Di kediaman Gibran sudah begitu ricuh dengan kehadiran teman kelasnya, Gibran yang awalnya sudah baikan kembali merasa sakit melihat tingkah teman kelasnya di luar nalar, bagaimana tidak mereka sudah mengerumuni pohon mangga yang ada di depan rumah, memanjat untuk di buat rujak, Gibran menepuk kening sendiri menggelengkan kepala melirik ke arah Stella yang tertawa memegang perutnya.
Cowok itu meringis mengingat gadis itu tinggal sendirian tanpa kehadiran orang tua namun masih bisa tertawa seceria itu, "ehm yang mana?", tanya mama menepuk pundak cowok itu membuat Gibran tersentak menoleh melotot memberi kode ke arah mamanya agar tutup mulut.
Stella yang tidak sengaja melirik menipiskan bibir berjalan mendekat membuat Gibran dan mama menoleh kompak, mama terperangah menatap kecantikan gadis itu di tambah tubuh terlihat sangat ideal pada usia remajanya, "tente, maafin Stella ya, aku yang buat Gibran sampai sakit begini", ujarnya menunduk dengan pandangan menyendu
Mama melirik ke arah anaknya menatap mengejek membuat cowok itu melotot dengan wajah sedikit memerah, "ngak usah minta maaf, itu sudah kewajiban sebagai seorang cowok, masuk yuk tante sudah buat roti", ajaknya.
"Woy kalian masuk gih", teriak Gibran ke arah yang lainnya.
"Nanti Gib, kita makan mangga dulu", celetuk Reza membuat Gibran menghembuskan nafas beranjak masuk tertegun menatap Stella dan mama yang terlihat begitu akrab membahas tentang roti buatan mama, Gibran mendekat duduk di kursi membenamkan kepala di atas meja menatap lekat ke arah Stella.
"Stel", panggil Rangga membuat mereka menoleh kompak.
Stella menautkan alis bingung, "gue, Gerry sama anak yang lain mau balik ke sekolah, ada rapat futsal ternyata", ujarnya merasa bersalah membuat Gadis itu menganggukan kepala, "ngak apa-apa nanti gue pesan grap", ujarnya menenangkan.
"Gib, keluar dulu anak-anak mau pada balik, tante kita pulang dulu ya", pamit Rangga merangkul Gibran keluar rumah, anak-anak pada pamitan sama Gibran sebelum meninggalkan kediaman Gibran yang kembali sunyi.
Stella keluar bersama mama meringis menatap kulit mangga yang sudah tercecer di pekarangan rumah, gadis itu hendak memesan grap kembali mengurungkan niat untuk memesan, "tente biar Stella bersihkan dulu ya, maaf bikin kotor", ujarnya merasa bersalah membuat mama dan Gibran menoleh.
"Ngak usah biar tante saja nanti yang beresin", ujar mama menahan Stella.
Stella menggelengkan kepala, "ngak apa-apa tan, cuma sebentar kok", ujar gadis itu mengambil sapu mulai membersihkan halaman rumah.
Mama menghela nafas menatap Gibran, "ajak Stella makan ya biar mama masak dulu", ujarnya menepuk pundak cowok itu pelan
Gibran mengangguk mendekat ke arah Stella, "biar gue bantu Stell", ujar cowok itu hendak mengambil tempat sampah namun tubuhnya tersentak membeku begitu saja merasakan kulit mulus gadis itu menyentuh tangannya tepat pada jari-jarinya, sial, kenapa Gibran jadi lemah seperti ini karena gadis itu.
"Lo istirahat aja, biar gue saja, nanti lo tambah sakit", ujarnya melepas genggaman dari tangan Gibran, cowok itu menghembuskan nafas duduk menatap Stella yang sudah melanjutkan kerjaanya, mata cowok itu tidak pernah berpaling menatap wajah gadis itu menikmati kecantikan dari gadis pujaannya.
"Selesai", ujar Stella girang menuju ke kram air yang ada di samping rumah membersihkan tanganya sebelum berjalan menuju Gibran yang masih duduk menatapnya.
"Oh iya gue pesan grap dulu mau pulang sudah sore soalnya", ujar Stella mengambil ponsel di dalam tas.
Gibran menahan lengan gadis itu, "kata mama suruh makan dulu, ngak usah pesan grab biar gue yang anterin lo nanti kalau sudah makan", ujarnya membuat gadis itu menoleh menggelngkan kepala melihat wajah pucat cowok itu.
"Ngak usah Gib, lo masih sakit", ujarnya menoleh
"Gue sudah baikan, ayok masuk", ajak Gibran menarik tangan gadis itu masuk ke dalam rumah.
Mama keluar dari arah dapur tersenyum tipis menatap anaknya yang terlihat sangat perhatian, "tunggu ya, makananya belum masak, kalian tunggu di ruang kekuarga saja, nonton di sana", ujar mama membuat Gibran mengangguk menarik Stella kembali duduk di sofa ruang keluarga.
Stella duduk canggung tepat di samping Gibran yang tidak kalah canggungnya, "lo bareng sama siapa tadi ?", tanyanya memulai pembicaraan mencoba mencairkan suasana, Stella menoleh tersenyum senang.
"Gue bareng Gerry, lo tahu akhirnya sedikit demi sedikit gue bisa mulai percaya lagi jadi rasa takut gue sama orang lain selain sama Rangga sedikit berkurang", ucapnya senang.
Gibran terkekeh spontan mencubit pipi gadis itu gemas sendiri, "auhh sakit Gib, ngak usah ngeselin, lagi sakit saja ngeselinnya minta ampun", ujarnya mencuatkan bibir kesal membuat cowok itu membuang muka menahan diri agar tidak mengecup bibir gadis yang duduk di sampingnya.
"Stella sini makan, masakannya sudah matang", ujar mama memanggil keduanya.
Stella dan Gibran bergegas menuju ruang makan duduk di kursi, "makan yang banyak yah", ujar mama menatap Stella yang terlihat berkaca-kaca.
"Makasih tante, akhirnya ngerasain lagi masakan seorang ibu", lirihnya di akhir kalimat yang masih mampu di dengar Gibran.
Ketiganya makan dalam diam setelah selesai Stella pamit pulang, namun Gibran bersikukuh mengantar gadis itu pulang kerumah, "kalau lo makin sakit jangan salahin gue", celetuk Stella menoyor helm cowok yang tengah fokus menatap ke depan membawa motor dengan kecepatan sedang.
Cowok itu meringis tersenyum di balik helm diam-diam melirik kaca spion menikmati wajah Stella, rasanya cowok itu ingin menghentikan waktu sekarang juga agar bisa menikmati kebersamaan bersama gadis itu dalam waktu yang panjang.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
School Love On (Selesai)
Conto"Ck ganggu mulu sih, di dalam kelas, di luar lo ganggu mulu kalau naksir bilang, lo naksir gue kan, ngaku lo". "iya, gue naksir, baru nyadar lo" "hah, Ngak jelas" ***** cover by pinterst