PART 9 - KEGELISAHAN

72 14 1
                                    

Happy Reading ^_^

***

Obat macam apa yang kalian berikan padaku? batin Yao Tian bertanya-tanya dengan frustrasi.

Selain fakta bahwa obat itu bukanlah obat yang diresepkan tabib untuknya, obat itu ternyata memberikan dampak yang luar biasa bagi Yao Tian pasca absen meminumnya. Dan tahu apa yang dirasakannya saat ini? Bingung. Gelisah. Ketakutan.

Bagaimana tidak, sejak absennya meminum obat itu, Yao Tian serasa dihantui oleh kelebatan memori yang sangat asing. Kelebatan itu seperti bersitan memori masa lalu yang tiba-tiba saja terkenang. Tapi masa lalu yang mana? Dia tidak ingat pernah mengalami kejadian-kejadian itu.

Yao Tian mengurut pelipisnya yang terasa sangat pusing karena beberapa menit lalu baru mendapat 'serangan' baru. Bahkan, yang terparah, di dalam kelebatan ini sosoknya tampak asing sekali karena tidak seperti dirinya saat ini. Dia memakai pakaian yang jauh dari kata anggun. Bahkan ada sebilah tombak yang bercucuran darah dalam genggaman tangannya!

Jujur saja, semua ingatan asing itu begitu membebani Yao Tian. Selain karena tidak ada yang diingatnya, kepalanya akan terasa sangat pusing setiap kali kelebatan itu hadir. Yao Tian khawatir hal ini akan mengganggu janinnya.

Lalu, haruskah dia meminum kembali obat tersebut?

Pertanyaan itu sempat menyentil nuraninya sebagai calon ibu. Dia harus memikirkan anak dalam kandungannya. Tapi, di saat yang bersamaan, egonya sebagai manusia yang kehidupannya sudah dimanipulasi oleh semua orang membuat Yao Tian bersikeras ingin tetap melanjutkannya.

Dia harus menyingkap misteri ini. Cepat atau lambat semuanya akan terungkap. Dia hanya perlu bertahan sedikit lagi. Toh, Yao Tian merasa kendali dirinya bagus. Dia sudah bisa mengatasi dirinya sendiri untuk tetap tenang dan terorganisir kala serangan-serangan tersebut hadir. Jadi jelas, ini hanya perlu pembiasaan, bukan menyerah.

"Nyonya, apa kepala anda pusing kembali? Kalau begitu sebaiknya kita pulang. Anda perlu tabib istana." kata Kepala Dayang yang tanpa sengaja menangkap pergerakan sang nyonya yang mengurut pelipisnya. "Lagipula... lagipula ini salah. Tidak seharusnya kita berkeliaran di luar istana seperti keinginan anda, Nyonya." imbuhnya dengan terbata-bata.

Yao Tian langsung melirik kepala dayang-nya dengan sebal. Sejak tahu bahwa dayang-dayangnya bekerja sama dengan raja, tatapan Yao Tian pada mereka tidak selembut dulu. Bahkan kalau bisa dia ingin menjauhkan diri dari mereka sejauh mungkin. Tapi sayang, semua itu tidak mungkin terjadi.

"Apa aku tampak seperti perempuan yang sangat lemah sampai-sampai mengurut pelipis seperti ini dianggap kesakitan? Astaga..." gerutu Yao Tian.

"Tapi, Nyonya..."

Yao Tian mengangkat tangannya. Dia tidak mau dibantah.

"Aku ingin jalan-jalan dengan tenang. Kalau kalian takut, maka pulanglah. Aku tidak keberatan kalau harus berjalan sendirian."

Yao Tian melanjutkan langkahnya dengan tenang. Tekadnya untuk keluar dari istana membuatnya tidak takut dengan beragam kemungkinan buruk yang bisa menyerangnya saat ini. Dia tidak punya musuh, jadi berjalan-jalan tanpa pengawalan ketat seperti ini seharusnya bukan masalah yang serius.

Namun, pikiran ini akan ditepis mentah-mentah kalau dibicarakan dengan sang suami, Yue Xiang Lin. Baginya, akan selalu ada bahaya, sehingga pergi dengan sekompi pengawal adalah keharusan. Bahkan, meskipun dengan sekompi pengawal, Yue Xiang Lin pun tetap tak membiarkan Yao Tian pergi tanpa dirinya.

"Belakangan ini anda tampak aneh sekali, Nyonya. Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran anda?"

Sang kepala dayang yang sudah berkamuflase seperti pembantu biasa pun bertanya. Dia penasaran sekali dengan perilaku majikannya yang lumayan berbeda belakangan ini. Sikapnya tidak selembut biasanya. Bahkan bisa dibilang mendekati ke arah... memberontak. Seperti dulu.

The Strongest Woman In The PalaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang