Part 18

2.3K 295 50
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HolllaaaaaaaAda beberapa hal di Blurb dan di Part berbeda ya, Mamak Al buat disesuaikan dengan jalan kisahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Holllaaaaaaa
Ada beberapa hal di Blurb dan di Part berbeda ya, Mamak Al buat disesuaikan dengan jalan kisahnya.

"Bagaimana keadaanmu?" Lama kami berada di kemacetan kota Jakarta di jam pulang dan itu adalah pertanyaan pertama yang terlontar dari pria yang ada di sampingku.
Konyol sekali menanyakan bagaimana keadaanku saat seluruhnya hancur berkeping-keping.

"Buruk." Jawabku singkat. Bahkan tanpa menoleh ke arahnya yang juga tampak mengenaskan karena kepalanya yang diperban. Gelas yang aku hantam ke kepalanya rupanya membuatnya terluka cukup parah.

Hela nafas berat terdengar dari pria di sampingku, membuat suasana semakin canggung dan dingin. Berdua satu mobil seperti ini membuatku merasa de javu, dulu, ya rasanya dulu sekali saat aku bersama dengan Kak Andika seperti ini. Biasanya aku akan berbicara banyak hal, entah itu hal yang penting atau yang receh sekalipun, bahkan tidak jarang aku turut bernyanyi di dalam mobil dan jangan lupa mereview pengendara lainnya yang unik sementara dia yang ada dibalik kemudi hanya menanggapi seadanya, namun kini kecerewetanku sama sekali tidak terdengar. Aku membisu dan aku tidak mau menatapnya.

Kembali, aku menyesali keputusanku yang memilih mengikutinya untuk pergi dan berakhir terdampar di mobil ini, namun aku benar-benar tidak sanggup lagi menahan malu jika aku harus berdebat dengannya di muka umum. Hamil karena sebuah kecelakaan bukan hal yang patut untuk dipertontonkan.

"Kamu mau makan?" Pertanyaan itu terdengar kembali darinya, dan percayalah aku cukup heran dengan perubahan sikapnya ini. Ya, seorang yang bahkan tidak mau meminta maaf atas kesalahannya tiba-tiba saja berubah sebaik ini, siapa yang tidak heran jika kalian menjadi aku.

"Nggak...." Kembali aku menjawab singkat, bahkan aku tidak menutupi pandangan curigaku kepadanya yang rupanya ditangkap dengan cepat oleh Kakak dari temanku ini.

"Bilang saja kalau kamu mau apa-apa, aku akan berusaha buat nyariin. Kata Tante Riana, seusia kandunganmu sedang dalam fase ngidam."

Alisku terangkat tinggi, semakin dibuat keheranan dengan apa yang dia lakukan ini, aku sama sekali tidak lupa dengan apa yang telah dia katakan kepadaku. Kak Andika pikir luka yang dia torehkan akan menghilang hanya karena sikap baiknya yang mendadak ini. Entah apa yang sudah Tante Riana katakan kepada Kak Andika hingga tiba-tiba saja pria menyebalkan dan brengsek ini seolah tersadar dari kesalahannya. Sayangnya sikap baiknya ini sudah sangat terlambat untukku.

"Nggak perlu dan nggak usah repot-repot." Ujarku kembali, bahkan kini aku sudah kembali membuang mukaku tidak mau melihatnya.

"Terserah lah,  Reen. Aku hanya berusaha memperbaiki keadaan perlahan-perlahan agar masalah kita ini selesai dengan menemukan jalan keluar yang baik." Dalam diamku aku hanya bisa berdesis sinis saat mendengar apa yang Kak Andika katakan. Seorang pria dengan ego yang setinggi gunung ini hendak berbicara baik-baik tentu bukan hal yang mudah untuknya. Apapun jalan keluar yang dia tawarkan sudah pasti itu hanya akan menguntungkan baginya tapi tidak denganku.

Pada akhirnya aku hancur sendirian.

"Aku sangat penasaran jalan keluar terbaik apa yang kamu tawarkan untuk kedua kalinya ini, Kak. Yang pertama kamu menawarkan uang, kan? Kali ini apa, ya? Aku benar-benar penasaran." Balasku sarkas dan itu langsung membuat pria yang berada di balik kemudi ini menggeram kesal. Sungguh aku benar-benar heran dengan diriku sendiri, bagaimana bisa aku dulu jatuh hati dengan pria arogan dan juga semena-mena sepertinya. "Jadi tolong, diamlah selama perjalanan karena aku harus menyiapkan diri lahir dan batin untuk mendengar terobosanmu yang pasti akan merugikanku nantinya."

Aku tidak sedang mencari-cari alasan karena sekarnag aku benar-benar lelah. Ya, hanya menahan emosi seperti ini saja sudah membutuhkan tenaga yang sangat banyak. Selama tiga hari ini aku memang hanya tiduran saja di ranjang rawat inap, namun tetap saja tidurku serasa tidak nyenyak, dan sekarang saat wangi lembut pengharum mobil beraroma lemongrass menyerbu masuk ke dalam hidungku mendadak saja aku merasa mengantuk.

Jok mobil yang nyaman, dinginnya AC yang terasa pas untukku membuat mataku benar-benar berat. Berawal dari aku yang memejamkan mata menghindari obrolan dengan pria brengsek ini dan berakhir dengan aku yang benar-benar tertidur pulas. Ya, rupanya aku lelah dengan semua kemelut yang rasanya sulit untuk aku hadapi ini.

Aku tertidur begitu lelap bahkan sampai aku tidak sadar jika akhirnya kami sampai ditujuan yang dimaksud Kak Andika. Satu hal yang aku ingat saat itu adalah aku terbangun di sebuah kamar yang terasa asing untuk mataku dan saat itu aku tersadar jika pria brengsek itu dengan sikap sok pahlawannya sudah memindahkanku ke dalam rumah.

"Yah, sepertinya ini akan menjadi tempat tinggalku yang baru." Ucapku pada diriku sendiri saat melihat sebuah koper besar dan beberapa tumpukan kardus ada di dekat pintu, barang-barang yang pasti adalah milikku dari apartemen. Tidak ada lagi tempat bernama rumah untukku, aku sudah tidak diterima dimana pun, baik oleh orangtuaku maupun oleh sepupu yang sudah aku anggap kakak sendiri.

Dan benar saja, ditengah kebengonganku memandang kosong ke arah sekeliling tiba-tiba saja pintu itu terbuka. Sosok Kak Andika dengan kepalanya yang terperban muncul dan tersenyum kaku ke arahku.

"Kamu sudah bangun?" Pertanyaan retoris itu sama sekali tidak aku jawab. Jika aku tidak bangun, lantas siapa yang tengah beradu pandang dengannya sekarnag ini? Mungkin dia sendiri pun terkejut saat menyadari kebodohan atas pertanyaannya barusan. "Bisa kita bicara sekarang, sekalian makan karena kamu perlu minum obat dan vitamin. Aku tunggu di depan, lebih baik kamu mandi dulu karena kamu tidur terlalu lama."

Tanpa menunggu jawaban dariku Kak Andika berbalik, sikapnya yang berusaha memberikan perhatian kepadaku sementara sebenarnya dia adalah pria yang kaku, arogan, dan tidak peduli terhadap perasaan orang lain tentu sangat menyiksa untuknya.

Aku sendiri pun sama sekali tidak berminat memulai pertengkaran dengannya. Energiku benar-benar sudah terkuras habis. Menuruti apa yang dia katakan aku memutuskan untuk mandi, dikamar besar ini ada toilet dalam bahkan sudah lengkap dengan segala kebutuhan bahkan merk sabun dan perintilannya pun tersedia seperti yang biasa aku gunakan.

Jangan kalian pikir aku terharu dengan effort yang sudah ditunjukkan oleh Kak Andika ini, karena aku justru semakin penasaran dengan apa yang hendak dia katakan kepadaku. Sungguh aku benar-benar tidak sanggup lagi jika harus mendengar ketidaktahuan dirinya yang lain. Aku lelah menghadapinya yang sama sekali tidak merasa bersalah dan justru semakin menjadi egoisnya.
Kembali lagi aku menyesal telah mengenalnya, aku menyesali takdir yang harus mempertemukan kami dan menjebakku dengan takdir seburuk ini.

Tidak perlu waktu lama untukku mandi sampai akhirnya aku turun, namun saat aku sampai di ruang depan yang dimaksud oleh Kak Andika, langkahku terhenti saat mendengarnya sibuk dengan seorang yang ada diujung telepon sana.

"Hanya sementara, Dil. Aku akan menikahi Shireen hanya sementara waktu sampai anak itu lahir, nikah kontrak bahasa gampangnya."

".............."

"Nggak akan ada yang berubah, kamu tetap yang menjadi prioritasku sampai kapanpun. Kalau aku nggak cinta sama kamu, mana mungkin aku mengejarmu seperti orang gila selama ini?"
................. ............................

Bersamamu, Aku TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang