10 : Mengenal Park Serim (3)

14 2 2
                                    

Hari berganti. Saat istirahat tadi aku membantu Serim dengan hukumannya. Membersihkan halaman belakang kali ini. Lalu memakan roti isi danging —menu yang sama setiap hari. Aku membaginya menjadi dua bagian dan memberikannya pada Serim.

Setelah pulang sekolah, sesuai dugaanku Serim meminta izin pada yang lain untuk pulang duluan. Aku dengat cepat mengikutinya sampai ke parkiran, saatnya aku menggunakan kesempatan sudah mengerjakan hukuman diwaktu istirahat sekarang.

"Berhenti!" Aku berteriak dari pohon besar yang berada di parkiran. Serim bingung, menghentikan tangannya yang akan memasukkan kunci.

"Cecil? Aku tidak bisa mengantarmu pulang lagi hari ini."

Aku mengibas-ngibaskan tanganku didepan muka, "Bukan ke rumahku, aku ingin ke rumahmu. Aku sudah berjanji pada Sera kan." Aku mengambil helm dengan mandiri, lalu memasangnya di kepalaku.

"Kamu benar-benar tidak dimarahi karena pulang malam kan? Aku khawatir kamu akan terkena masalah karenaku." Serim mulai mengomel.

"Sudah aku bilang orang tuaku bukan tipe orang tua yang seperti itu." Aku menepuk-nepuk pundak Serim, memaksanya untuk menjalankan motor.

Kami melewati jalan yang sama seperti kemarin. Otakku sudah menghapal suasana disetiap jalan yang kami lewati.

"Berhenti!" Aku berteriak.

"Apa? Kenapa? Apa akan ada kecelakaan lagi? Dimana?" Serim panik menepikan motornya, sudah berapa kata tanya yang dia lontarkan sekarang.

Aku tersenyum cengengesan, menunjuk sebuah toko buku dipinggir kami, "Aku akan mampir ke toko itu sebentar."

Serim memandangku dengan ekspresi kesal, dia lalu mematikan mesin motornya dan meletakkan helmnya. Mengikutiku sampai ke pintu toko.

Etalase berjejer rapi sesuai kategori menyambut kami. Toko itu tampak bersih dengan lantai dan tembok yang berwarna putih. Aku berjalan menuju rak yang penuh dengan pensil warna dan alat menggambar lainnya.

"Pegang ini." Aku menyerahkan keranjang belanja pada Serim. Segera memilah semua warna yang tersedia disana.

Mataku berhenti pada sebuah pensil warna dengan warna pastel. Warna yang cantik. Tanganku mengambilnya satu, tak lupa mengambil buku gambar, spidol dan juga krayon dengan berbagai warna.

Beralih pada etalase dengan alat tulis, aku mengambil dua buku tulis lengkap dengan pensil dan penghapus. Serim disampingku terus diam, dia pasti sudah tau kalau aku membelikan ini untuk Sera, namun tidak ingin terlalu percaya diri bertanya.

Setelah dirasa puas dengan isi keranjangku. Aku berjalan menuju kasir. Serim mengeluarkan semuanya satu persatu untuk dipindai. Setelah membayar, kami keluar dengan satu kantong plastik besar terisi penuh.

"Untuk apa kamu membeli semua ini?" Serim akhirnya bersuara. Dia meletakkan kantong plastik itu di gantungan yang tersedia pada motornya.

"Yang pastinya bukan untukmu." Aku memakai helmku.

Serim tidak bertanya lebih jauh lagi. Lalu segera mengemudikan motornya pulang.

-----

"Kak Cecil!" Sera berlari memelukku dari dalam rumah.

Aku mengambil belanjaan kami tadi dari motor, lalu memberikannya pada Sera. "Aku ada hadiah untuk Sera."

Sera menerimanya dengan senang. Matanya tersenyum seolah ada partikel cahaya yang keluar dari mata sipitnya. "Terimakasih kak!" Dia melihat kedalam isi kantung, lebih bersemangat.

"Sudah kuduga ini akan terjadi, kamu tidak perlu melakukannya Cecil." Serim merusak suasana senang Sera.

"Sudah terlambat untuk protes. Sera, ayo kita buka semua ini di dalam." Aku meletakkan helmku lalu masuk bersama Sera.

My Universe || CravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang