16 : Mimpi Buruk

12 5 0
                                    

"Kenapa kamu tidak mengatakan jika aku di sini?" Farell telah mendengar semuanya, wajahnya begitu pucat sekarang. Tetapi dia menyembunyikan kekacauannya itu, mencoba bersikap tenang dan mengalihkan pikiran kacaunya dengan bertanya tentang sikap Davin yang menyelamatkannya ini.

Davin menatap Farell lama, membuat Farell seketika menunduk. Davin mengetahui dengan pasti bagaimana Farell sekuat tenaga memaksa agar tubuhnya tidak bergetar, sekuat tenaga menyembunyikan wajah pucatnya, sampai kemudian dirinya benar-benar telah runtuh.

Davin tergerak untuk menangkap tubuh Farell yang lunglai itu, lalu mulai memeluknya. "Aku tahu ini benar-benar berat, kau tidak perlu memaksakan diri."

Semua emosi yang telah Farell tahan selama ini akhirnya pecah, Farell merasa hatinya benar-benar hancur sekarang. Dia tidak bisa mengatakan apapun saat ini, hanya bisa bersembunyi dibalik pelukan Davin dan mulai menangis tanpa suara.

"Kenapa?"

Davin benar-benar iba sekarang. Sosok laki-laki di depannya ini adalah orang yang selalu menyembunyikan perasaan di balik senyuman menyebalkannya. Saat ini menunjukkan kelemahan di depannya seperti ini, Davin tergerak ingin menghiburnya. Lagipula, dia ingat bahwa satu-satunya bocah yang mau berteman dengannya dulu hanyalah Farell, karena banyak bocah bangsawan lain menjauhinya hanya karena dia lebih pintar meski bukan dari keluarga utama.

"Farell," Davin membiarkan Farell berada di pelukannya untuk sementara, sembari menepuk bahunya pelan. Membiarkan Farell menenangkan perasaannya yang tengah terguncang. Dia menyadari bahwa posisi mereka saat ini tidaklah aman, dan untuk mengantisipasi jika para pengawal menemukan mereka, Davin lalu mengaktifkan sihir perlindungannya.

                               〰〰〰〰〰

Karlina telah membawa Alkanreya menjauh dari mansion Lavender. Mereka terus berlari menelusuri jalan setapak yang terhubung dengan ruang rahasia Lavender, yang menuju ke hutan terlarang Wolfsbane. Memasuki kawasan terlarang harus mempersiapkan mental yang lebih kuat daripada saat melarikan diri dari pengejaran para pengawal, karena resiko memasuki kawasan ini adalah kematian. Langkah Karlina mulai pelan begitu memasuki wilayah hutan ini, dengan teliti memeriksa keadaan sekitarnya.

"Nona," Karlina membalikkan badannya dan membenarkan jubah hitam Alkanrey.

"Apakah Nona tidak kelelahan?" Karlina menatap khawatir Alkanrey yang terus mengikutinya ini bahkan tanpa mengeluh, ketika seharusnya nona muda kecil ini penuh dengan keluhan dan kesedihan luar biasa atas hal yang baru saja menimpa keluarganya.

Alkanrey menggeleng lemah. Sekuat-kuatnya dia menahan air matanya yang hampir terjatuh, lalu di genggamnya tangan Karlina dengan erat. "Aku tidak apa-apa, mari lanjutkan,"

"Tapi Nona terlihat pucat. Pengawal belum menemukan kita, bagaimana jika istirahat sejenak?"

Alkanrey menatap Karlina yang selalu peduli kepadanya ini dengan sedih, lalu mendekatinya dan memeluknya dengan erat, seraya menangis. Tentu saja dia tahu betul apa yang akan menimpa pelayannya ini, bagaimana dia tidak sedih? Bahkan jika ini hanyalah fiksi, saat ini Alkanrey bukan lagi sebagai pembaca tokoh utama yang bernasib buruk, tetapi dia adalah tokoh utamanya itu sendiri. Perasaan dari tokoh utama bernasib buruk ini telah menghancurkan hatinya, benar-benar menyesakkan hingga Alkanrey berpikir dia lebih baik mati.

"Nona-"

"Aku sayang kamu, Karlina. Tidak apa-apa, ayo lanjutkan lagi."

Karlina yang kebingungan dengan sikap Nona nya ini kemudian patuh, meneruskan perjalanannya sembari menggenggam tangan mungil Nona nya.

Jantung Alkanreya semakin berdebar keras. Di setiap langkahnya dia merasa semakin dekat dengan kematian, membuat dadanya sesak dan nyeri. Panik, cemas, takut, dan tidak bisa berharap apapun; menyerang setiap langkah kakinya sehingga membuatnya lemas.

Dia tidak bisa melepaskan pandangannya dari Karlina, begitu juga dengan genggaman tangannya. Dengan menggigit bibir bawahnya, Alkanreya sekuat tenaga menahan tangisnya.

Dia ingin berhenti. Setidaknya untuk plot kali ini.

Alka benar-benar tidak ingin menyaksikan tragedi yang akan menimpanya setelah ini, tetapi jika dia merubah alurnya, apakah masa depan juga akan berubah?

Bagaimana jadinya jika dia memilih untuk menyerahkan diri bersama Karlina alih-alih melanjutkan pelarian mereka? Apakah masa depan akan berubah menjadi sesuatu hal yang tidak ia ketahui?

Wajah Alka menggelap. Pikirannya benar-benar tidak karuan, tetapi saat dia menghentikan langkahnya, suara mekanis tiba-tiba menggema di telinganya.

"Jangan mengubah alurnya, atau kamu tidak akan pernah bisa kembali ke dunia nyata."

Ah, Crimson Rain memang sialan!!

Alka jelas tidak bisa mengumpat dengan terang-terangan, jadi dia hanya bisa merutuki dalam hatinya. Ekspresinya berubah ketika Karlina menoleh ke arahnya dan menanyainya, jadi dia menggeleng dan melanjutkan perjalanan mereka.

Mereka telah menyusup masuk ke dalam Hutan Wolfsbone ketika hari mulai petang. Semburat kemerahan menjalar di langit bernuasa biru pastel yang apik, tetapi sangat tidak cocok dengan tragedi yang baru saja menimpa Alkanrey, membuat gadis bersurai ungu ini diam-diam mendengus; Crimson Rain benar-benar psikopat sejati.

Udara dingin mulai menerpa mereka bersamaan dengan semilir angin sore di kaki perbukitan yang berada di tengah-tengah hutan. Alkanrey baru saja ingin menarik napas untuk menghentikan gemetaran pada tubuhnya saat tiba-tiba Karlina menarik dan menyembunyikan dirinya ke belakang Karlina, lalu mengaktifkan sihir perlindungannya. Di balik bukit kecil di depan mereka, beberapa anak panah tiba-tiba menghujani mereka!

Sialan, Alkanrey bahkan tidak bisa melakukan apapun. Dia sama sekali belum bisa menggunakan sihir, jadi untuk menghindari serangan kali ini hanya bisa bergantung kepada Karlina. Perisai sihir berwarna kemerahan melingkupi mereka, itu cukup efektif untuk menahan serangan panah. Alkanrey mulai paham kenapa Keluarga Radiata dilenyapkan, bahkan dengan posisi Karlina yang bukanlah dari keluarga utama, kekuatan sihir perlindungannya saja sudah sekuat ini.

Tetapi setiap kekuatan pasti ada batasnya. Karlina hanya sendirian dan melindungi nonanya yang tidak bisa menggunakan sihir, sedangkan pasukan tak terlihat di depan mereka jelas berjumlah puluhan orang. Mereka terus bersembunyi di balik bukit dan menghujani dengan panah, membuat mana di tubuh Karlina perlahan mulai menipis. Itu benar-benar aneh karena tidak ada satupun dari mereka yang keluar dan menyerang mereka secara langsung, padahal posisi Karlina dan Alkanrey jelas menguntungkan mereka untuk langsung ditangkap.

Alkanrey tidak bisa menghentikan gemetaran di seluruh tubuhnya, seakan-akan udara sedingin es telah menjalar dan membekukan seluruh lapisan kulitnya. "Karlina, ayo bersembunyi! Aku tidak apa-apa jika hanya terkena satu atau dua panah saja! Jangan menghadapi terus-terusan!"

"Kita dikepung, Nona. Ini adalah prajurit Tuan Edward, mereka jelas lebih terlatih. Sampai sihir ku habis, mereka akan terus menyerang," Alih-alih panik, Karlina justru berucap dengan tenang.

Alkanrey membalas ketakutan, "Jadi kita akan terus menunggu sampai mati di sini?"

"Nona, kamu tidak akan mati di sini." Karlina mengulum senyum, dia lalu menatap kedua mata lavender Alkanrey dengan lekat. Jantung Alkanrey semakin berdegup cepat, apalagi saat Karlina tiba-tiba memeluknya dan sihir perlindungannya pun menghilang.

Puluhan anak panah itu langsung menghujani mereka berdua, menembus ke dalam lapisan kulit mereka hingga darahnya saling menetes.

Karlina semakin mendekap erat Alkanrey, lalu berbisik, "Nona, tetaplah hidup."

Sebuah ledakan yang tiba-tiba muncul meruntuhkan tanah di bawah kaki Alkanrey dan Karlina, membawa mereka berdua terperosok ke sebuah lubang yang sangat dalam. Bersamaan dengan itu, cahaya kemerahan yang menyilaukan berpendar di atas mereka, dengan ratusan kelopak bunga Red Spider Lily yang berhamburan, menguar bersama teriakan beberapa manusia yang memekakkan telinga.

Itu adalah seni sihir bunga kematian.

Azalea : Tale of AzaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang