Penyesalan terbesar

6 0 0
                                    

Kebayoran, Jakarta Selatan

Mira menatap hamparan gundukan tanah di hadapannya ini, ia melangkah pelan mendekati nisan itu. Ini adalah rumah terakhir milik ayahnya, ia tersenyum sendu mengusap nisan itu.

"Apa kabar, yah?" tanya Mira mengawali pembicaraan, "Maafin aku yang gak pernah ke sini untuk jenguk ayah"

"Mira durhaka kan, yah?"

Mira mengadah, menatap langit, ia tidak ingin air matanya jatuh terlalu cepat, seperti saat ini.

Mira kembali menatap nisan ayahnya, "Ayah harusnya masih ada disini, sama kita kan, yah?" tanya Mira sendu, "Tapi karena aku, ayah pergi untuk selamanya"

"Dia gak pernah menyakiti aku, yah. Aku sakit, karena harapan aku sendiri. Aku sakit, karena aku ingin dia berubah dan berhenti mempermainkan hati perempuan di luaran sana. Tapi seharusnya aku sadar, bahwa aku bukanlah sosok yang penting dalam hidup dia. Seharusnya aku sadar bahwa aku sendiri gak berhak untuk mengubah Alden menjadi lebih baik"

"Ayah, salah paham"

"Aku yang cinta sama Alden, yah. Aku salah, karena terlalu menuntut dia untuk mempunyai perasaan yang sama seperti yang aku miliki untuk dia. Setiap hari, aku pulang dengan air mata, bukan karena Alden menyakiti aku, tapi karena aku sakit dengan harapan aku sendiri. Perasaan yang aku miliki untuk Alden, sangat menyiksa aku saat itu, yah"

"Saat itu, seharusnya aku sadar, bahwa Alden bukanlah orang yang pantas untuk aku cintai dengan tulus"

"Aku minta maaf, karena selalu menentang ayah. Aku minta maaf, bunda harus kehilangan ayah"

"Seharusnya, aku yang pergi yah, bukan ayah. Karena disini, aku cuma jadi beban buat semua orang" ucap Mira, ia menangis. Ini sangat menyiksa bagi Mira.

Mira tersenyum sendu, "Dia kembali yah, setelah lima tahun lamanya. Aku gak tau, harus bahagia atau justru sebaliknya. Tapi yang jelas, terlalu banyak kebenaran yang buat aku kecewa sama dia, yah. Terlalu banyak kebenaran yang Alden sembunyikan dari aku"

"Ayah benar, Alden memang  brengsek. Ayah benar, dia gak pernah memikirkan perasaan aku sedikitpun" Mira menarik nafasnya, "Tapi aku cinta dia yah, aku sayang sama dia"

Mira menarik nafasnya panjang, ia menatap nisan itu untuk kesekian kalinya, "Mira pamit ya yah, tolong temani Mira dalam setiap langkah yang Mira ambil. Meskipun itu hanya dengan bayang-bayang ayah" ucap Mira terakhir, sebelum ia meninggalkan makam cinta pertamanya itu.

****

Plukk

Kanesyia melemparkan sebuah majalah kepada Rey yang kini duduk di hadapannya sekarang. Rey menyerit, menatap Kanesyia meminta penjelasan.

Kanesyia menatap Rey, "Dia balik" ucap Kanesyia membuat tubuh Rey mematung, tidak menyangka akan berita yang Kanesyia bawa hari ini.

Cinta pertamanya kembali, Gladys kah?

Rey meraih majalah tersebut dan membacanya dengan teliti, ia juga melihat sebuah foto yang terpampang jelas, sebuah keluarga kecil yang bahagia.

Cinta pertamanya, Gladys Athena tersenyum bahagia dengan menggandeng lengan yang Rey ketahui adalah suaminya. Alden Mahendra, dan si kecil, buah hati mereka, Arka Putra Mahendra.

Rey meneguk savila susah payah. Harusnya, harusnya ia yang ada disana. Rey tersenyum pedih, tapi ia bahagia bila memang pilihan ini membuat wanita itu bahagia.

"Gue gak tau, ternyata dia masih punya muka buat balik lagi kesini" ucap Kanesyia menatap Rey, "Lo okey, Rey?"

Rey menatap Kanesyia lantas mengangguk, "Gue okey, gue bahagia lihat dia sama keluarga kecilnya." jawab Rey.

Alden&ElmiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang