Part 11 🔞

3K 249 7
                                    

Dedek gemes agak minggir
Only 18+

Beberapa bulan yang lalu

Suara musik hingar bingar yang memekakkan telinga menjadi sebuah teman yang menyenangkan bagi mereka para penikmat malam. Rasa lelah dan jenuh usai seharian berkutat dengan pekerjaan berusaha dihilangkan dengan segala hiburan yang tersaji. Musik, alkohol, dan juga para wanita 😌maupun pria yang mencari pelabuhan untuk satu malam, itulah yang mereka cari dan ingin dapatkan malam ini.

"Udah, lo jangan minum terus, Kap! Gue nggak berani nganter lo balik Batalyon kalau kayak gini." Diantara banyaknya manusia yang bergoyang pelan dengan segelas alkohol di tangan mereka, Andika adalah salah satunya. Ditemani sang Sahabat, Kalindra, putra dokter Abra, yang tidak lain adalah dokter keluarga mereka, Andika merenung di depan bar. Sudah tidak terhitung berapa gelas whiskey yang dia habiskan.

Ya, Kaliandra sangat paham jika sekarang Andika tengah patah hati, wanita yang ditaksirnya justru terang-terangan menolak pernyataan cinta Andika, Adilla, wanita itu bahkan tertawa terbahak-bahak mengatakan jika Adilla bukan wanita yang ingin berkomitmen  apalagi menikah. Bahkan Adilla dengan santainya berkat jika Andika boleh menjadi teman tidurnya untuk satu malam jika Andika bersikeras ingin bersamanya. Dan yang membuat Andika benar-benar terluka adalah Dilla yang terang-terangan bercumbu dan saling mencium didepan matanya tanpa ada rasa bersalah sedikit pun sudah melukai hati dan harga diri Andika.

"Diem lo, jangan urusin gue." Bentakan dari Andika tentu saja membuat Kaliandra kesal, laki-laki yang sepuluh tahun lebih tua darinya ini memang benar-benar menyebalkan. Alih-alih lebih dewasa darinya, dimata Kaliandra, Andika justru lebih seperti anak kecil. Diseklilingnya ada banyak wanita, namun Andika justru mengejar Dilla yang dari sisi manapun begitu minus dimata Kaliandra, hanya karena Dilla satu-satunya wanita yang menolak dan tidak menanggap Andika, Andika mengejar Dilla seperti orang gila. Padahal jika Andika mau membuka mata sedikit saja, Andika akan bisa melihat jika Dilla sama seperti wanita lainnya, penolakan itu hanya berlaku untuk dirinya tapi tidak untuk pria lain.

"Dahlah, terserah lo. Mau mati disini juga monggo silahkan. Gue capek lihat tingkah lo kayak gini, udah kayak anak ABG aja lo. Nggak pantes, lagian naif amat juga lo jadi manusia, shock banget lo dilihat kehidupan manusia sekarang kayak apa. Kalau si Dilla nantangin ya udah terima aja, kelonin dia, buntingin sekalian biar jadi milik lo selamanya. Gitu aja kok dibikin repot. Udah ya, gue balik. Titip nih manusia, Brooo!"

Tidak, Kaliandra tidak benar-benar serius dengan apa yang tengah dia ucapkan sekarang kepada Andika, kalimatnya hanyalah wujud kekesalannya atas kegalauan yang tidak semestinya dirasakan oleh pria berusia 34 tahun. Terlambat puber membuat Andika menjadi sangat menyebalkan, dan kesalahan kedua Kaliandra adalah meninggalkan Andika sendirian, seharusnya Andra mengantarkan Andika pulang ke rumah orangtuanya atau ke Batalyonnya sekalian, karena bukannya pulang ke dua tempat yang seharusnya, Andika justru meminta diantarkan ke Apartemen tidak tidak jauh dari Senopati tempatnya menghabiskan malam menggalau, ke apartemen yang ditempati oleh Dilla dan Shireen.

"Kak Dika...... loh, loh kenapa Kak?" pekikan terkejut Shireen saat dia membuka pintu dan mendapati Andika yang memeluknya sama sekali tidak membuat Andika bergeming. Dimata dan pikiran Andika sekarang  yang dia lihat bukanlah Shireen melainkan Dilla, alih-alih melepaskan pelukannya, Andika justru semakin mengeratkan pelukannya kepada Shireen yang membuat Shireen semakin membeku ditempat.

"Please, jangan tolak aku, Dil." Racauan dari Andika membuat Shireen tersentak, tidak bisa Shireen pungkiri jika dia kesal dengan ulah Andika sekarang ini, bau alkohol yang sangat menyengat sudah cukup menjelaskan apa yang terjadi dan dihadapi oleh Andika, rasanya sangat sebal untuk Shireen mendapati Andika galau karena Dilla.

Selama ini bukan sekali dua kali Andika bertandang ke apartemen ini demi bertemu dengan Dilla, karena Dilla sendiri agak ilfeel dengan sikap Andika yang mengejarnya tanpa tahu malu, Shireen yang berbekal pertemanannya dengan Maisa sedikit berbaik hati membantu Andika setiap kali Andika ingin bertemu Dilla, yang diapeli Dilla namun yang meladeni pembicaraan Shireen, yang membukakan pintu juga Shireen, sayangnya kali ini untuk pertama kalinya Shireen menyesal membukakan pintu untuk Andika.

"Kak, sadar. Ini Shireen bukan Dilla, aelaaah, buat ulah apa lagi sih si Dilla sampai bikin anak orang kayak gini."

Bodohnya seorang yang mab*k dan patah hati adalah dia yang menelan mentah-mentah semua ucapan yang dia dengarkan. Kalimat Shireen yang berusaha melepaskan pelukannya bagai angin lalu yang sama sekali tidak dipedulikan oleh Andika. Bahkan tanpa Andika sadari, dia justru merangsek masuk lebih dalam ke apartemen milik sahabat adiknya tersebut. Tentu saja kelakuan Andika yang tidak normal ini membuat Shireen panik, alarm di tubuhnya tahu jika akan ada hal yang buruk terjadi padanya jika terus bersama dengan Andika.

"Kak Dika, lepasin."

Shireen berkutat hebat dengan tangan besar yang membelinya, namun dibandingkan Andika tenaganya sama sekali tidak ada apa-apanya, alih-alih melepaskan pelukannya, Andika justru mencengkeram erat dagunya dengan kuat, hingga air mata tanpa Shireen sadari turun karena rasa sakit yang dia rasakan. Andika sama sekali tidak sadar jika kekuatannya sudah melukai Shireen, sudah pasti besok kuku-kuku yang menancap itu akan meninggalkan bekas pada dagu runcing tersebut.

"Kamu sendiri yang minta seperti ini kan, Dill? Kamu nggak mau sama aku, tapi menantangku seperti ini, kan? Ini kan yang kamu inginkan."

Namun bagi Shireen rasa sakit fisik itu tidak seberapa dibandingkan tatapan mata Andika sekarnag ini padanya. Selama ini Shireen terbiasa dengan tatapan dingin Andika yang acuh padanya, dunia Andika hanya tertuju pada Dilla tidak peduli jika yang selalu bersamanya adalah dirinya, melihat tatapan Andika yang berselimut gairah di sorot matanya yang hitam dan sangat menginginkannya benar-benar menusuk hati Shireen.

Ya, Shireen memang mengagumi sosok Andika, ada getar rasa cinta yang dia rasakan setiap kali berhadapan dengan kakak  sahabatnya ini, bagaimana Shireen tidak kagum jika Andika memperlakukan Maisa bak seorang tuan putri, ada satu waktu Shireen berharap Andika akan membalas perasaan yang dia miliki namun tidak dengan cara seperti ini.

Andika melihatnya bukan sebagai Shireen melainkan sebagai Adilla, sungguh hal ini sangat menyakitkan bagi Shireen. Semuanya terjadi begitu cepat, otak Shireen terasa kosong saat Andika menciumnya dengan penuh hasrat seakan tengah memuaskan dahaga sekaligus membalaskan dendam atas kesalahan yang tidak pernah Shireen perbuat.

Air mata Shireen menetes semakin deras saat tangan besar tersebut dengan entengnya merobek piyama yang dikenakan olehnya, sama seperti pakaian itu yang dicampakkan dengan tidak berharga, kehormatan Shireen pun direnggut dengan cara yang sangat menyedihkan. Shireen bahkan jijik dengan dirinya sendiri merasakan sosok yang dikaguminya tersebut menjamah dengan sangat buas tanpa peduli lolongan tangisan Shireen.

Malam itu adalah malam menyakitkan untuk Shireen, tangis kesakitannya atas hilangnya mahkotanya sebagai wanita memecah kesunyian malam. Mimpi buruk yang bahkan membuat Shireen benci pada dirinya sendiri.  Dan semakin benci saat dengan keesokan harinya, permintaan maaf pun tidak Shireen dapatkan dari Andika. Pria itu pergi begitu saja memberikan punggungnya tanpa tahu betapa hancurnya hati dan harga diri Shireen. Tanpa merasa bersalah sedikitpun bahkan Andika kembali lagi ke hadapan Shireen bahkan selanjutnya Shireen melihat jika Dilla akhirnya menerima Andika. Satu kesakitan yang tidak bisa Shireen katakan dengan kata-kata. Lantas sekarang setelah semua yang terjadi, Andika bersikap bagai pahlawan.

Tidak, Shireen tidak menginginkan hal itu sama sekali.

Bersamamu, Aku TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang