BAB 6 -- CAIRAN MANIS

23.4K 174 0
                                    

Kereta itu bergerak dengan cepat mengikuti pasukan berkuda. 

Raja Vermax berada di posisi tengah iringan yang dijaga ketat oleh para pengawalnya. Selang beberapa pasukan, kereta kuda yang ditumpangi Natasya menyusul di belakangnya.

Natasya duduk di dalam kereta besar itu sendirian dan meringkuk di pojokan. Seperti yang diprediksi Raja Vermax, udara di luar memang sangat dingin. Angin menyelinap ke dalam sela-sela jendela kereta. Natasya bersyukur mantel dari bulu Musang itu cukup hangat meskipun jemarinya kaku tanpa sarung tangan.

Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun yang bisa dia pastikan adalah tidak ada yang bisa menolongnya dari cengkeraman maut. Hanya dia satu-satunya perempuan yang jadi pilihan Raja Vermax.

Sekarang Natasya mulai berpikir kalau berada di dalam harem tidaklah seburuk yang dia bayangkan. Setidaknya disana ada banyak perempuan yang jadi pilihan, dan mereka bisa melayani keinginan Raja Vermax secara bergantian.

Lelah dengan ketakutan, Natasya akhirnya terlelap. Dia terjaga ketika pintu kereta dibuka, dan dengan mata setengah mengantuk melihat seorang prajurit menyodorkan piring logam berisi sup kental yang hangat dan sepotong besar roti.

Kita sudah tiba?

"Ini sarapannya Nona. Kita akan melanjutkan perjalanan sebentar lagi. Paduka berpesan Nona harus makan karena tujuan kita masih jauh," kata pengawal itu bahkan tanpa menatap mata Natasya.

Lelaki itu menutup pintu kereta.

Langit di luar kemerahan bertanda pagi akan tiba dan kereta kuda itu sudah berhenti entah sejak kapan.  Dari jendela kereta yang tirainya terbuka, Natasya melihat para prajurit sedang sarapan dan berkumpul membentuk kelompok-kelompok kecil.

Aroma sup kental itu mengugah selera makan Natasya. Mungkin juga karena udara dingin kerap membuat orang kelaparan. Natasya mengambil piring logam yang diletakkan prajurit tadi, kemudian mulai sarapan.

Porsi sup dan roti itu terlalu besar untuk perut kecil gadis usia 18 tahun itu. Natasya kekenyangan bahkan sebelum sup itu habis setengahnya. Baru saja dia menyingkirkan piring, pintu kereta kembali terbuka. Prajurit yang sama melongokkan kepalanya.

"Paduka minta saya mengawal Nona ke sungai untuk bersih-bersih," katanya kembali tanpa melihat wajah Natasya.

Natasya menurut. Dia turun dari kuda dibantu prajurit itu. Keduanya beriringan menuju sungai yang tidak jauh dari tempat mereka berhenti. Sungai itu besar dan airnya sangat jernih. Tidak ada seorang pun di sana, dan Natasya yakin semua orang sudah diperintahkan Raja Vermax menjauh dari tempat itu untuk memberikan dia privasi. Terlepas dari dia cuma budak nafsu sang Raja, posisinya tetap terhormat karena satu-satunya perempuan dalam rombongan.

Tangan Natasya menciduk air sungai yang dingin itu kemudian menyapukannya ke wajah. Dia sempat buang air kecil dan sekarang kondisinya lebih enak.

Natasya kembali ke keretanya. Kini semua sudah bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan.

Mereka berhenti hanya untuk makan dan bersih-bersih.

Hingga malam kembali datang.

 Raja Vermax naik ke dalam kereta Natasya saat rombongan  berhenti untuk bermalam di tengah hutan. Sang Raja rupanya ingin istirahat. 

Natasya langsung merinding disko. 

Suasana gelap membuat wajah Raja Vermax tak terlihat jelas. Lelaki itu membuka zirahnya dan kini hanya memakai baju dari kulit biasa.

Natasya makin merapat ke pojokan sangking takutnya. Apalagi ketika Raja Vermax sudah duduk di sisinya.

Tangan sang Raja mengapai tangan Natasya yang jemarinya kaku karena dingin. Natasya mengigit bibirnya tanpa berani protes.

HAREM SANG RAJA 21+++Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang