Detak Enam

225 30 4
                                    

Terlibat perasaan dengan lawan jenis akan meracuni mood di masa muda ini.

Pradipta D Grispara
~
~
~

Tanggal merah yang terselip di kalender bagaikan surga dunia bagi kalangan pelajar dan para pekerja kantoran.

Tak terkecuali Pradipta yang kini tengah menikmati hari liburnya dengan pergi ke sebuah rumah yang terletak di salah satu kawasan perumahan elit bersama empat orang bodyguard.

Dari pada berdiam di rumah menyaksikan kebucinan Marva dan Vasya, bercengkrama dengan Leory pun bukan kegiatan yang baik di hari yang cerah ini, Nadinta pun sudah pergi ke rumah temannya pagi-pagi sekali.

"Ini rumah kakek kamu, Dip. Regatra Grispara," ucap salah seorang bodyguard bernama Sean, dia adalah pengawal yang cukup dekat dengan Pradipta, usia mereka terpaut empat tahun.

Pradipta mengangguk, manik matanya bergerilya menusuri bangunan megah di depan mata yang tak berpenghuni namun terawat.

Sesungguhnya Pradipta seringkali mengunjungi rumah ini, tapi ia tak pernah masuk ke dalamnya, dulu Pradipta merasa takut akan hawa aneh di sekeliling bangunan berwarna biru burhen itu.

Tapi sekarang Pradipta ikut serta bersama para pengawal yang akan membersihkan rumah Gatra, mereka memang ditugaskan untuk membersihkan rumah ini seminggu sekali. Namun tak arang beberapa pengawal mengunjungi tempat ini setiap hari sekedar memastikan tak ada penyusup.

"Hello." Pradipta tersenyum tipis membaca ukiran tersebut disebuah papan kecil yang tergantung di tengah pintu utama.

Hanya satu kata sapaan dan terdengar familiar, namun entah mengapa Pradipta merasakan perbedaan di sana.

"Mari masuk," ajak Sean.

"Silahkan, duluan aja."

Para pengawal itu menurut saja apa yang diucapkan sang tuan muda, meninggalkan Pradipta sendirian di teras rumah.

Laki-laki itu mengayunkan kaki menuju halaman samping rumah yang tersedia sebuah kolam renang luas, namun sayang tak diisi air, pun masih tumbuh pohon ceri di sebelahnya.

"Katanya om Jio pernah jatuh dan hampir mati tenggelam di kolam ini," gumam Pradipta mengingat cerita Naya kala itu.

"Beruntungnya om Jio pernah merasakan kasih sayang lengkap dari nana Naya dan opa Gatra, sedangkan papa Marva yang merupakan putra kandung mereka justru sedikit asing dengan kasih sayangnya."

Pradipta tahu betul betapa laranya Marva di masa lalu. Lahir bertepatan dengan hari kematian sang Ayah, tumbuh berdampingan dengan Bunda Naya yang depresi, ditambah lagi kepribadian ganda yang diidap Marva.

"I'm proud of you, Papia," sendu Pradipta.

Setelah meyakinkan dirinya, kini Pradipta melangkah memasuki rumah yang sudah diwariskan pada Marva namun tidak dengan kenangannya.

Banyak patung yang nampak nyata juga coretan lukisan abstrak di sepanjang dinding kanan kiri Pradipta, dia meneguk ludahnya sendiri kala hawa dingin menggelitik leher.

Hingga langkahnya berhenti di sebuah lukisan yang ukurannya paling besar diantara yang lain, ia yakini seseorang berjas hitam dengan senyum manis di lukisan itu adalah Gatra.

DETAK DIPTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang