"Terimakasih sudah bertahan hidup." Aku tersenyum, menyentuh lembut bunga liar yang tumbuh di belakang sekolah. Setelah sentuhanku, bunga itu mekar seketika. Seperti penyembuhan bagi kelopaknya yang sudah kering.
Pohon rindang di atasku bergoyang-goyang cemburu. "Kamu tau aku tidak bisa memberikan energiku padamu kan?" Aku mengomeli pohon itu. Bisa terkuras habis semua energiku jika aku melakukannya.
Aku membuka roti isi dagingku melahapnya pelan. Setiap jam istirahat aku selalu berdiam diri di bawah pohon ini. Aku merasa lebih hidup karena berbincang dengan mereka.
Mereka pun selalu menjaga agar diriku tetap nyaman. Pohon rindang diatasku tak membiarkan cahaya matahari mengenai tubuhku. Bunga-bunga dan ilalang liar di sekitar juga bergerak perlahan, memberikan sedikit angin sepoi-sepoi yang membuat tubuhku sejuk.
"Pelajaran kali ini bahasa inggris kan?" Seseorang bertanya di pojok bangunan agak jauh denganku.
Mereka pasti salah satu teman sekelasku. Karena pelajaran kali ini dikelasku pun bahasa inggris. Namun aku tidak dapat mengingat wajah mereka.
"Aku tidak siap untuk ini, kemarin pun hyeongjun dihukum karena terus keceplosan berbahasa sehari-hari." Seseorang di dekatnya menjawab. Perbincangan itu dapat kudengar jelas berkat suasana hening disana.
"Kita harus berada dikelas tepat waktu." Setelah kalimat itu, mereka dengan cepat menghilang dari penglihatanku.
Untung saja keberadaanku tak terlihat bagi mereka. Sengaja aku tidak mengeluarkan suara sedikitpun, tak ingin mereka menyadarinya.
Setelah merasa kenyang, menghabiskan roti isiku. Badanku mulai relax, mataku terasa berat hingga tak sadar aku tertidur.
"Manusia...."
"Manusia yang membawa alam semesta...."
Mataku otomatis terbuka. Pohon rindang itu membangunkanku. Sial, mataku kering sekali saat ini. Aku membuka kontak lensaku supaya mataku bisa merasa lega sesaat.
Terbukanya kontak lensaku membuat warna mataku terpancar bebas. Ungu, putih, biru, bercampur. Seperti alam semesta tersimpan di iris mataku. Inilah alasannya aku memakai kontak lensa, untuk menutupi warna asli mataku.
Dengan cepat aku meneteskan cairan bening pada mataku yang kering. Sepertinya aku harus mengganti kontak lensaku karena sudah sangat lama. Tinggal menunggu mataku iritasi saja seiring waktu.
Jam berapa ini? Sudah berapa lama aku tertidur? Tanganku menggenggam tempat kontak lensaku erat. Apa aku sedang membolos pelajaran saat ini?
"Irama pelan itu, sudah lama berlalu." Pohon rindang diatasku berbicara. Sepertinya bell pertanda masuk pelajaran sudah lama berlalu. Aku harus segera masuk kelas.
"Cecil?" Tubuhku membeku. Baru kali ini ada yang memanggil namaku di sekolah. Perlahan aku menatap mata laki-laki yang memanggilku itu.
Mata kami bertemu. Dia tampak keheranan sekaligus takjub sampai aku bertanya-tanya kenapa ekspresinya seperti itu.
Oh benar, mataku, aku tidak memakai kontak lensa. Spontan aku membuang muka setelah menyadari hal itu.
"Matamu...." Sial, dia sudah terlanjur melihatnya.
"Ah tidak, daripada itu, apa kamu ingin kembali ke kelas? Aku bisa membantumu dengan itu." Tambahnya.
Aku menatapnya penuh curiga. Laki-laki itu, bahkan aku tidak mengenalnya. Tapi sepertinya kami pernah bertemu.
"Kamu dapat berbicara bahasa inggris kan? Aku bisa jadi alasanmu telat masuk kelas, aku baru saja membawa spidol ini karena di kelas sudah habis." Dia menyodorkan dua spidol yang dia bawa.
Bahasa inggris? Apa dia teman sekelasku? Tapi daripada bertanya tentang hal itu, ada pertanyaan yang lebih penting sekarang. "Kenapa kamu tau namaku? Apa kita pernah bertemu?" Mendengar ucapanku, laki-laki itu malah kaget tidak percaya.
"Aku Serim, teman sekelasmu, ketua kelas lebih tepatnya." Pantas saja aku merasa pernah melihatnya.
Sebenarnya dia memberikan tawaran yang cukup bagus. Aku pun mau tak mau harus menerimanya. Segera aku memakai kembali kontak lensaku dan pergi ke kelas bersama dengannya.
"Excuse me sir, may I come in? we just picked up markers that ran out."
"Sure, come in."
Kami pun memasuki kelas bersama. Aku menatap Serim dari mejaku. Aku lupa untuk membuatnya bungkam tentang warna mataku.
-----
Langit sudah mulai menggelap. Terik matahari tadi siang sudah berubah kelabu. Pelajaran bahasa inggris kali ini berjalan sangat lambat. Karena lebih banyak murid yang dikuhum hari ini.
Aku terus melihat ke arah jendela, resah. Jika pulang terlambat seperti ini bisa-bisa aku ketinggalan bus untuk pulang. Aku harus menunggu sangat lama untuk bus berikutnya.
Berlari akhirnya aku sampai di pemberhentian bus. Napasku berat karena berlari, bertanya pada pohon yang selalu berdiri di pemberhentian itu, "Apa busnya sudah lewat?"
"Besi biru berjalan itu sudah pergi sejak tadi." Benar saja aku ketinggalan bus.
Pasrah aku duduk disana masih setengah lelah. Sampai sebuah motor berhenti tepat di depanku. "Butuh tumpangan?" Itu Serim.
"Tidak perlu." Aku spontan menjawab.
"Setidaknya berpikir dahulu sebelum menjawabku."
Aku baru ingat. Badanku berdiri menghampirinya yang masih terduduk dimotor, "Kamu, jangan beri tahu siapa-siapa tentang mataku." Aku harus membungkamnya.
Serim tersenyum licik, "Jika kamu ingin rahasiamu tidak bocor, biarkan aku mengantarmu pulang hari ini."
Aku berdecak pelan memutar pupil mataku. Dasar laki-laki licik. Mengapa mataku harus ketahuan oleh orang seperti dia.
Masih dengan senyumnya, Serim menyodorkan sebuah helm padaku. Aku memakainya dan motor mulai berjalan perlahan.
"Ngomong-ngomong kenapa matamu bisa seperti itu?" Serim setengah berteriak karena dia berbicara saat motor melaju.
"Ha?!" Aku pura-pura tidak mendengarnya.
"Matamu!"
"Ha?!"
"Ah Sudahlah."
"Ha?!"
Sepertinya aku terlalu berlebihan.
"Ada besi besar yang berjalan cepat ke arahmu." Sebuah pohon di dekat sana berbicara, tanpa aba-aba memperingatkanku.
"Stop!!" Aku berbicara cepat sebelum kami sempat melewati persimpangan. Serim seperti tersihir, patuh, menekan rem motornya.
Sepersekian detik setelah kami berhenti, sebuah tronton bergerak cepat tepat di depan kami. Menyebabkan kecelakaan fatal.
Kami membeku di tempat. Hanya bisa melihat mobil dan motor satu persatu hancur berkeping-keping.
"Aku ingin pulang." Aku menarik lengan baju Serim. Menyadarkannya dari lamunan.
"Uh? Oh? Oh iya, ayo kita pulang." Dalam perjalanan kali ini suasana lebih hening, tak ada satupun dari kami yang berbicara. Motor kami melaju lebih cepat meliuk-liuk diantara kendaraan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Universe || Cravity
Фанфик"Kekuatan ini sungguh mengerikan." Semua makhluk hidup mempunyai caranya masing-masing untuk berkomunikasi. Berhati-hatilah, mereka mungkin mengetahui rahasiamu yang terdalam. Cecil, seorang gadis yang mempunyai kelebihan untuk bisa berkomunikasi de...