15 : Camping

9 2 1
                                    

Aku menghabiskan waktuku dengan sendirian. Dimulai dari membangun tenda, sampai membereskan barang bawaan didalam tenda. Kami melakukannya bersama, namun aku merasa sendirian.

Tidak ada yang mengajakku bicara, aku sendiri pun tidak mengajak mereka berbicara. Aku merasa seperti kembali ke masa lalu. Ke masa dimana aku belum bertemu dengan Serim dan mereka bersembilan.

"Cecil!" Suara itu bagaikan matahari terbit dipinggir pantai. Serim memanggilku dari luar tenda, membungkuk, mengintip sedikit ke dalam.

Badanku otomatis bergerak kearah sumber suara. "Hei! Jangan sembarangan mengintip seperti itu! Ini kan tenda perempuan!" Salah satu siswa perempuan yang satu tenda denganku protes pada Serim.

"Maaf, aku hanya akan membawa Cecil dan pergi." Serim berdiri bersamaan dengan aku yang keluar dari tenda. Ternyata mereka bersembilan ada disini, menungguku keluar.

"Ayo kita lihat-lihat sekitar diwaktu bebas ini!" Wonjin bersemangat.

Kami menghabiskan waktu kami sampai siang untuk berkeliling di daerah sekitar. Walaupun sejauh mata memandang yang kami lihat hanya ada tenda dan pepohonan.

Di dekat lokasi camping kami terdapat sungai kecil yang mengalir. Airnya sangat jernih, namun begitu dingin. Kami bermain kontes siapa yang bisa bertahan paling lama didalam air, dengan cara menyemplungkan kaki kami kedalam dinginnya air sungai. Beberapa orang berteriak kedinginan, begitu pula denganku. Meskipun begitu ini sangat menyenangkan.

Kami terpaksa berhenti setelah mendengar pengumuman untuk berkumpul dari arah pusat camping. Aku masih bersama mereka begitu acara dimulai. Untunglah tidak ada larangan untuk mencampur siswa laki-laki dan perempuan saat acara berlangsung.

Kami memainkan game juga menyanyikan lagu bersama. Para senior berusaha menggiring acara ini dengan meriah. Hingga acara utama camping pun dimulai.

Kami dibagi dalam beberapa kelompok untuk pergi menjelajah. Sama seperti camping kebanyakan, terdapat pos disetiap titik untuk kami minta bukti bahwa kami telah melewati pos itu.

Para senior memperingati kami untuk kembali sebelum malam tiba. Sengaja mereka mengadakan acara penjelajahan ini saat matahari masih berada ditempatnya, untuk meminimalisir kecelakaan.

Sayangnya kelompok dibagi sesuai tenda. Otomatis aku tidak bisa satu kelompok dengan mereka.

"Apa benar ini jalannya? Kita sudah berjalan cukup jauh, tapi kenapa tidak menemukan pos pertama?" Salah satu perempuan dikelompokku mengeluh. Bertanya pada perempuan yang membawa peta.

"Benar kok." Perempuan yang membawa peta melihat petanya lagi, memastikan.

"Biar Cecil yang membawa peta itu, kamu tidak becus dalam membacanya." Perempuan yang mengeluh tadi merebut peta dengan paksa, memberikannya dengan kasar kepadaku. "Mulai sekarang kalau kita tersesat, kita salahkan yang membawa peta." Tambahnya lagi.

Lagipula aku tidak akan tersesat bahkan tanpa peta. Aku mempunyai peta alami apalagi di area yang penuh pepohonan seperti ini.

Kami sampai di pos pertama dengan selamat. Mengikuti perintah disana, kami diminta untuk membawa sekarung buah-buahan sampai pos berikutnya.

Aku yang membawa karung itu dari pos satu. Kami sepakat untuk bergiliran membawanya setiap satu menit.

"Saatnya bergantian membawa karung ini." Aku berbicara ditengah perjalanan. Sudah satu menit, bahkan lebih aku membawa karung yang beratnya hampir satu kilogram itu.

"Kami semua juga lelah karena perjalanan ke pos satu tadi, ini bahkan belum satu menit, kenapa kamu seperti itu."

"Ini sudah lebih dari satu menit." Aku membela diri. Dari awal mereka memang sudah kelihatan ingin merundungku, namun kali ini aku sudah terlalu kelelahan.

"Berhenti mengeluh, kalau kamu ingin mengeluh, mengeluhlah sana pada para teman laki-lakimu itu."

Aku mengerutkan dahiku, "Kenapa tiba-tiba membawa nama mereka? Dan juga aku bukan mengeluh, aku meminta hak."

"Hei! Apa kamu tau semua anak perempuan dikelas membencimu?! Itu karena kamu adalah wanita murahan yang hanya bermain dengan laki-laki. Bahkan kamu membawa semua laki-laki yang populer." Pembicaraan perempuan itu semakin melebar, tidak dalam topik.

"Hei." Perempuan disana mencoba untuk menghentikannya.

"Kenapa?! Perempuan satu ini harus tau fakta itu! Apa jangan-jangan kamu pernah dicoba oleh masing-masing dari mereka, sehingga mereka menempel terus padamu?"

Kata-katanya membuat emosiku bergejolak. Emosi yang sama seperti saat aku melihat berita bunuh diri Sella waktu itu.

"Bukannya kalian sudah keterlaluan?" Bukan aku yang protes. Wonjin dari belakang berjalan cepat kearahku, membela.

"Ini dia datang pengawalmu." Perempuan itu mencibir.

Serim mengambil karung buah-buahan yang aku seret sedari tadi, lalu meletakkan karung itu di punggungnya tanpa beban. "Cepat minta maaf atas perkataanmu tadi." Serim ikut membuka mulut.

Perempuan itu semakin memasang ekspresi tidak percaya. "Aku? Padanya? Bawa saja wanita murahan itu bersama kalian!" Dia berteriak lalu pergi berjalan dengan kelompok perempuan yang menemaniku tadi.

"Sinting." Seongmin mengumpat singkat, membawa sekarung buah-buahan persis dengan yang aku bawa tadi.

"Kamu yang wanita murahan! Ketua tidak seperti itu!" Hyeongjun berteriak, tak kalah dengan peremluan itu.

"Apa apaan mereka?" Jungmo melihat kepergian mereka.

"Kenapa kalian bisa ada disini?" Aku bertanya pada mereka.

"Kelompok kita pergi setelah kelompokmu, kami bertemu karena kelompokmu berjalan dengan lambat." Aku mengangguk, mengerti penjelasan Woobin.

"Tolong... Tolong...."

Suara itu mengalihkan perhatian kami. Mata kami mengobservasi sekitar, mencari sumber suara.

"Astaga!" Perempuan yang berjalan didepan kami berteriak histeris, berlari kedalam hutan. Entah kenapa kami ikut berlari mengikuti perempuan itu. Jarak kami belum terlalu jauh sehingga dapat menyusulnya. Sementara perempuan lainnya hanya diam ditempat.

Suara itu makin terdengar jelas. Kami dikejutkan dengan seorang gadis yang tergantung terbalik pada seutas tali, memohon untuk diselamatkan. "Bagaimana kamu bisa seperti ini?" Perempuan yang tadi berteriak kearahku panik. Jika diperhatikan, muka mereka begitu mirip. Siapapun yang melihat itu akan beranggapan kalau mereka bersaudara.

"Aku tidak tahu, aku mencari semak-semak untuk buang air kecil, tetapi aku malah tergantung seperti ini." Dia setengah menangis menjelaskan.

Perasaanku mulai tidak enak. "Aku mohon tolong dia." Perempuan itu memohon pada Serim. Mungkin dia meminta tolong padanya karena dia yang terlihat paling kuat.

Serim menolong melepaskan ikatan pada kaki perempuan yang terjebak tanpa basa basi. Tidak mengungkit kesalahan perempuan itu karena ini situasi darurat.

"Sudah, ayo kita kembali ke jalur, aku takut kita kembali setelah matahari terbenam." Serim selesai dengan pekerjaannya. Wonjin yang pertama kembali karena dia yang berada diposisi paling belakang.

"Awas ada besi tajam disana." Para pohon dalam hutan itu berbicara bersamaan. Menggema diseluruh hutan.

Aku menutup telingaku, kesakitan karena sangking banyaknya pohon yang berbicara, "Tolong lakukan sesuatu!" Sambil spontan berteriak. Aku tidak tau apa yang terjadi, namun para pohon tidak mungkin memperingatkan sesuatu jika bahaya itu tidak mengancam nyawa.

Seketika setelah aku berteriak, sebuah buah jatuh didepan Wonjin. Tanah didepannya merespon pada buah itu, melompat, mencuat keatas, mengeluarkan suara nyaring. Wonjin mendekat melihat apa yang terjadi. Ternyata itu perangkap hewan liar. Benar-benar terbuat dari besi tajam, bisa putus kakinya bila terkena perangkap itu.

"Apa ini?" Wonjin bertanya entah pada siapa. Pada siapapun itu, tidak ada yang bisa menjawabnya dalam situasi seperti ini.

Perasaanku makin tidak enak. Pepohonan disekitarku masih memperingatkan padahal satu perangkap itu sudah dinonaktifkan oleh buah yang jatuh tadi.

"Semuanya jangan bergerak, kita berada ditengah ranjau perangkap." Aku berbicara. Tidak ada lagi situasi yang pas selain itu, karena pepohonan disekitarku tidak juga kunjung berhenti memperingatkanku.

My Universe || CravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang