4. Masa Lalu

156 11 0
                                    

"Kangen.. Bang Sae.."

"Rin.."

.
.
.
.
.

Mendengar ucapan dari si bungsu Itoshi, Shidou menghela nafasnya lalu mengelus pundak Rin dengan lembut "Rin, abang lo lagi kerja, ngertiin dia oke." "Kenapa gue harus di agensi? kenapa gue ga ikut jalanin misi bareng abang?" terdiam, Shidou mustahil memberikan jawaban yang telah Sae rahasiakan selama ini.

Hingga akhirnya Shidou memutuskan untuk berbicara kepada Isagi "Sa, anter Rin ketemu Anri." Isagi yang mendengar itu pun mengangguk dan mengajak Rin untuk meninggalkan ruang pelatihan, Sedikit penolakan dari si surai hijau tua namun akhirnya di setujui karena paksaan dari Shidou.

.
.
.

ketika Rin dan Isagi sudah meninggalkan ruangan, Shidou mengusap wajahnya dengan kasar dan membalikkan tubuh nya. Jangan lupa, di situ ada Kaiser. Baru saja ingin tenang tidak ada rengekan dari si bungsu Itoshi, pria jerman ini sudah menyuguhi nya pandangan intimidasi "Setidaknya jelasin ke gue kalau ga mau jelasin ke Rin." "Panjang ceritanya." "Pendekin." "Waktu itu —— Tamat." "Brengsek, yang bener anjir." "HAHAHAHAHA." "Yang bener bangsat, kecoa gosong." "Ya, ikut gue."


Sedikit menjauhi tempat ramai, Shidou dan Kaiser pergi ke sudut ruangan. "Jadi?" "Jadi begini.."

Flashback on

Kericuhan terjadi pada pukul 07:20 malam, lautan manusia berbodong-bondong untuk menyelamatkan nyawa mereka di ibu kota Spain, ledakan dan suara tembakan terdengar dimana-mana, suara tangisan juga teriakan bercampur menjadi satu.

"Kakak.. Hiks.. Mama.. Papa.." Tangis seorang anak kecil di tengah ramai nya lautan manusia yang hanya memikirkan keselamatan nyawa sendiri. Di usapnya air mata yang terus mengalir itu, semakin deras tangisan yang keluar, yang dia inginkan hanyalah keluarganya, dekapan hangat yang melindungi nya.

Luka di bagian kaki yang tertera, membuat pria kecil manis bersurai hijau tua ini tidak bisa bangkit dari duduknya, gemetar tangan yang takut akan suara ricuhan, semakin besar, semakin kuat, dan semakin membuat hatinya gundah.

"Tidak suka.. Hentikan.. Hentikan! Berisik.. Kakak.. Aku takut.. Aku tidak suka di sini.."

Isaknya semakin kuat, hingga akhirnya terlihat dari sudut mata sebuah uluran tangan dan dekapan hangat yang melindungi tubuh si kecil. "Tolong! Berhenti, Tolong adikku! Kami terluka.. Hentikan!".

Teriakan dari pria berambut merah bata itu tidak di gubris sama sekali oleh orang yang berlalu lalang dengan tergesa-gesa, semakin di eratkan nya pelukan kepada sang adik, semakin terdengarnya suara ledakan yang kuat membuat orang-orang berlari, naasnya menabrak tubuh dua pria kecil bermarga Itoshi ini.

Yang sang kakak lakukan adalah melindungi adiknya, dengan tubuhnya agar adiknya tidak terluka lebih parah. Sakit yang di rasa karena tubrukan oleh banyak orang, tidak. Apapun itu demi melindungi adik manis nya "Shh.. ah— Aw..".

Di lihat nya tubuh kecil yang di dekap, pandangan si kecil sudah tertutup membuat mata turquoise yang lebih tua melebar " Rin? Rin?! Rin! Bangun! Rin.." Tidak berhasil, entah apa yang terjadi, kepalanya terlalu pusing untuk memikirkan semuanya, Sialnya pandangan sang kakak ikut mengkabur, menggelap dan tubuhnya terjatuh ke tanah kotor sembari mendekap tubuh kecil yang masih ingin di lindungi.

.
.
.

Terlelap begitu lama, di bukanya mata ketika kesadarannya kembali. Mengerjapkan mata untuk melihat dengan normal ke sekeliling ruangan, Rumah sakit. Dengan sontak Sae membangunkan tubuhnya ke dalam posisi duduk, mencari sosok kecil yang menyandang status sebagai adiknya "Rin?.." panggilannya.

Dokter yang sedang menjaga ranjang di sebelah milik Sae menoleh untuk menatapnya "Kau sudah sadar?" membuat pandangan yang ditanya teralihkan "Dimana Rin?! Rin?!" "Tenangkan dirimu nak, adikmu di sini, sedang di cek keadaannya." mendengar ucapan dari dokter itu membuat Sae menetralkan kembali emosinya, di pandangnya tubuh si kecil, tertidur lelap, sangat manis. Harus di lindungi.

.
.
.

Selang beberapa waktu setelah kesadaran kedua Itoshi bersaudara itu bangun. Di temani dokter, mereka mengunjungi dua tubuh yang terbaring berbalutkan kain putih, dengan kulit pucat tanpa adanya nafas yang dihembuskan. Isak tangis dari sang adik terdengar, mencengkram baju kakaknya dengan kuat "Mama.. Papa.."

Mencoba tegar, sang kakak mengelus tubuh si kecil, mendekap dan membiarkan adiknya menangis, ini takdir yang tidak bisa di tolak, Mereka terlalu muda untuk ini.

Tanpa riwayat luka serius, Itoshi bersaudara ini di perizikan untuk kembali ke negara asal mereka Jepang, di temani dengan paman mereka untuk pindah ke tempat yang lebih aman, demi keselamatan dan kondisi mereka keputusan yang di berikan paman nya adalah hal yang benar.

 
.
.
.
.
.
.

Setelah berbulan-bulan mereka kembali ke negara asal, merasakan sesuatu yang janggal dari sang adik. Di sini mereka berada, Di rumah sakit. Berbicara dengan psikiater mengenai masalah adiknya, Itoshi Rin mengalami trauma mendalam akibat suara ricuhan yang menggelegar akibat insiden itu, membuat dirinya terlalu takut pada sesuatu yang bahkan hal sepele pun. Tidak ingin kehilangan orang tedekatnya, takut dengan sesuatu yang baru, bahkan lebih memilih mengurung diri di rumah menjauhi perkotaan lautan manusia.

Prihatin dengan kondisi adik nya, Sae memutuskan untuk memberikan pengobatan untuk kesehatan mental sang adik. Tidak peduli berapa biaya yang harus dikeluarkan, yang dia ingin adalah melindungi adiknya, membiarkan adiknya tumbuh tanpa rasa takut yang di alami,  apapun untuk sang adik akan ia perjuangkan.

"Kakak janji, bakal terus lindungin Rin, bahkan walau taruhannya nyawa sekalipun."

Flashback Off


"Begitulah kira-kira." Shidou selesai menceritakan masalah mengenai Itoshi bersaudara ini, Kaiser tidak menggubris dirinya tidak ingin mengucapkan kata-kata yang salah mengenai masalah ini "Gue tau itu berat buat mereka berdua, makanya Sae ngasih kita semua amanah buat jagain Rin?" "Menurut lo?" "Separah itu." "Gue sendiri ga bisa berkata-kata lagi, bahkan dia berani ngelakuin apapun buat si bontot." "Huft."

"Terus alasan lain kenapa Rin bisa manja begitu karena trauma?" Tanya surai blonde Bergradasi biru ini kepada Shidou "Bukan, menurut gue mereka saling takut kehilangan satu sama lain, rasa itu muncul lama-lama jadi rasa sayang. Sayangnya, mereka berdua kehalang gengsi gara-gara mereka udah beranjak dewasa." Jelas Shidou kepada Kaiser, yang mendengarkan pun sedikit memiringkan kepalanya lalu berbicara "Oh-! Karena mereka beranjak dewasa? Susah ngeekspresiin rasa sayang satu sama lain?." Kaiser bertanya lagi.

"Bukan susah, kalau menurut gue itu tsundere." Bukan, yang menjawab adalah pria yang menghampiri Shidou dan Kaiser, membuat mereka menoleh ke arah sumber suara. Tabito dan Otoya berdiri tidak terlalu jauh dari mereka "Lo berdua nguping?" tanya Shidou kepada Tabito dan Otoya "Ngedengerin" "Sama aja bangsat?!!!!"

Otoya tertawa dan di hadiahi cubitan di bagian perut oleh Tabito "Cukup rumit juga ya, Lo sendiri kenapa bisa deket sama Rin? Kalau Sae gue sih tau alesannya met." Tabito pun bertanya "Gue nemenin Rin kontrol terus, juga Sae selalu nitipin Rin ke gue." Jawab Shidou yang di Ohhh-ria kan saja oleh Tabito, Otoya, dan Kaiser "Ohhhhhhh"


"Ga ada harapan lebih, yang gue mau cuman Itoshi bersaudara itu ngedapetin apa yang mereka harus dapet."

"Kebahagiaan?"

"Ya."



A Mission Boy With His Little Brother. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang