Eps. 7

477 400 101
                                    

•••••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••••••

Murid-murid SMA Bangsa Indah memulai pelajaran seperti biasa. Dari pagi, perasaanku sudah tak enak. Namun, ia tetap menjalani hari seperti biasa. Saat jam ke 3, kelasku dikejutkan oleh dua orang yang tiba-tiba datang untuk mengumumkan sesuatu.

Dua anak perempuan berdiri di depan kelas—dengan anak satu membawa plastik dan satunya sebuah lembaran. “Oy, kalian! Jangan minum obat kemarin. Obat kemarin kadaluarsa.” Salah satu dari mereka berteriak.

Perkataannya, membuat semua murid terkejut. Apalagi Parkojon, yang sedang asik mengerjakan tugas yang diberikan guru. Kini, keputusan kita sudah bulat, kita tak akan membolos.

“Apa?! Jangan bercanda kau!” ucap seseorang yang duduk di meja paling pojok. Ia sontak berdiri dan memukul meja.

Salah satu anak yang ada di depan kelas menunjukkan obat lama. “Enggak. Lihat. Ini yang kadaluarsa.” Ia mengeluarkan obat yang baru, ”ini yang baru.” Ia memperlihatkan keduanya.

Sontak membuat salah satu dari Parkojon ingin memukul pihak sekolah. Bagaimana bisa pihak sekolah memberikan obat kadaluarsa seperti itu pada muridnya? Jika tak berniat mendirikan Sekolah untuk memberikan ilmu, ya, dari awal tak usah. Aku langsung berdiri dengan menggebrak meja. Amarahku tersulut. Tetapi, tepukkan pundak dari Reyna menenangkanku. Aku langsung menatap mata Reyna, lalu kembali duduk.

Anak yang berdiri di depan kelas langsung menunduk, lalu ia pergi dari sana. Parkojon dan yang lain kembali mengerjakan tugas dari guru. Tak ada kata lelah untuk menggapai masa depan yang cerah. Namun, setelah tugas selesai, otak perlu diperbaharui.

“Ayo bolos, gue bosen.” Alice menepuk pundakku.

“Ok.” Aku dan Alice berdiri secara bersamaan. “Oh, iya, titip buku gue. Kalo ada yang ngumpulin, titip, ya.”

Reyna yang sedang fokus mengerjakan tugasnya terusik. “Mau kemana lu?” Pertanyaan itu tak terjawab, aku dan Alice langsung ngacir menuju ke tempat biasa.

Sesampainya di area kamar mandi perempuan, aku langsung melampiaskan semua perasaan lelahku. ”Huh buat apa coba ke sini? Habis ini istirahat juga,” ucapku sambil melipat kedua tanganku dan menyandar pada dinding.

“Sekarang jam ke berapa?” tanya Alice sambil mengecek jam di ponselnya.

“Jam ke 4. Kenapa?” Aku berdiri lalu menatap Alice penasaran.

“Sial! Waktunya guru itu!” Ia langsung keluar dari kamar mandi. ”Ayo balik.”

“Huh, lagi pula dia nggak akan masuk ke kelas,” ucapku santai. Memang Guru killer itu takkan masuk di saat jam kosong. Hampir semua kelas jam kosong, terutama kelasku.

“Ayo!” Alice menarik paksa tanganku, hingga hampir menabrak seseorang. ”Maaf.”

Kita berdua pun kembali ke kelas dengan tergesa-gesa. Yap, guru itu memang tak memasuki kelas dan mengisi jam pelajaran.

Parkojon. [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang