Hollllaaaaaa
Update siang-siang soalnya Mamak sedang bahagia
Buat kalian yang sedang kerja, yuk biar Mas Andika temenin"Gila kamu ya Ka, kamu sendiri yang janji sama aku kalau pun kamu bertanggungjawab ke Shireen nggak akan mengubah apapun sikapmu ke aku, tapi nyatanya apa, Bullshit! Kamu bohongin aku!"
Baru saja Andika mengangkat telepon dari Dilla dan makian itu langsung mendarat di telinganya, reflek Andika menjauhkan ponselnya, pengang sendiri dengan teriakan Dilla yang histeris.
"Baru juga dua hari kamu sama dia satu rumah, tapi lihat kamu sudah berubah. Cuma sekedar minta dijemput loh kamu benar-benar nggak datang. Kamu pikir mobilku mogok, banku kempes dua-duanya itu aku sengaja? Kamu nggak percaya sama nasibku yang apes ini? Kamu bilang aku itu prioritas kamu tapi nyatanya apa, kamu lebih milih nemenin si Shireen yang bunting itu, kan?"
Tanpa jeda Dilla terus memaki, mengeluarkan segala hal yang sama sekali tidak ditanggapi Dika, membalas ocehan Dilla saat dia sedang marah hanya akan membuat masalah baru, hal terbaik yang bisa Dika lakukan hanyalah mendengarkan semua luapan kejengkelannya.
Ya, posisi Dika serba salah. Masalah tentang dia yang menghamili Shireen karena polah bodohnya yang mabuk-mabukan dan terhasut kalimat Kaliandra datang saat hubungannya dengan Dilla sedang hangat-hangatnya. Brengsek memang Andika ini, dia tidak tega mendapati Shireen hamil dan sengsara karena ulahnya apalagi saat melihat Shireen nyaris bunuh diri, tapi disisi lainnya pun dia tidak bisa meninggalkan Dilla.
Entah cinta atau egonya sebagai seorang pria, yang akhirnya bisa menaklukan wanita yang selama ini dikejarnya, yang membuat Andika memilih menggenggam keduanya, namun baru dua hari status Andika berubah menjadi seorang suami, ada beban mental luar biasa yang terasa menghimpit bahunya. Awalnya Andika begitu denial dengan segala penawaran gila yang dia katakan pada Shireen hingga dia mendapatkan tamparan dan pukulan dari orangtuanya, tapi mendadak saja saat melihat bagaimana beratnya Shireen menjalani kehamilannya membuat hati Andika mulai goyah.
Rasa simpati itu muncul di hatinya mendengar bagaimana Shireen muntah dengan hebatnya bahkan nyaris pingsan, niat Andika untuk mengabaikan semua hal yang terjadi dan tetap tidak peduli nyatanya goyah, terlebih saat Andika merasakan desir hangat dikala telapak tangannya menyentuh perut Shireen, ada gelenyar tidak biasa yang membuat dada Andika berdegup lebih kencang. Bayangan akan perut Shireen yang mulai membesar dan juga gerakan kecil dari dia didalam sana yang akan membalas sapaannya membuat hati Andika bahagia tanpa sebab. Dan tadi, Andika bisa saja nekad untuk tetap pergi menemui Dilla, tapi melihat Shireen yang makan dengan lahap setelah seharian dibuat mumet dengan bau bawang membuatnya urung.
Tidak, Andika tidak sepenuhnya takut dengan cobek hampir saja melayang ke kepalanya yang masih terperban, tapi hati kecilnya yang mulai peduli membuatnya urung. Dan sekarnag setelah kenyang mendengar kalimat sarkas Shireen dia harus mendengarkan umpatan Dilla di ujung sana.
Dilla sendiri yang mengusulkan pernikahan bersyarat sebagai bentuk tanggung jawab Andika, tapi sekarang dia juga yang marah-marah, banyak makian dilayangkan oleh Dilla kepada Andika dan semuanya Andika telan tanpa berkata apapun, baru saat akhirnya Dilla diam, Andika berbicara.
"Tapi kamu sudah balik, kan?"
"Ya udahlah, gila apa?! Kamu kira aku mau ngejogrok di kantor cuma nungguin kamu yang nggak bisa diandelin sama sekali, hah?"
Andika menarik nafas panjang, menambah stok kesabarannya menghadapi Dilla yang hobi sekali misuh-misuh. Kadang Andika pun heran bagaimana bisa pria macam dirinya justru kepincut dengan perempuan kasar macam Dilla yang tabiatnya bahkan diluar nalar. Kalau cewek sukanya badboy, ternyata cowok pun juga suka dengan badgirl. Ya bagaimana lagi, orang kalau sudah cinta, pintar pun mendadak jadi bego, persis si Andika sekarang ini.
"Ya sudah kalau begitu, biar aku minta bengkelku buat ambil mobilmu, Dill. Sorry karena aku nggak bisa jemput kamu."
"Iya nggak bisa jemput, keasyikan main Mama Papa sama sodaraku sendiri sih! Kamu tahu Ka, aku tuh ragu waktu denger alasan kamu bisa hamilin Shireen itu gegara khilaf, hari gini orang kobam bisa sampai make out, yang ada emang kalian berdua yang selingkuh dibelakang gue. Munafik." Suara desisan sinis terdengar diujung sana menyambut permintaan maaf Andika, terdengar orang grusak-grusuk berjalan dengan cepat sebelum akhirnya suara hingar bingar yang familiar terdengar di ujung sana. Suara musik yang berdentum dengan keras hingga membuat Andika kembali menghela nafas panjang.
"Dill, kamu ke Club lagi?" Andika berteriak keras, berharap jika suaranya tidak tenggelam saat suara musik semakin tidak terkendali. Mendapati Dilla pergi ke Club seperti tebakan Shireen membuat Andika benar-benar tertampar dengan kenyataan jika dia sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang wanita yang dikejarnya selama tiga tahun ini dibandingkan sepupunya sendiri.
"Nggak usah teriak-teriak! Gue nggak budek!" Satu hal yang membuat Andika semakin benci pada sikap liar Dilla adalah Dilla yang mulai memanggil gue elo di saat suasana hatinya tengah tidak baik. "Iya gue ke Club, mau apa lo? Mau nyeramahin gue lo? Iya? Nggak usah munafik lo, lo sama Shireen itu sama! Sama-sama hobi nyeramahin orang, sok suci padahal mah kalian sama busuknya. Muak gue urusan sama lo, dah mending lo urus bini lo yang bunting. Gue mau seneng-seneng, lo kira lo ini siapa hah mesti gue galauin segala. Diiih cowok macam lo bisa gue dapatin sepabrik."
Tanpa basa-basi Dilla memutuskan panggilan sepihak meninggalkan Andika yang termenung dihalaman rumah mungil yang menjadi tempat tinggalnya selama empat tahun ini, semenjak Andika kembali dari Makassar dan bertugas di Bogor dengan pangkat Kaptennya memang rumah ini langsung menjadi tempat tinggalnya. Benar yang dikatakan oleh Shireen, hidupnya selama ini begitu mudah, segala hal yang Andika inginkan selalu bisa Andika dapatkan hingga saat ada yang menolaknya seperti yang dilakukan Dilla, Andika menjadi setengah gila.
Andika hanya terpaku pada Dilla hingga tidak bisa melihat orang lain yang ada di sekelilingnya. Dalam ketenangan malam kota Bogor yang dingin, Andika memejamkan matanya, menikmati semilir angin dingin yang menerpa pipinya dengan nyaman, mendinginkan kepalanya yang terasa panas. Kalian tahu sekarang ini Andika tengah meresapi apa yang Mamanya katakan tempo hari hingga akhirnya Andika merasa dia harus berjuang sungguh-sungguh agar pernikahan ini berhasil. Satu hal Andika sadari sebagai sebuah keputusan yang benar diantara badai yang tengah menghantam hidupnya.
"Selain karena Shireen sama sekali tidak bersalah, satu hal yang membuat Mama berpihak kepadanya itu karena Mama mengenal Shireen dengan baik. Dia lugas tapi pada tempatnya. Sikap Shireen adalah cerminan sikapmu kepadanya. Kamu berbuat satu kebaikan, maka Shireen akan membalasnya seratus tanpa menghilangkan martabatnya sebagai pendampingmu. Sikap wanita seperti itu yang baik untuk menjadi istrimu, Andika."
"............"
"Jujur saja, Mama nggak sreg sama Adilla. Ya, dia cantik, wanita tangguh, dan wanita karier yang hebat, tapi tidak sebagai pasangan. Katakan pada Mama satu nilai lebih Adilla selain kamu yang mencintainya dibandingkan Shireen, jika kamu bisa menjawabnya dengan jawaban yang memuaskan, maka Mama tidak akan memaksamu untuk menikah dengan benar bersama Shireen."
Terdengar kejam namun Dika harus mengakui jika Mamanya benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersamamu, Aku Terluka
RomantikCover :by Pinterest Edit : by Canva Shireen Al-attas, putri ketiga dari pengusaha parfum yang ternama tersebut kini terusir dari keluarganya. Hal yang sama sekali tidak pernah dia sangka akan terjadi di dalam hidupnya. Berawal dari Shireen yang di...