensi ini pada pukul 07.00 pagi dengan alamat yang tertera tanpa mempertimbangkan perizinan darimu, kami memaksa.

Ego Jinpachi"

Setelah membaca surat itu, Sae meletakkan kembali suratnya ke meja dan menatap Rin "Jadi, pundung karena ini?" dan mendapatkan anggukan dari Rin, Sae menghela nafas kasar dan mencubit pipi Rin yang di hadiahi pukulan kecil di tangan Sae "Bang, sakit!" "Hahaha habisnya kamu aneh pundung karena abang pindah tugas." "Ntar abang pisah sama aku kalau abang pindah tugas."

Huh? Ini yang di pikirkannya? astaga..

"Mana mungkin Rin." "Terus? aku ikut gitu?" "menurutmu? rela kah abangmu ini ninggalin kamu sendirian di tempat ini sedangkan abang ke pusat perkotaan?" "HAH?!"

Terkejut, itulah yang di rasakan Rin sekarang. Dia merasakan darah pipi nya mengalir panas, semburat merah terlihat jelas di pipinya, ia memalingkan wajahnya ke arah lain akibat malu dengan dirinya yang ia kira kakaknya akan meninggalkan nya sendirian. Sae yang melihat tingkah dari adiknya mengulum senyum kecil dan berjalan mendekati Rin, mengelus surai hijau tua itu dengan lembut lalu berbicara.

"Abang ga bakal ninggalin Rin, sekarang tidur.. Besok siap-siap beresin barang-barang yang di butuhin, liat sekarang udah jam 2 malem." Rin yang mendengar perintah dari kakaknya mengangguk lalu pergi meninggalkan ruang kamar kakaknya dan kembali ke kamar nya untuk tidur. Setelah Rin kembali, Sae berjalan untuk duduk di tepi kasur dan kembali menatap pada surat yang di kirimkan oleh pimpinan atau lebih tepatnya boss nya, dia menghela nafas kasar dan membaringkan tubuhnya di kasur, menarik selimut dan siap untuk terlelap ke alam mimpi.

"Kehidupan baru, rintangan baru."

A Mission Boy With His Little Brother. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang