❣️ 10

122 6 0
                                    

Setelah mengusir bajingan itu terlihat Lena masih berdiri didepan rumah dengan baju basah kuyup. Lena terlihat masih terdiam tak membuka percakapan dengan cowok dihadapannya.

"Siapa cowok tadi?"

"Bukan siapa-siapa."

"Jangan macem macem ya. Inget lo masih punya hutang di bokap gue. Jangan pacaran sampai hutang bokap lo lunas!" tegas Liam.

"Lo cemburu?"

"Hah, ngapain gue cemburu? Tipe cewek gue yang pinter dan berakal. Bukan jalang kayak lo!"

Lena hanya tersenyum, dia sudah tahu Liam terang terangan membandingkan dirinya dengan Sherin. Sungguh, cowok itu tidak bisa melupakan cinta pertamanya.

"Udah masuk sana. Baju lo basah semua."

Lena hanya mengangguk.

"Tunggu,"

"Langsung ke kamar gue aja," kata Liam.

"Hah?!"

"Jangan nolak."

"Tapi.."

"Ayo cepetan jalan!"

Lena berjalan menuju tangga memasuki kamar Liam, dengan pakaian yang masih basah, dress yang Lena gunakan jadi terlihat sedikit ketat. Entah apa rencana dari cowok gila itu dia tidak tahu.

Liam memasuki kamarnya melihat gadis itu kebingungan.

"Liam, kenapa lo nyuruh gue kesini?"

"Buruan mandi, bibi udah nyiapin air hangat. Nih pakaian lo. Udah lengkap semua," ucap Liam melemparkan pakaian Lena.

"Tapi gue bisa mandi di.."

"Jangan nolak. Ayo cepetan!"

Lena tak tahu apa rencana dari Liam. Kenapa cowok itu sedikit berubah? Dia segera memasuki kamar mandi, mengecek segala arah, apa Liam akan merekamnya saat mandi?

Lena mulai mandi membersihkan dirinya, sambil merendam tubuhnya di air hangat. Dia tidak peduli dengan cowok itu, dia hanya ingin menikmati mandi air hangatnya.

***

Liam melirik ponselnya, hampir pukul setengah dua belas. Sudah tiga puluh menit gadis itu belum keluar dari kamar mandi. Apa gadis itu pingsan?

Ceklek.

Pintu kamar mandi itu terbuka. Terlihat Lena dengan rambut basah dan panjang, tanpa makeup, bibirnya melengkung tipis menatap kearah Liam, gadis itu benar benar cantik.

Tanpa disadari membuat jantung liam berdetak tak karuan.

"Lo belum tidur?" tanya Lena.

"Liam?"

"Mandi lo lama banget sih. Ayo cepat duduk." Lena kini duduk di depan meja rias.

Terlihat sebuah hairdryer ada disana. Liam langsung menghidupkan dan mengeringkan rambut gadis itu.

"Liam, gue bisa sendiri."

"Gue bantuin."

Sesekali Liam memperhatikan Lena dihadapannya. Bagi Lena, Liam adalah orang yang sangat susah ditebak. Kadang baik, kadang kasar, kadang tidak waras.

Tak ada yang membuka percakapan diantara mereka. Suasana serasa canggung dan sepi.

"Liam, tolong maafin gue, gue ngga minta izin keluar sama Lovy."

"Cowok yang tadi nggak ada hubungan apa apa kok sama gue. Dia temen SMP gue. Kebetulan tadi lewat dan nolongin gue," jelas Lena agar keadaannya lebih membaik.

"Lo mau bunuh diri loncat ke jembatan hah?!"

"Itu.."

Liam mematikan hair dryer terlihat rambut Lena sudah kering. Cowok yang mengantarkan Lena tadi menjelaskan semuanya kepada Liam.

"Apapun masalahnya jangan sampai berpikir untuk bunuh diri."

"Gue mau ke kamar, makasih udah peduli sama gue."

"Gue ngga peduli sebenernya. Hutang bokap lo masih banyak, jadi jangan coba-coba untuk bunuh diri!"

Tapi sejujurnya, Liam memiliki trauma dengan orang bunuh diri. Dulu dia pernah menyaksikan kejadian tragis seseorang meloncat dari jembatan. Itu adalah seorang wanita, selingkuhan ayahnya yang sedang hamil muda, karena Areksa tidak mau bertanggung jawab, wanita itu bunuh diri tewas begitu saja, dan kepalanya pecah. Liam tak bisa berkata kata, melihat kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri.

Liam tahu semua ini. Itu rahasia ayahnya yang telah disembunyikan bertahun-tahun dari publik, hanya Liam, ayahnya dan ibunya yang tahu hal ini. Areksa menyuruh Liam untuk tutup mulut, dan menuruti semua kemauan Liam. Jadi apapun yang Liam inginkan, ayahnya selalu menurutinya. Termasuk mendapatkan gadis dihadapannya ini.

Liam menarik gadis itu, tubuh Lena terhuyung jatuh kedalam pelukannya. Kini pandangan mereka beradu satu sama lain. Tangannya bergerak menarik tubuh gadis itu agar semakin mendekat kearahnya.

"Liam, apa yang lo.."

Liam mendekatkan wajahnya. Sehingga membuat jantung Lena berdetak tak karuan. Kini tak ada jarak diantara mereka, tiba-tiba ciuman lembut mendarat di bibir gadis itu. Reflek Lena langsung menutup matanya.

"Ekhm."

Mendengar seseorang berdehem. Lena segera menjauhkan tubuhnya.

"Ini salah. Gue- gue belum siap. Gue harus ke kamar sekarang," ucap Lena gelagapan.

Liam menggenggam erat kembali tangan gadis itu.

"Lo nolak gue?"

Lena menggeleng. "Gue belum siap."

Liam membiarkan gadis itu pergi. Melihat kakaknya Leo yang berdiri di depan kamarnya, yang menyaksikan drama romansa adiknya dari tadi.

"Jangan lupa tutup pintu lo goblok. Untung cuma gue yang lewat tadi."

"Mending lo diem."

"Lo suka sama tuh cewek?"

"Engga lah. Gue cuma mau dia jadi budak gue. Kayak lo sama mbak Sulis."

"Yakin ga suka?" tanya Leo memastikan.

"Minggu depan gue mau nikah sama Sulis. Dia bakalan jadi istri gue."

"Apa?! Lo main ngga pake pengaman?!"

"Gue emang sengaja. Dia mau ninggalin gue karena hutang bokapnya udah lunas. Tapi gue ga mau kehilangan Sulis, gue udah suka sama dia. Jadinya gue keluarin di dalem."

"Itu namanya obsesi goblok."

"Gue yakin lo juga bakalan terobsesi sama tuh cewek."

"Ga bakalan."

"Ya udah, setelah anak gue lahir. Gue mau nikahin tuh Lena jadi istri kedua gue."

"Dasar bajingan! Ga bakalan gue biarin!"

Leo hanya tersenyum melihat tingkah adiknya.

Bersambung...

Lena & LiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang