13 : Festival (2)

10 2 2
                                    

Setelah pelajaran hari ini selesai, kami bersepuluh bergegas membawa barang yang sudah kami rencanakan kemarin di gazebo. Berjalan ke arah belakang kelas karena disitu tempat semua barangnya berada.

"Kain check, kuas check, cat...." Taeyoung memeriksa semua barang bawaan, dengan note kecil dan pensil ditangannya. "Kenapa catnya berwarna-warni? Bukannya sudah aku bilang bawa cat hitam saja." Taeyoung protes atas ketidak sesuaian barang.

"Bukannya itu lebih bagus? Terlalu banyak cat yang bagus di toko cat, aku tidak tahan untuk membeli semuanya." Hyeongjun menjawab, dia yang bertanggung jawab untuk membeli cat.

"Terserah kau saja, buat dia dengan cantik."

"Siap." Hyeongjun menjawab sambil hormat ala klub paskibra.

"Oke semuanya! Dorong meja kearah depan supaya kita dapat ruang untuk bersiap!" Serim berteriak sambil bertepuk tangan dua kali untuk mendapatkan perhatian. Dia sudah seperti mandor di lapangan konstruksi saja.

Semuanya bekerja sesuai perintah. Deritan suara meja bergeser bergema diseluruh ruangan, membuat ruang besar bagi kami. Setelahnya semua menghampiri pekerjaan masing-masing. Masih bersemangat karena ini pertama kalinya.

"Sepertinya ada bahan yang kurang, aku harus mendapat tongkat untuk menancapkan ini nanti." Jungmo berkomentar, melihat kain yang dia pegang. Mencoba mengibarkannya, membayangkan kalau dekorasi itu sudah jadi.

"Biar aku saja yang pergi mencari!" Taeyoung tanpa pikir panjang berdiri dan berlari menuju luar kelas.

"Aku ikut!" Wonjin menyusulnya. Kami bahkan tidak bisa menahan mereka karena itu terjadi dalam sekejap. Padahal saat ini hanya beberapa menit kemudian setelah kami memulai, namun mereka sudah bosan saja.

"Ngomong-ngomong Cecil, bagaimana? Kamu sudah bertanya?" Woobin berbisik tepat didepanku.

Kedua mataku otomatis melihat Serim yang tengah memegang kuas bersama hyeongjun. "Seperti yang kita duga." Aku berbisik setelah situasi dirasa aman. Woobin hanya mengangguk sambil tersenyum kebawah. Sudah menduga ini akan terjadi.

"Woobin, tentang makanan yang akan kita jual." Serim tiba-tiba saja sudah berada dibelakang Woobin. Kami terdiam membeku. "Kapan kita akan melakukan eksperimen untuk itu?" Tambah Serim.

"Aha, itu, kita harus membeli bahan terlebih dahulu." Woobin menjawab dengan tidak alami.

"Kamu akan membelinya dengan Seongmin pulang nanti?"

"Santai saja, tidak perlu terburu-buru seperti itu, aku dan tuan muda seongmin akan membeli bahannya besok dipagi hari. Kita tidak mau tuan muda Seongmin sampai kecapean." Woobin memanggil Seongmin dengan sebutan tuan didepannya. Itu karena dia yang membayar semua bahan makanan untuk festival nanti.

"Oke kalau begitu."

"Aku dapat tongkat ini!" Taeyoung berteriak dari pintu masuk, membuat kami bekerja kembali. Cepat sekali dia menemukan tongkat itu.

-----

Cuaca sangat mendukung untuk kegiatan festival hari ini. Suasana tampak cerah, dengan hiasan-hiasan yang sudah dipersiapkan oleh panitia. Bagian paling ramai adalah panggung yang terletak dipinggir lapangan.

Kami memulai booth stand bazar kami dengan semangat. Hyeongjun memasang banner yang dia buat waktu itu. Penuh dengan warna warni bertuliskan selamat menikmati masakan mewah yang murah! Dengan emoticon imut disekitarnya.

Jungmo tepat disebelah menancapkan bendera yang dia buat. Taeyoung yang kemarin menemukan tongkat itu. Bendera itu dilengkapi sebuah logo berbentuk huruf C dengan garis miring memotong ditengahnya, diujungnya terdapat sebuah titik menambah kesan elegan. Diatas logo itu terdapat tulisan Cravity Food. Dia terlihat sangat bangga dengan karya ciptaannya.

Kami sepakat untuk menjual menu ala resto namun dengan bahan sederhana, membuatnya mempunyai harga yang murah. Tidak perlu khawatir dengan rasa, Woobin ada di sisi kami untuk itu.

Booth stand kami sangat ramai oleh pengunjung. Membuat para chef kami bekerja lebih keras. Sementara yang lain juga bekerja keras untuk mendapatkan lebih banyak pelanggan.

"Ada yang perlu aku bantu?" Aku bertanya pada Woobin yang sedang sibuk dengan kompor dan panci di areanya bekerja. Chef kami hari ini adalah Woobin dan Serim.

Aku bertanya karena merasa tidak puas dengan pekerjaanku yang hanya membagikan brosur. Bermaksud untuk membantu di dapur. "Tidak usah, dapur ini bisa-bisa meledak kalau kamu masuk." Namun Woobin membuat semangat aktifku berkurang. Lagipula itu benar, aku tidak bisa membantahnya.

"Brosurnya sudah habis." Aku tetap protes pada Woobin.

"Istirahat saja seperti Seongmin, atau pergi melihat-lihat festival seperti Taeyoung dan Wonjin. Kamu sudah cukup bekerja keras hari ini." Woobin menjawab ditengah kesibukannya.

Namun suasana festival sangat tidak cocok dengan diriku. Lebih baik aku mengungsi menuju belakang sekolah. Akhir-akhir ini aku terlalu sibuk sampai lupa mengisi ulang energiku di pohon rindang belakang sekolah.

Perjalananku menuju belakang sekolah terasa lebih lambat dibanding biasanya. Aku tidak merasakan ini sebelumnya karena terus bersama dengan sembilan dari mereka. Namun, kapan tatapan para siswa ini berubah?

Tatapan mereka begitu dingin. Terlebih lagi para siswa perempuan. Saat aku melewati mereka, mulut mereka otomatis berhenti berbicara. Tatapan mereka tertuju kearahku. Seolah tidak ada yang boleh aku dengar dari percakapan mereka.

Aku tidak terlalu mengambil pusing hal itu. Aku sudah cukup dengan keberadaan mereka bersembilan disisiku. Mungkin lebih dari cukup. Mereka terasa seperti rumah bagiku.

Ponselku berbunyi ditengah perjalananku. Aku mengangkatnya terburu-buru karena nada dering ponselku berbunyi begitu nyaring.

"Ada apa?" Aku berbicara pada Woobin yang membuat ponselku berdering.

"Dimana kamu? Sebentar lagi acara bakat akan dimulai, Hyeongjun bisa marah kalau kita tidak melihatnya menari." Woobin berbicara dibalik ponselku.

Padahal baru saja dia menyuruhku untuk menikmati festival, walaupun duduk dibelakang sekolah tidak bisa dikategorikan sebagai menikmati festival.

"Bagaimana dengan booth standnya?"

"Kami tutup sementara, cepatlah, semakin banyak orang yang mengerubungi panggung. Serim menunggu di barisan belakang, dia bilang akan kesini bersamamu." Woobin mulai berteriak disana, karena banyak suara para siswa yang antusias dengan acara bakat.

"Oke, aku segera kesana." Dengan cepat aku mematikan panggilan itu.

Sesampainya disana, benar saja Serim menungguku dibarisan paling belakang. Sudah banyak sekali siswa yang mengerubungi depan panggung. Bahkan pemandu acara sudah memulai kalimat pembukaan dengan suara lantang.

"Ayo cepat, mereka menunggu di barisan paling depan." Serim mengenggam tanganku. Menariknya menuju kerumunan siswa. Tangan kanannya sibuk mencari celah bagi kami untuk lewat, sementata tangan kirinya menggenggam tanganku erat. Matanya sibuk melihat depan dan belakang bergantian, juga memastikan aku tidak terjepit oleh para siswa yang hampir semuanya setinggi Serim.

Sampai pada barisan depan. Mereka semua sudah menunggu disana. "Kamu kemana saja? Kenapa lama sekali?" Woobin berbicara duluan padaku.

"Mari langsung saja kita panggilkan peserta pertama! Hyeongjun dari kelas 2!" Aku tidak menjawab pertanyaan Woobin karena ucapan pemandu acara itu. Tepat sekali waktunya dengan aku yang baru saja datang.

Aku melihat Hyeongjun memperkenalkan diri dengan percaya diri. Sorak sorai penonton mengganas. Hyeongjun memang sudah populer bahkan sebelum kejadian kasus waktu itu. Dua orang yang mahir di klub dance? Tentu saja Hyeongjun dan Allen.

Mataku memperhatikan semua temanku satu persatu. Aku baru sadar kalau tidak ada Minhee dan Jungmo disini. Kemana mereka pergi?

Namun ternyata ada satu hal lagi yang baru aku sadari. Bodoh sekali karena baru menyadarinya sekarang. Genggaman tangan Serim belum lepas dari awal kami bertemu.

My Universe || CravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang