16 : Camping (2)

7 0 0
                                    

"Sial, mengapa mereka membuat perangkap ditengah lokasi camping seperti ini." Wonjin masih terkejut karena kejadian didepannya. Yang lainnya tidak bisa berkata-kata.

"Bukan mereka yang salah, kita yang salah karena meninggalkan lokasi camping." Minhee benar, ini bukan lagi lokasi camping, melihat rumput liar yang berjumlah banyak, tidak terurus.

Aku masih menutup kedua telingaku erat. Pepohonan disekitarku masih tidak mau berhenti berbicara juga. "Kamu tidak apa-apa Cecil?" Serim dibelakangku bertanya khawatir.

Aku tidak menghiraukan itu. Aku hanya ingin suara-suara ini berhenti memenuhi kepalaku. "Tolong matikan semua perangkapnya." Aku berbicara pasrah. Seketika itu, banyak buah jatuh bersamaan tepat diatas perangkap yang tidak terlihat.

Perangkap itu meloncat bersamaan dengan tanah yang ikut terangkat pula, memenuhi udara sekitar dengan debu, mengeluarkan bunyi yang lebih nyaring daripada satu perangkap tadi. Kami menutup mata dan wajah kami dengan tangan sebagai pertahanan diri.

Saat aku membuka mataku, ada tangan lain yang menghalangi pandanganku. Aku melihat kebelakang, mendapati Serim yang sedang melindungiku tanpa menyentuhku.

"Apa yang terjadi?"

"Apa itu tadi?"

"Aku takut."

Mereka satu persatu bertanya. Kejadian ini tidak masuk akal bagi mereka.

Serim masih menutup matanya, seolah sedang menahan sesuatu. Sampai aku menyadari ada darah yang mengalir ditangannya. "Serim?" Aku panik melihat luka itu. Padahal itu adalah luka memar, namun darah yang dikeluarkan cukup banyak.

"Aku tidak apa-apa."

"Otakmu ikut terluka hah?! Bagaimana kamu masih berbicara seperti itu padahal darah yang mengalir sederas ini." Aku memarahinya. "Apa yang terjadi?" Tambahku bertanya. Pasalnya yang lain tidak terluka seperti dirinya, hanya Serim yang terluka.

"Satu perangkap terbang kearahmu tadi, aku mencoba menghalaunya dengan tanganku." Dia menjelaskan. Membuatku merasa bersalah karena sudah memarahinya.

Aku memaksanya untuk terduduk ditanah, "Dasar bodoh." Tanganku mencoba merobek sedikit bajuku, berniat untuk menghentikan pendarahan lengan Serim dengan itu.

"Biar aku yang melakukannya." Woobin menghentikanku. Sebagai gantinya dia merobek baju bagian bawahnya dan mengikatkan sehelai kain itu pada lengan Serim.

"Ayo kita pergi ke pos terdekat untuk mencari bantuan." Taeyoung menyarankan. Masing-masing dari kami pasti berpikir kembali ke pos satu karena itu adalah pos terdekat dari posisi kami.

"Bagaimana kalau masih ada perangkap lain disini?" Allen masih tidak mau bergerak dari tempatnya. Membuat yang lain ragu untuk bergerak.

"Tenang, sudah tidak ada yang tersisa." Aku berani berbicara seperti itu karena pepohonan disekitarku sudah berhenti berbicara.

Woobin membantu Serim untuk berdiri. Untunglah kakinya masih bisa digunakan untuk berjalan. Kalau tidak kita harus mengangkat badan besarnya itu sampai ke pos satu.

Para senior di pos satu sangat terkejut dengan keadaan kami yang kembali. Mereka panik mencoba membantu Serim berjalan, walaupun dia bisa berjalan. Salah satu dari mereka menghubungi pusat camping, meminta dikirimkan tandu.

"Tidak perlu tandu, akan butuh waktu lama untuk itu, kakiku masih bisa berjalan sendiri kesana." Serim sepertinya ingin cepat berbaring saja, melemaskan tangannya yang terluka.

"Benarkah?" Salah satu senior gagap, bertanya khawatir. Woobin melanjutkan perjalanannya memegang lengan kiri Serim yang tidak berdarah. Takut dia tiba-tiba terjatuh.

My Universe || CravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang